Rabu, 13 Mei 2009

Teror atas sebuah tulisan

Tulisan saya tanggal 2 Mei 2009 di Harian Umum SOLOPOS berjudul Mengembalikan pendidikan yang dicuri sedikit banyak memancing polemik.Ada yang pro dan ada yang kontra.Saya sih menganggapnya biasa saja.Gak ada yang istimewa.Lain kepala lain isinya meski rambut sama hitamnya.(Maaf bagi yang sudah ubanan).
Saya melihat mereka yang menilai negatif atas tulisan saya adalah mereka yang tidak mengerti dan tidak tahu fungsi sebuah media massa.Lucu banget dan naïf sebenarnya kalau sampai tidak ngeh fungsi gagasan,opini di surat kabar.
Sebuah media massa itu berfungsi menyuarakan suara masyarakat.Ia menjadi jembatan yang menghubungkan anatara mereka yang di “sono” dengan kita yang “di sini”.Ketika sebuah tulisan ditangapi dengan semangat terror maka mereka yang suka melakukan teros itu perlu ditatar agar jangan meneror atau meneror secara elegan.Opo tumon ada terror secara elegan?.Ada.Yaitu membantah dengan tulisan pula.Jangan sampai tulisan dibalas dengan ancaman.Itu mah zadul banget.Haree gini masih suka terror.
Terkait usulan agar saya menulis yang esooy geboy,saya gak mau nuruti perintahnya.Kalau saya menuruti sama saja saya mengikuti irama permainan mereka.
Media massa itu bertujuan mulia.Ia adalah pilar ke empat dalam sebuah negera demokratis.Ceeilee…..Sok intelek banget.
Pilar pertama adalah lembaga eksekutif yang dikelola dengan baik/GCG:Good Coorporate Gavoernence.Lembaga Yudikatif yang adil dan mandiri.Lembaga Legislatif yang berfihak kepada rakyat.Dan yang terakhir adalah pers sebagai cirri masyarakat madani/civil society.
Masyarakat yang dirugikan dengan pelayanan publik yang amburadul,bertele-tele dapat menulis dapat menulis keluhan di media massa.Ngurus SIM banyak pungli ngadu saja sama media massa.nah..inilah fungsi control dari per situ.ia menyuarakan aspirasi masyarakat banyak.Maka jangan apriori dengan pers.Tulisan harus dibalas dengan tulisan.Jangan tulisan dibalas dengan terror.
Kembali kepada terror atas tulisan saya.
Saya berpendapat bahwa misi saya berhasil.Misi mengusik mereka yang selama ini memiliki semangat mengambil tanpa mau memberi kepada dunia pendidikan.Siapa mereka?.Ya koruptor di departemen pendidikan.
Saat mereka terusik itulah yang meyakinkan saya bahwa apa yang saya tulis itu benar.
Kalau gak benar ngapain marah-marah.
Pada hari Senin,4 Mei SOLOPOS mengupas habis masalah korupsi pendidikan.Jadi saya mendapat amunisi baru.Saya tidak tahu apakah SOLOPOS juga mendapat telepon seperti saya.Mungkin tidak karena SOLOPOS terlalu besar untuk diteror.
Seorang penguasa dapat menggunakan kekuasaannya untuk membendung laut,samudera.Tetapi tak akan mampu membendung fikiran seseorang.
Penguasa mampu menggunakan kekuasaannya untuk menutupi sebuah gunung tetapi tak akan mampu menutup sebuah kebenaran.
Teror atas tulisan menandakan kekerdilan fikiran.Mereka tidak menghargai isi fikiran yang tertuang dalam sebuah tulisan.Kekerdilan fikiran inilah yang harus dilenyapkan jika jagad pemikiran ingin maju.
Kepada penulis yang berstatus PNS,jangan pernah takut untuk mengugkap kebenaran lewat tulisan.Sejauh kebenaran yang disuarakan,dan keberfihakan kepada mereka yang lemah tidak ada alasan untuk takut terhadap atasan,kolega.Sinisme bahkan diasingkan dari rekan harus ditanggapi sebagai hal lumrah.Mereka inilah yang perlu juga disadarkan.
Hidup itu sebuah pilihan.Menulis untuk mengungkapkan sebuah kebenaran aalah pilihan sulit.Saat kita lahir kita memang sama dalam keadaan tidak membawa apa-apa.Karena manusia tidak bisa memilih nasib atau takdir,biarkanlah mereka yang memilih menjadi penulis dihargai.Juga yang suka tersinggung dengan tulisan harus dihargai.Sahabat yang sinispun harus dihargai.Inilah hidup.
Kalau teror yang ini saya suka yaitu ….toreroret tero-teroret…teroret ro jreng ….
EPISTO ERGO SUM.

Jumat, 08 Mei 2009

My fallen angel

Malaikat kecilku Azhar Muhammad Hanief.
Surakarta,3 April 2007

Sabtu, 02 Mei 2009

Blonek alias Blogger Nekat

Saya seorang guru sekolah dasar.Mengajar di SD Djama'atul Ichwan Sala.Blogg ini saya dedikasikan untuk kemajuan dunia pendidikan.
Menjadi blogger dengan modal nekat.Tidak memiliki komputer atau laptop.Untuk menulis harus rental atau pinjam di sekolah.Harus menebalkan telinga dari ocehan teman-teman.Gak masalah.Anggap saja nyanyian sinden atau Waljinah yang merdu.
Mendidik dengan hati saya pilih sebagai judul blogg ini dengan harapan anak didik akan ada dihati,kelak mereka jika telah dewasa akan bertindak dengan hati.

Mengembalikan pendidikan yang dicuri

Tulisan ini bukan hasil dari sebuah kontemplasi. Untuk bisa menjadi orang yang kontemplatif diperlukan kejernihan jiwa, olah pikir dan hati yang tertata. Bukan juga hasil dari penerawangan karena saya bukan dukun.
Karena saya guru yang setiap hari bergelut dengan pendidikan, tulisan ini semacam testimoni atau kesaksian dari pelaku pendidikan. Dengan testimoni, ada keintiman antara pemberi kesaksian dengan subjeknya. Testimoni bukan pula ngudarasa karena ngudarasa cenderung mengeluh mengeluarkan unek-unek.Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) meluncurkan program StAR Initiative—Stollen Asset Recovery Initiative atau Program Inisiatif Pengembalian Aset Yang Dicuri oleh para pemimpin negara/pemerintahan yang berjiwa korup.Dengan program STAR itu, mereka yang secara sukarela mengembalikan aset negara yang dicuri, akan dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Artikel ini diilhami oleh program PBB itu. Saat pengambilan sumpah pejabat , wajah mereka kelu, tegang, mungkin karena saat mengucapkan sumpah yang terlintas adalah bagaimana cara agar posisi yang diduduki akan memberikan keuntungan untuk mengembalikan modal yang telah keluar untuk mendapat jabatan tersebut. Di Indonesia, tidak ada jabatan yang gratis, no free lunch (tak ada makan siang gratis). Jadi, ya, korupsi, termasuk di dunia pendidikan.Aset pendidikan yang dicuri itu meliputi aset fisik dan nonfisik. Yang fisik berwujud korupsi uang yang seharusnya untuk anak didik. Yang nonfisik berupa sistem hukum yang tidak berpihak kepada rakyat, sehingga membuat rakyat semakin sulit memperoleh dan mengakses pendidikan dan tercerabutnya anak-anak dari sistem pendidikan atau sekolah yang menyenangkan.Pendidikan dijalankan oleh birokrat yang sibuk berbicara tanpa henti, tetapi malas untuk mendengar dan bertanya. Ketika pejabat di bidang pendidikan sibuk berbicara maka ia kehilangan kepekaan. Kemalasan mendengar rakyat akan melahirkan tiran. Malas bertanya kehilangan kecerdasan dan sikap kritis.Bertanya, menurut mantan CEO Harley Davidson, Rich Teerlink, merupakan sarana kepemimpinan yang memiliki derajat dan efektivitas lebih tinggi. Dengan bertanya, kebenaran akan teruji. Dengan mendengar, akan lahir sikap waskita. Dengan diam, hati akan terasah. Kata Jalaludin Rumi, dalam diam ada pembicaraan yang abadi.Ki Hadjar Dewantara pasti termenung bahkan menangis jika masih hidup, menyaksikan pendidikan melenceng dari rel yang sebenarnya. Sesanti Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani dengan kedalaman arti yang luar biasa dan bersifat wingit, oleh birokrat yang bermental korup diubah menjadi Ing ngarsa numpuk bandha, Ing madya wani dosa, tut wuri padha korupsi. Tengoklah banyaknya pejabat atau mantan pejabat yang dihukum karena mereka mengorupsi uang buku ajar yang semestinya menjadi hak rakyat. Ini ironis sekali. Perilaku korup, menurut sastrawan peraih Nobel Rabindranath Tagore, ibarat mencuri dan mengambil nasi dari periuk-periuk rakyat. Ia nista dan menghina kehidupan. Jika anggaran tidak dikorup, artinya anak-anak dapat bersekolah. Dengan menyenyam pendidikan, mereka bisa menjalani kehidupan lebih baik.Sebuah contoh, dugaan korupsi dana buku ajar SD-SMP-SMA di sebuah kota senilai Rp 3,7 miliar. Andai saja uang tersebut tepat peruntukannya, untuk membeli buku seharga Rp 20.000/eksemplar, maka akan terbeli sebanyak 185.000 eksemplar buku yang bisa dimanfaatkan oleh siswa. Mengapa banyak gedung sekolah roboh, reyot dan telantar? Karena gedung dibangun asal-asalan. Dana alokasi khusus (DAK) untuk rehabilitasi gedung senilai Rp 70 juta, yang sampai dan diterima oleh kepala sekolah hanya Rp 43 juta. Asumsinya, jika plafon anggaran yang Rp 70 juta itu diterima utuh, akan mewujud bangunan kokoh. Dicuri oleh sistemPendidikan yang menjadi hak setiap warga negara akhirnya menjadi barang mewah. Tidak semua warga bisa menjangkau karena mahalnya biaya pendidikan. UU Badan Hukum Pendidikan adalah embrionya. UU BHP sangat jauh dari semangat memberikan pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Maka, tidak heran jika banyak kalangan menolak UU tersebut.Memang di setiap tempat dibangun gedung sekolah. Tetapi tidak setiap anak dapat masuk sekolah, tidak setiap orangtua mampu menyekolahkan anak mereka. Mengapa dapat terjadi? Bukan karena rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, melainkan mahalnya biaya pendidikan. Angka putus sekolah di Indonesia sekitar 12 juta anak. Politisasi pendidikan dengan jargon pendidikan gratis justru menjadi racun untuk masyarakat. Pendidikan gratis ibarat mimpi. Rakyat ingin mutu meski harus membayar. Contohnya adalah sekolah swasta favorit dan mahal tetap menjadi rebutan orangtua karena ada jaminan mutu. Tetapi, sekolah-sekolah negeri banyak yang gulung tikar atau digabung karena kualitas yang rendah. Gejala apa ini? Bukan karena suksesnya program KB sehingga kekurangan murid. Tetapi orangtua sudah sadar akan mutu pendidikan yang baik.Dicuri sekolahPelaku pencurian yang ketiga adalah lembaga pendidikan tempat anak menuntut ilmu. Pencuri ini tidak kentara, tetapi sangat buruk dampaknya terutama terhadap tumbuh kembang sang anak. Ketika anak-anak kehilangan kegembiraan dalam belajar, saat sekolah memberikan target terlalu tinggi, saat itu pula sekolah menjelma menjadi penjara untuk anak-anak.Pendidikan harus dijalani oleh anak-anak dengan penuh kegembiraan. Gembiranya anak-anak saat menuntut ilmu itulah, kata para sufi, yang dapat membuat malaikat tersenyum. Bersekolah harus ditempuh dengan kegembiraan. Ia ibarat taman bunga yang menarik kupu-kupu untuk datang. Itulah sebabnya Ki Hadjar Dewantara menamakan “taman” bukan sekolah.Bersekolah akan penuh kegembiraan jika pengajaran adalah sebuah art (seni) dari sang guru. Bukan pengajaran sebagai ”kiat” dari sang guru. Mendidik sebagai art akan menyentuh hati anak dan akan mendahulukan proses dari pada hasil. Sementara mendidik sebagai ”kiat” hanya menyentuh otak anak yang akan mengutamakan hasil.Sekolah memberikan beban yang melebihi batas dan kemampuan anak. Tak heran jika anak melihat sekolah sebagai penjara. Atas nama tuntutan kurikulum, materi yang diberikan terlalu tinggi. Atas nama peningkatan peringkat sekolah, anak didik digenjot melebihi kemampuan dan tugas perkembangan usianya.Anak didik ibarat pohon. Jika ada anak yang bodoh dalam belajarnya, nakal tingkah lakunya, semua ibarat ranting kering. Melihat ranting bukan berarti melihat pohon. Karena ranting, kata Gede Prama, bukanlah pohon. Anak juga demikian. Lihatlah anak secara utuh sesuai dengan tingkat umur dan kemampuannya. Jika ada anak yang kurang dalam satu hal, jangan divonis kurang secara keseluruhan.Ada nilai lebih yang belum terlihat dan belum tergali. Anak cerdas, jika dididik secara tidak tepat, dia tidak akan berkembang. Sebaliknya, anak yang memiliki kekurangan akan berubah baik jika dididik secara tepat. Kembalikanlah pendidikan yang dicuri kepada anak didik. Semoga! (SOLOPOS,2 Mei 2009)

Corruptio Ergo Sum

Descrates bilang,”Coginto ergo sum”.Aku berfikir maka aku ada.Perkatan Descrates sengaja diplesetkan menjadi”Coruptio ergo sum”. Aku korupsi,maka aku ada.Mohon maaf kepada Descrates.Petuah Desdrates yang diplesetkan itulah yang digunakan oleh para anggota DPR.Secara tidak langsung rakyat diuntungkan.Aku korupsi maka aku ada.Rakyat mengenal aku.Kalau aku tidak korupsi,maka aku tak ada dan rakyat tak mengenal aku.Hampir seluruh rakyat Indonesia tidak akan mengenal wakil mereka,jika anggota DPR tidak tersangkut perkara korupsi.Karena mereka ada yang tertangkap tangan menerima suap,mata rakyat terbelalak.Lalu mereka mengenal nama wakilnya saat menjadi pesakitan.Maka wahai anggota DPR,korupsilah agar kalian dikenal rakyat yang kalian wakili!.Dalam disertasi Doktor di UGM,anggota DPR Idrus Marham membuat analisa bahwa hanya 10 % anggota DPR yang memiliki kompetensi,kapabilitas dan kredibilitas layaknya seorang politisi.Artinya ada 90% anggota yang tidak memiliki kompetensi ,kapabilitas dan kredibilitas.Yang 90 % itu hanya memiliki jiwa bromocorah,makelar anggaran,calo jabatan publik ,pemalas,tukang selingkuh dan manipulator ulung.Mereka juga memiliki sifat angkuh,tidak memiliki etika.Betul kata Gus Dur bahwa DPR sama dengan anak TK.Artinya mereka belum memiliki sikap dan akal sempurna layaknya orang dewasa.Jadi jangan salahkan rakyat jika mereka bilang anggota DPR tidak bisa membedakan antara satpam dengan seorang profesional dengan reputasi segudang.Karena daya nalarnya belum sampai.Produk yang dihasilkan dari lembaga tanpa yang kompetensi,kapabilitas dan kredibilitas menjadi bahan tertawaan dan penolakan publik.Banyaknya uji materi UU di Mahkamah Konstitusi dan ditolak rakyat mengindikasikan bahwa out put DPR jauh dari harapan rakyat banyak.Mereka membuat UU bergantung dari sudut pandang kepentingan pribadi,partai dan kelompoknya.Jika aneka sorotan negatif itu keluar dari rakyat yang diwakili,karena publik sendiri sudah muak dengan sepak terjang anggota DPR yang 90% tadi.Foto ruangan sidang yang kosong,anggota DPR yang sibuk baca koran,main telpon/sms,nitip absen sidang semakin menambah rasa geregetan rakyat.Rasa malu menjadi barang langka di gedung dewan.Partai politik juga menjadi rumah besar para koruptor.Karena banyak partai politik yang justru melindungi anggotanya yang terlibat korupsi dengan dalih azas praduga tak bersalah/presumtion of inoncence.Sepak terjang nggota DPR yang mendapat predikat “Yang Terhormat” semenjak zaman Orde Baru hingga Orde Reformasi selalu menjadi sorotan negatif rakyat yang diwakilinya.Rakyat sangat sulit menemukan sisi positif anggota DPR kita.Maka sampai kapanpun rakyat akan tetap mereka ibarat begudal dengan bungkus politisi.Pada zaman Orba,DPR mendapat predikat sebagai tukang stempel pemerintah.Hal ini mengacu pada karakter angota DPR yang hampir selalu bisa dipastikan akan memberikan persetujuan kepada setiap kebijakan pemerintah.RAPBN diketok oleh DPR tanpa ada satupun angka rupiah yang berubah.Ibarat koor setuju.Ada juga stempel negatif bahwa anggota DPR Cuma bisa 4 D yaitu datang,duduk,dengar,duit.Pada era Reformasi istilah 4 D diganti dengan DTTP,datang tanda tangan,tidur,pergi.Sampai ada anekdot bahwa penyebab bubarnya grup lawak Srimulat karena kalah lucu dengan anggota DPR yang berkantor persis di samping gedung Srimulat.Juga mengenai diusirnya para penjual kaca cemin di depan gedung DPR karena mereka malas bercermin diri,untuk melihat tengkuk (baca:aib) sendiri, cuma melihat tengkuk orang lain.Semua berita negatif itu tidak membuat DPR alergi.Pada zaman Reformasi,ketika kekuasaan DPR sangat besar,DPR seolah mendapat angin.Adagium kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah,marak digedung DPR.Semua hal remeh temeh dipermasalahkan,sementara hal-hal krusial dan memiliki subtansi tinggi bagi kepentingan publik di kesampingkan.Etos pedagang.Survey Transparansi Internasional Indonesia menempatkan DPR sebagai lembaga paling korup bersama dengan lembaga kepolisian,partai politik dan pengadilan.Indeks persepsi masyarakat itu langsung dibantah rame-rame oleh yang bersangkutan.Bantahan demi bantahan yang keluar dari mulut semakin menguatkan dugaan dan persepsi publik tentang korupnya mereka.Semakin kuat penolakan dari dalam DPR semakin kuat pula persepsi khalayak banyak.Tak ada api tak ada asap.Di Indonesia ini investasi untuk menjadi wakil rakyat sangat besar.Kampanye visi dan misi calon anggota dewan tidak akan dapat menarik minat pemilih jika tanpa ada gizi yang menyertai.Akibatnya mereka mengeluarkan uang untuk mendapat suara rakyat.Ibarat dagang mareka harus balik modal yang sudah diinvestasikan.Jadi rakyat juga punya andil melahirkan mental korup anggota DPR.Logika dagang inilah yang mendorong meraka melakukan apa saja,termasuk melakukan korupsi dan menerima suap agar modal kembali.Syukur-syukur dapat untung..Akibatnya bagi DPR suara rakyat bukan suara Tuhan.”Voc populi voc Dei” yang harus didengar.Bagi anggota DPR,suara rakyat,suara setan.Karena sudah terbeli.Tingkat pendapatan anggota DPR RI sangat tinggi dibandingkan dengan rata-rata pendapatan orang Indonesia.Sekitar 60 juta yang mereka bisa bawa pulang.Bandingkanlah dengan gaji seorang guru besar berkepala botak dengan masa kerja 35 tahun hanya mendapatkan gaji sebesar 4-5 juta/bulan.Seorang prajurit TNI/Polri dan PNS harus menunggu 25 tahun agar dapat hidup layak.Itupun setelah mengikuti aneka tugas,pendidikan,dan mutasi yang sangat berat.Mengapa harus korupsi jika mereka sangat hidup dengan sejahtera?.Semua berpulang pada sikap dan mental,serta gaya hidup mereka.Mereka makan siang dari hotel ke hotel.Mobil juga harus yang built up luar negeri.Beli baju dari butik terkenal.Sepatu juga buatan luar negeri.Bahkan ada seorang angota DPR yang memakai setelan jas merk Brioni seharga Rp 40.000.000,-.Setara dengan harga satu rumah rakyat yang diwakilinya.Inilah yang membuat mereka lupa daratan.Ujung-ujungnya korupsi,menjadi makelar proyek yang dibiayai APBN dan menjadi calo jabatan di BUMN.Skeptisme rakyat atas perbaikan kinerja dan mentalitas DPR akan berpengaruh semakin banyaknya angka golongan putih pada pemilu.Publik percaya jika memeka ikut pemilu,maka suara yang mereka berikan akan memilih calon koruptor di lembaga legislatif.Perlawanan itu timbul karena ketidakpercayaan rakyat kepada wakilnya.Pemilu tidak membawa perubahan langsung atas kehidupan mereka.Rasa bosan karena dalam tahun berjalan selalu ada pemilihan umum baik untuk memilih bupati/walikota,gubernur,DPR dan puncaknya pada pemilihan presiden.Dari semua kegiatan pemilihan itu pemenangnya adalah golongan putih.Kembali soal banyaknya politisi Senayan yang ditangkap KPK,publik disadarkan tentang mentalitas busuk politisi kita. Menjadi politisi bukan dianggap sebagai wahana ber-khidmad untuk bangsa dan negara,melainkan sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan mengatas namakan rakyat.Jika dinegara lain menjadi kaya dahulu,lalu beralih profesi menjadi seorang politisi,maka di Indonesia yang terjadi kebalikannya.Menjadi politisi dahulu,lalu menjadi kaya.Karena saat menjadi politisi itulah mereka mendapatkan privelage,antara lain kemudahan akan akses modal dan kekuasaanPolitisi Indonesia membangun jejaring/network dalam rangka mendapatkan modal.Idealnya jaringan itu digunakan untuk memperkuat basis massa yang bersangkutan.Anggota DPR di Indonesia justru melupakan basis massa pendukung saat kursi kekuasaan sudah diraih.Mereka baru ingat dengan konstituennya saat menjelang pemilihan umum. Rakyat muak.Dalam berbagai kesempatan,para pakar membuat analisa bahwa ada kesalahan dalam proses rekrutmenanggota DPR.Mereka bukan berasal dari para kader loyal dan militan sebuah partai.Tetapi para pemodal yang berinvestasi di bidang politik.Rakyat sangat sulit menemukan rekam jejak mereka.Yang rakyat tahu para pemodal sudah berada dan mendekat disekeliling tokoh partai.Pendek kata,kolusi!.Andai ada pola pengkaderan yang jelas,maka tak akan ada politisi abal-abal,kutu loncat .(SOLOPOS,17 Maret 2009)

Guru Profesi Tuna Kuasa

Dimanakah letak kekuasaan seorang guru?.Pertanyaan yang cukup menggelitik berkenaan beberapa kejadian aktual akhri-akhir ini.Di Medan ada Komunitas Air Mata Guru yang terbentuk akibat melaporkan adanya kecurangan UAN di sekolah sehingga beberapa guru mendapatkan sanksi dari pengurangan jumlah jam mengajar hingga menjadi guru non job.Bahkan ada yang dipecat.Di SMP Negeri Gatak Sukoharjo sepuluh orang guru dimutasi karena melaporkan adanya penyelewengan yang dilakukan oleh kepala sekolah.(SOLOPOS 12 Agustus 2008).Mengapa masih saja terjadi sikap takut jika ada guru yang bersuara berani membongkar ketidakberesan keadaan di sekitarnya?.Apa yang ditakutkan dari seorang guru yang bersikap jujur terhadap suatu masalah?.Guru jarang menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.Ia berkuasa tetapi tuna kuasa.Kekuasaan guru berada dalam lingkup yang sangat sempit.Berada di dalam kelas.Kekuasaan untuk menghukum atau memberi hadiah kepada anak.kekuasaan memberikan nilai akademik baik dan buruk kepada anak didik.Pendek kata merah hitamnya anak terletak pada guru.Orang tua menyerahkan sepenuhnya keadaan anak kepada guru dan sekolahnya.Dengan kekuasaan itu apa yang dapat dibanggakan oleh guru.Karena kekuasaan yang tidak membanggakan,maka guru jarang menggunakan kekuasaan yang dia miliki.Lalu apa yang ditakutkan?.Ketakutan terbesar kepada guru manakala guru berani turun gunung untuk bertindak atas sebuah penyimpangan.Di Jakarta ribuan guru bantu demo ke gedung DPRD karena nasibnya tidak jelas.Ia bertindak karena dalam keadaan terdesak.Turun ke jalan artinya ada kegiatan belajar mengajar yang dikorbankan.Anak didik ditinggalkan di sekolah untuk urusan nasib.Guru adalah orang yang sadar akan hak dan kewajibannya.Demo seorang guru ibarat sedang mengajar kepada khalayak banyak yaitu hak harus dituntut setelah kewajiban dijalankan.Tidak ada fihak yang dihujat atau disakiti,tak ada bangunan yang dirusak.Kalau sampai guru demo dengan mogok mengajar,maka pemerintah sudah panas dingin.Berbda jika yang mogok kerja dari kalangan sopir.Penguasa dapat mengerahkan sopir cadangan.Semuanya dapat digantikan.Tetapi jika guru mogok mengajar,apakah ada orang per orang yang dapat menggantikan?.Tidak bisa.Anak-anak pasti akan menolak guru pengganti.Hakekat GuruPada masyarakat yang menganut pola hubungan patronase,guru ibarat lautan budi tepian ilmu.Tempat bertanya atas sesuatu masalah,dan menjadi muara atas semua nilai kebajikan.Bahkan pada masyarakat pedesaan yang masih kental pola kehidupan paguyuban,guru tidak cuma dituntut pandai dalam mendidik anak,tetapi juga dituntut sebagai penuntun ke arah jalan terang bagi masyarakatnya.Mereka melihat guru sebagai sosok yang memiliki kewaskitaan dalam melihat sesuatu hal.Ia menjadi sosok yang didengar titahnya laksana seorang raja.Guru adalah profesi yang sedikit cemooh.Masyarakatjuga ada yang tdaik rela jika ada guru yang dicemoo.Orang menjadi sungkan meski kurang berkenan..Guru adalah profesi yang dituntut untuk tidak boleh salah dan keliru.Apalagi sampai berbohong.Jika guru salah menerapkan sebuah konsep,keliru dalam memahami dan menilai sebuah rumusan,maka bisa fatal.Apalagi jika sampai berbohong menyembunyikan kebenaran.Dokter jika salah memberikan resep obat,paling-paling yang jadi korban cuma satu orang.Yaitu si pemakai obat yang salah resep.Tetapi jika guru yang salah dalam memberikan sebuah system nilai kepada anak didik,maka anak satu kelas akan menjadi korban menelan pil kesalahan. Ia juga tidak boleh berbohong.Karena satu kebohongan akan melahirkan kebohongan yang lain. Artinya ada derajat yang lebih tinggi pada profesi keguruan dibandingkan dengan profesi yang lain.Ia berbeda karena menjadi guru bisa berarti menjadi”liyan/other” dalam suatu komunitas.Yang lain boleh saja makan,minum,merokok sambil berjalan.Untuk seorang guru hal itu tabu untuk dilakukan.Berpakaian kaos singlet saat di luar rumah,tidak boleh untuk guru.Keluar rumah harus dalam keadaan rapi,meskipun tidak dituntut berpakaian mewa.Inilah yang dimaksud menjadi”liyan” tadi.Menjadi guru adalah panggilan hati dan jiwa,sebagaimana menjadi seorang pastor dalam agama Katholik atau seorang Bhiksu Budha yang rela untuk hidup berselibat agar menjadi penggembala umat yang baik,atau menjadi seorang serdadu yang berani melaksanakan kontrak mati lebih baik pulang tinggal nama dari pada gagal dalam tugas.Jika bukan karena panggilan hati,seorang guru hanya bisa mengeluh,seorang pastur atau bhiksu akan keluar dari dunianya,dan seorang tentara akan desersi meninggalkan tugas.Menjadi guru artinya juga siap hidup bersahaja nirharta seperti yang di tulis penyair Hartoyo Andangjoyo dalam puisi Dari Seorang Guru Kepada Muridnya.Guru dan kekuasaanMelihat kasus mutasi di SMP I Gatak Sukoharjo,kaca mata orang luar akan melihat bahwa faktor suka dan tidak suka sangat jelas terlihat.Ada ketidakadilan yang nyata.Kita tidak mempermasalahkan mutasi itu.Yang kita permasalahkan adalah prosesnya yang tidak adil dan fair.Jika karena membongkar borok atau penyakit dianggap sebagai sikap membangkang kepada pimpinan,maka sekolah secara keseluruhan akan terjerumus pada jurang yang paling dalam.Memutasikan seorang guru karena ia berbicara tentang kebenaran di satu sisi berhasil,tetapi di sisi lain masyarakat akan memberikan stigma negatif kepada sekolah yang ditinggalkan.Ada filosofi dalam Bahasa Latin,Veritas premitur non opprimitur yang artinya kebenaran memang dapat ditekan,tetapi tak akan dapat dihancurkan.Guru yang tuna kuasa dihadapkan pada tembok kuat bernama kekuasaan.Lalu yang terjadi adalah lomba adu kuasa antara guru dengan kepala sekolah.Karena mutasi sudah di-endorsment oleh penguasa daerah,maka tinggal guru yang menggigit perasaan sendiri.Guru menjadi fihak yang kalah.Kuasa versus tuna kuasa.Yang dilupakan oleh penguasa adalah doktrin primus inter pares atau yang lebih tinggi dari yang sederajat antara guru dengan kepala sekolah.Guru adalah guru,dan kepala sekolah juga guru.hanya saja karena sesuatu hal,ia di tinggikan setingkat lebih tinggi sebab jabatannya itu.Tetapi akarnya tetap,yaitu guru.Ketika seorang guru diangkat menjadi kepala sekolah dengan segenap kewenangannya,maka terjadi pergeseran orientasi.Sebagai guru ia dituntut untuk terus dan terus mencari kebenaran/truth searching,sedangkan sebagai pejabat ia harus mencari kekuasaan/power searching.Kebenaran itu nisbi,kekuasaan itu relative.Agar dapat menjadi sesuatu yang eksak dan dapat diterima semua fihak,harus didasarkan pada nilai atau norma bersama/common sense.Mencari kebenaran dan mencari kekuasaan jika digabungkan dapat menjelma menjadi mencari kesempurnaan hidup/Hanggayuh kasampurnaning hurip (Search of ferfect life).Karena berada di dua kutub yang berlainan,maka yang menjadi korban adalah murid dan sekolah sebagai lembaga.Memutasi 10 orang guru dalam waktu yang besamaan,pasti akan membuat roda organisasi pincang.Mutasi yang idiealMutasi seorang pegawai negeri sipil dan militer sudah jelas aturannya.Seseorang dapat dimutasi karena akan menduduki posisi dan jenjang karier lebih tinggi,tenaga dan fikirannya diperlukan di tempat yang baru atau juga bisa berupa hukuman.Jika mutasi itu sebagai sarana promosi pasti tak akan ada penolakan.Begitu uga mutasi karena tenaga yang bersangkutan diperlukan di organisasi lain bisa dimaklumi.Bahkan mutasi karena bersdikap hukuman pasti yang bersangkutan juga akan menyadari dan memahami.Namun mutasi yang didasarkan pada syak wasangka untuk menyingkirkan orang yang tidak disukai pada hakekatnya mematikan karier dan masa depan seseorang.Seorang pimpinan memiliki kekuasaan penuh dalam hal pemberian penilaian/kondite anak buahnya.Namun prinsip kehati-hatian tetap harus dijunjung tinggi.Tanpa prinsip kehati-hatian yang timbul adalah suasana kerja yang tidak kondusif dan menimbulkan gejolah bagi jalannya sebuah organisasi.Memang sulit memuaskan semua fihak.Tetapi memuaskan yang sedikit juga hal terpuji.Kekuasaan itu membutakan, ia tidak bisa mengenali kawan.Kekuasaan itu memabukkan,maka ia membuat orang mudah lupa.Dan sebagaimana kata Lord Acton,bahwa kekuasaan itu cenderung korup.Maka setiap jengkal ranah kekuasaan harus tetap di jaga,dikontrol bersama.Kekuasaan kepala sekolah dan guru harus dijaga dan diawasi oleh oleh masyarakat.Masyarakat yang abai akan menyuburkan penyelewengan.Guru yang abai terhadap segala tindakan buruk kepala sekolah akan menjadikan sang kepala sekolah sebagai tiran.Masyarakat memerlukan pendidikan yang dijalankan dengan penuh tanggung jawab.Konsep Good Coorporate Gavernance di terapkan agar sekolah tertata dan terkelola dengan baik.Peranan kepala sekolah sebagai manager tidak serta merta imun dari kritik dan pengawasan.Masalah terbesar bagi kepala sekolah dewasa ini adalah rendahnya kualitas penguasaan dasar-dasar menejemen kepemimpinan.Di sekolah ada lingkaran setan antara guru dengan kepala sekolah yang selamanya tidak akan bertemu dan menyatu.Anak buah yang kritis dianggap sok tahu.Anak buah diam dianggap bodoh.Guru juga memiliki pandangan lain.Jika kepala sekolah tegas dianggap sok kuasa.Kepala sekolah tidak tegas dianggap tidak becus memimpin.Untuk menghilangkan lingkaran setan tersebut adalah terjalinnya sikap saling menghormati antara guru dengan kepala sekolah.Tidak adigang adigung adiguna.Lembaga pendidikan yang disinyalir ada ketidakberesan pasti pengelolanya ada unsur.Mestinya lembaga steril dari unsur pamrih.Ia harus dikelola dengan semangat dan laku mesu budi/askestis.Tidak silau oleh materi.Orang yang memiliki pamrih cenderung lupa.Bila pendidikan di dalamnya ada pamrih,maka hukum dagang yang akan dijalankan.Melihat sesuatu dengan pendekatan untung rugi.Sekedar contoh,tentang pejabat pendidikan yang dijadikan tersangka karena kasus mark up buku ajar.Sungguh ironis.Mestinya pamrihnya satu yaitu majunya dunia pendidikan agar setara dengan negara-negara lain,minimal sesama ASEAN.Lembaga pendidikan juga harus dijauhkan dari politik kekuasaan.Politisasi pendidikan akan meminggirkan pendidikan,dan hanya menjadikan dunia pendidikan sebagai obyek.Dengan menjauhkan pendidikan dari politik,maka ia akan terhindar dari politisasi.Issue tentang pendidikan gratis yang dikumandangkan saat kampanye legislative,pilpres,pilgub,pilbub/pilwalkot merupakan sebuah hal yang menyesatkan masyarakat.Pendidikan gratis adalah pembodohan dan penumpulan daya kritis masyarakat.Mirip tukang obat pinggir jalan yang bisa meramu satu obat untuk ratusan penyakit.Pendidikan politik tidak sama dengan politik pendidikan.Mengakhiri artikel ini,ada baiknya kita merenungkan sebuah syair tentang mulyanya seorang guru dari Jazirah Arab.Ada orang tidak mengerti,tetapi ia tidak mengerti bahwa ia tidak mengerti,maka jauhilah dia!.Ia orang bodoh yang malas belajar.Ada orang mengerti,tetapi ia tidak menegrti bahwa ia mengerti,maka bangunkanlah dia!.Ia orang pintar yang selalu tertidur.Ada orang tidak mengerti,dan ia mengerti bahwa ia tidak mengerti,maka ajarilah dia.Ia seorang murid yang ingin pintar.Ada orang mengerti,dan ia mengerti bahwa ia mengerti,maka kumpulilah dia.Ia adalah guru!.Vivat academica,Vivent Frofesore! (SOLOPOS 27 Agustus 2008 )

Guru Swasta Tabah Sampai Akir

Jika diibaratkan salah satu organ tubuh,keberadaan guru swasta ibarat lidah.Ia ada di mulut kita,tetapi tidak pernah kita rasakan.Baru terasa bahwa kita memiliki lidah setelah terkena sakit sariawan.Obatnya juga sangat sederhana dan murah yaitu tablet hisap vitamin C yang dijual bebas di warung-warung.Dan mengobati sakit sariawan bukanlah prioritas utama dari sebuah penyakit.Padahal kita tahu bahwa sakit sariawan menjadikan badan meriang karena mulut tidak enak dipakai makan.Keberadaan guru-guru swasta memberika manfaat langsung dan mendukung program negara,tetapi tidak diakui.Mereka ada tetapi pemerintah tidak melihatnya.karena kaca mata yang digunakan berbeda.Peran dan tanggung jawab guru swasta sama vitalnya dengan peran dan tangung jawab guru negeri (PNS) dalam mensukseskan kemajuan pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.Tidak ada yang beda antara guru swasta dan PNS.Mereka diberi target yang sama.Tetapi ibarat serdadu yang akan berperang,amunisi yang diberikan berbeda.Guru PNS diberi senapan,sementara guru swasta diberi ketapel.Guru berstatus negeri sangat diperhatikan nasibnya,tetapi guru swasta diabaikan oleh negara.Wujud dari pengabaian itu adalah tidak adanya perhatian dari pemerintah berupa tunjangan perbaikan penghasilan yang memadai kepada guru-guru swasta yang umumnya menerima upah yang jauh di bawah upah minimum untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum dari pemerintah.Bagi sekolah/lembaga pendidikan yang mampu memang pendapatan guru sudah memadai.Tetapi sangat jarang karena pada umumnya sekolah swasta di Indonesia termasuk dalam kategori tidak mampu.Yang dikelola dengan manajemen sederhana.Di kota Surakarta masih ada guru swasta yang memperoleh gaji Rp 150.000,00/bulan.Dapat dibayangkan bagaimana standard kehidupan yang dijalani oleh keluarga guru tersebut dengan gaji sebesar itu.Pada tahun Pelajaran 2006/2007 guru swasta memperoleh insentif dari pemerintah pusat sebesar Rp 200.000,00/bulan yang diberikan secara rapel setiap 6 bulan.Tetapi masih banyak guru yang belum memperoleh insentif tersebut karena fihak Dinas Pendidikan yang memverifikasi data guru ternyata administrasinya amburadul.Sikap abai berikut yang datangnya dari pemerintah adalah masih sangat minimnya guru swasta memperoleh akses untuk memperoleh sertifikasi guru sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen.Pesentase antara guru PNS dengan guru Swasta 95:5.Padahal Undang-Undang Guru dan Dosen merupakan satu-satunya pintu masuk untuk memperbaiki kualitas mengajar guru dan kualitas kehidupan guru.Guru-guru swasta juga jarang sekali mengikuti forum-forum ilmiah/penataran yang dapat menunjang profesionalisme dalam mengajar.Hal ini dapat dilihat dari data LPMP Jawa Tengah di Srondol yang dalam setiap kegiatan pelatihan peningkatan mutu tenaga kependidikan jumlah peserta dengan latar belakang guru swasta sangatlah minim.Padahal ditengah perubahan ilmu pengetahuan yang sangat gencar,maka tuntutan kearah peningkatan mutu pendidik melalui pendidikan dan latihan menjadi hal yang sangat penting.Jika kita toleh ke belakang,perolehan medali emas,perak dan perunggu dari ajang Olimpiade Fisika,Biologi dan Matematika Internasional yang diikuti oleh siswa siswi dari Indonesia yang umumnya berasal dari sekolah-sekolah swasta (Tempointeraktif, 9 September 2007).Dominasi itu membuktikan bahwa ada perbedaan etos mengajar yang berujung pada pencapaian prestasi anak dan sekolah.Hal ini bisa dimaklumi karena sekolah swasta akan terpinggirkan dan ditinggalkan oleh masyarakat apabila tidak mampu memperoleh prestasi akademik yang memadai.Perolehan prestasi yang tinggi akan berimbas pada tingginya minat masyarakat untuk masuk menyekolahkan anaknya di sekolah itu.Konsekwensinya adalah para guru swasta berlomba-lomba menjadikan prestasi sekolah sebagai target utama.Etos yang demikian tampaknya tidak dimiliki oleh guru-guru dari sekolah negeri.Ada anekdot dari guru PNS,meskipun tahu bahwa besok sekolah akan tutup,seorang guru PNS tetap mau jika ia dimutasi ke sekolah tersebut.Anekdot itu bermakna bukan karena loyalitas dan dedikasi,tetapi karena periuk nasinya tetap mengepul meskipun tempat kerjanya tutup.Tidak ada dampak langsung dari hubungan sebab akibat.Bagaimana agar guru swasta tidak termajinalisasi?.Lewat pintu manakah pemerintah mengangkat harkat guru-guru swasta?.Jawabanya sangat sederhana,yaitu menghilangkan sikap ambievalen.Ambievalensi pemerintah inilah yang menjadikan sebab guru swasta terpinggirkan ditengah karya besar dalam mensukseskan pendidikan nasional.Ambievalensi itu berujung pada sikap diskriminatif terhadap keberadaan guru.PP 46 tahun 2005 yang hanya memberikan ruang bagi guru bantu yang dibiayai oleh anggaran APBN/APBD yang memperoleh akses kuota penerimaan calon PNS semestinya dicabut oleh Menpan.Peraturan Pemerintah tersebut menjadi ganjalan paling nyata bagi guru-guru swasta yang tidak dibiayai dari APBN/APBD.Karena PP tersebut praktis memuluskan Guru Bantu untuk memperoleh kesempatan pertama menjadi guru PNS.Sementara guru-guru swasta yang digaji leh yayasan hanya menjadi penonton di luar lapangan.Pilihan yang lain juga ada,semisalnya dengan mengangkat guru-guru swasta menjadi pegawai negeri.Tapi pasti akan timbul pertanyaan,dari mana anggarannya?.Yang bertanya pastilah mereka yang hipokrit dan tidak memahami.Kuncinya:Taati UUD 1945 yang dengan jelas memberikan alokasi 20% APBN untuk sektor pendidikan!.Apalagi dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang memasukkan gaji guru ke dalam alokasi anggaran pendidikan yang 20% tersebut.Menungggu sikap pemerintah agar menjadi peka terhadap nasib guru swasta juga bukan pilihan mudah di tengah situasi dan tingginya biaya hidup sekarang. Keberpihakan terhadap nasib mereka sangat diperlukan.Keberpihakan yang dimaksud adalah segenap komponen yang peduli terhadap pendidikan dan nasib guru berani mendorong pemerintah agar lebih bisa menghargai harkat dan profesi keguruan.Ketika ada edaran dari Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan tentang program impassing guru,ada sikap harap-harap cemas dari guru swasta.Apakah impassing guru akan membawa dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan guru menjadi benar adanya?.Perlu waktu yang lama dan menuntut kesabaran yang tinggi untuk menunggu hasilnya.Karena data guru yang sudah impassing dan memperoleh NUPTK juga tumpang tindih.Meskipun dasar hukumnya sangat kuat yaitu Undang-Undang Guru dan Dosen.Permasalahan terbesar departemen ini adalah terletak pada eksekusi akhir yang sangat lamban dan lemah serta sarat dengan praktek KKN.Departemen Depdiknas menurut Buya Syafi’i Ma’arif termasuk dalam 3 departeman yang berhubungan langsung dengan nasib bangsa tetapi dikelola dengan semangat KKN, yaitu Departemen Kesehatan dan Departeman Agama.
Dimuat di Harian Umum SOLOPOS tanggal 14 Juli 2008

Solo kota budaya bukan metamorfosa

Pada masa Orde Baru semua kabupaten dan kota di seluruh Indonesia berlomba-lomba membuat semboyan yang bertujuan untuk meraih predikat sebagai kota terbersih dengan penghargaan berupa Piala Adipura.Penghargaan ini diperoleh dengan berbagai macam upaya yang cenderung manipulatif karena peran serta masyarakat diabaikan.Penguasa daerah mempunyai harapan bahwa apabila berhasil meraih penghargaan Adipura maka kariernya akan melesat naik.Ada yang rancu dalam hal ini.Karena dengan menafikan peran serta masyarakat sejatinya masyarakat tidak merasa memiliki kota,mereka menjadi terpinggirkan,akibatnya mereka menjadi apatis.Piala Adipura yang diraih kemudian dibuatkan tugu di pintu masuk ke kota.Maka yang tampak bukan rasa bangga dari masyarakat tetapi arogansi penguasa terhadap rakyatnya.Terjadi proses reifikasi atau penumpulan daya kritis masyarakat.Tidak ada interaksi antara pemerintah dengan rakyatnya.Yang ada hanyalah pamer kekuasaan.Begitu juga dengan kota Solo yang memiliki semboyan Solo Berseri.Apa sejatinya semboyan itu?.Tidak ada makna yang lebih mendalam selain sekedar ungkapan atau semboyan belaka.Ketika keadaan berubah ada keinginan untuk menampilkan identitas diri yang mengacu pada potensi yang ada dalam diri kota Solo.Mula-mula dalam kampanye pemilihan langsung walikota semboyan yang dipakai adalah Berseri Tanpa Korupsi.Semboyan ini cenderung lebih bersifat politis karena bertujuan untuk menarik pemilih.Disusul Solo Future is Solo Past.Tapi gemanya tidak tampak.Sekarang menjadi Solo Kota Budaya.Sangat sederhana,simple dan langsung ke sasaran.Identitas itu mulai digemakan sejak Walikota Ir.Joko Widodo tampil menjadi walikota Solo.Semboyan itu adalah Solo Kota Budaya.Apa yang menarik dari semboyan Solo Kota Budaya?.Esensi yang terkandung di dalam semboyan itulah yang menarik.Budaya atau kebudayan adalah totalitas eksperimentasi pengalaman kehidupan suatu bangsa.Totalitas tersebut menemukan hasil/resultannya berupa kebudayaan,yang merupakan intisari dari olah fikir sebuah bangsa.Kebudayaan adalah proses panjang.Ketika sebuah kota melabeli diri menjadi Kota Budaya sebagaimana kota Solo sejatinya kota tersebut yang direprentasikan lewat kebijakan pemimpinnya telah menemukan jati dirinya.Pemilihan menjadi kota budaya menjadikan kota Solo menemukan hakekat yang selama ini hilang yaitu identitas kultural yang tidak dimiliki oleh kota lain,yaitu keunggulan budaya.Keunggulan itulah yang harus dieksplorasi agar masyarakat merasa dituntun menuju ke arah pencerahan ( enlightment ),yang akan menghasilkan pemberdayaan (enpowerment).Muara dari itu semua adalah masyarakat Kota Solo menemukan kembali (re inventing) jati dirinya.Hasil akhir dari semua proses tersebut adalah kebudayaan yang utuh,meliputi seluruh tata nilai,pola fikir dan tingkah laku masyarakat.Kota Solo memilih label sebagai Kota Budaya,pada hakekatnya label dan ciri tersebut adalah penanda yang sifatnya non fisik.Penanda non fisik adalah penanda bersifat kultural.Harapannya adalah masyarakat kota Solo dapat menjadi ujung tombak perilaku berbudaya (Jawa ) yang mengedepankan sikap lembah manah,ambeg parama arta dan lain-lain.Semboyan Solo Kota Budaya membawa konsekwensi kepada semua elemen masyarakat kota Solo.Konsekwensi itu adalah rasa untuk ikut mendukung semboyan itu yang dimanifestasikan berupa totalitas rakyat Solo.Ini menjadi tantangan yang paling besar karena tipologi masyarakat Solo yang terdidik dan memiliki sikap kritis bahkan pembangkangan,apabila semboyan Solo Kota Budaya tidak menyentuh kehidupan masyarakat banyak dan hanya menjadi komoditas elit kota.Mengapa harus Solo Kota Budaya?Menjadikan Kota Solo sebagai Kota Budaya bukan semata-mata karena persentuhan dengan kehadiran kehidupan keraton yang masih tetap eksis.Posisi keraton dalam wacana Solo Kota Budaya adalah sebagai spirit dan penanda bagi masyarakat kota Solo dalam berinteraksi dengan masyarakat daerah lain.Solo Kota Budaya juga bukan merupakan proses metamorfosis sebuah kota.Karena sejatinya inti dari kota Solo adalah kebudayaan itu sendiri.Kebudayaanlah yang membentuk kota Solo,bukan kota Solo yang membentuk kebudayaan.Kebudayaan yang meliputi dan bersinggungan dengan semua aspek kehidupan,misalnya sikap santun dalam tata pergaulan,dan tata kehidupan baik yang sakral mulai dari ritual menyambut kelahiran hingga ritual melepas sebuah kematian sampai yang profan berupa budaya abangan yang tidak dijumpai di daerah lain.Menjadikan Solo Kota Budaya memberikan sudut pandang lain dari kota Solo yang sudah terlebih dahulu menjadi kota perdagangan dan jasa dari kaca mata ekonomi.Masyarakat yang sudah terasah dan memiliki kepekaan dalam segi kebudayaan,menjadikan pemerintah kota tinggal memoles semua potensi itu menjadi sebuah keunggulan lokal/local genius.Sebagai contoh tentang penggunaan huruf Jawa dalam penulisan nama instansi pemerintah,swasta dan lembaga pendidikan.Langkah ini meskipun banyak menuai kritik adalah langkah berani.Negara China,Thailand,Jepang,India,Rusia,Arab sudah lebih dahulu menggunakan huruf lokal berdampingan dengan huruf Latin,mengapa kita tidak memperkenalkan huruf Jawa kepada khalayak banyak?.Mereka yang memiliki pandangan berbeda mungkin tidak bercermin,bahwa kita memiliki keunggulan yang pantas untuk dibanggakan.Tidak ada hal yang tampak berlebihan dari program penulisan aksara Jawa di kantor-kantor.Permasalahn terbesar adalah ternyata sekarang ini banyak masyarakat kota Solo dari semua lapisan usia yang belum melek aksara Jawa.Maka tidak mengherankan apabila masih terjadi bongkar pasang papan nama gara-gara kesalahan penulisan ejaan.Wajar saja karena semua masih dalam tahap pembelajaran.Proses trial and eror tidak bisa dielakkan.Hal yang bisa dijual.Jika pemerintah kota Surakarta berani mengambil semboyan Solo Kota Budaya,timbullah pertanyaan dalam benak masyarakat kota Solo.Apa sejatinya yang bisa ditunjukkan kepada dunia luar dari kota ini?.Tidak terlalu sulit untuk menjawabnya.Di kota Solo sangat banyak atraksi yang bisa ditampuilkan.Mulai dari aspek budaya,sejarah dan wisata kuliner.Semuanya tinggal digarap dengan professional agar tidak timbul kesan asal-asalan tanpa perencanaan yang matang.Pembangunan Kampoeng Batik Laweyan dapat dijadikan pintu masuk untuk menapaki setiap relung kota.Kampung yang penuh dengan bangunan tembok tinggi menarik minat orang untuk lebih mengenal.Juga sejarah panjang tentang juragan batik yang umumnya dipegang oleh kaum perempuan.Aspek histories dari wisata Kampoeng Batik Laweyan tidak dimiliki oleh daerah penghasil batik di daerah lain,misalnya dari Pekalongan,Yogyakarta,Lasem atau Madura.Pembangunan City Walk di sepanjang jalan Selamet Riyadi yang akan dijadikan pusat jajan malam hari juiga sangat mungkin untuk menjadi atraksi kolosal.Ketika daerah atau kota lain tidak memiliki ruang publik yang luas dan bebas dari pedagang kaki lima,keunggulan city walk menjadi keniscayaan.Tidak tertutup kemungkinan bahwa jalan Slamet Riyadi akan menjadi Orchard Road-nya kota Solo.Skeptisme publik memang menghantui setiap kebijakan karena dikawatirkan dapat meminggirkan kalangan bawah.Tetapi pemerintah kota Surakarta dapat mengatasi skeptisme menilik sikap pemerintah kota yang tidak memarjinalkan kamu bawah.Sebagai contoh adalah penanganan pedagang kaki lima.Event terakhir yaitu Solo Batik Carnival suatu saat akan bisa mendunia jika dikemas dengan matang.Kita semua berharap bahwa SBC menjadi kalender tetap bagi kota Surakarta sebagai sarana promosi kepariwisataan.Langkah paling baik adalah melibatkan semua masyarakat kota Solo yang memiliki kepekaan artistik karena Solo Batik Carnival pada hakekatnya adalah karnaval kesenian yang dikemas dalam kebudayaan bernama batik.Ini untuk menambah pesona yang selama ini sudah ada berupa wisata budaya di keraton.Kita memang patut prihatin karena ditengah promosi Solo Kota Budaya ada objek wisata sejarah Benteng Vandenburg yang akan didirikan hotel berbintang diatasnya.Bahwa ternyata pemodal lebih berkuasa.Sehingga bangunan warisan budaya dapat dengan mudah beralih fungsi menjadi bangunan komersial.Tantangan besar ke depan.Budaya suatu bangsa adalah sebuah produk.Ia akan menghadapi pasang surut pemakainya.Ia juga berhadapan dan bertanding dengan budaya bangsa lain.Dalam era tehnologi yang semakin berkembang dan menjadi maju terjadi proses penyaringan dan penyerapan budaya baru yang lebih popular,kolosal yang dicitrakan oleh media.Apa langkah yang harus kita ambil?.Kita tidak bisa menutup mata terhadap masuknya budaya asing,apalagi membendung masuknya budaya itu.Yang dapat kita lakukan adalah memberikan filter agar budaya kota Solo tidak terpinggirkan dan tergerus oleh budaya asing.Filter itu berupa menumbuhkan kebanggaan berbudaya kepada generasi muda sebagai konsumen budaya popular.Jika kita mengabaikan mereka,maka identitas kultural kita semakin lama semakin hilang.Seberapa banyak generasi muda kita yang menyukai kesenian wayang kulit,ketoprak dan wayang orang?.Seberapa banyak generasi muda kita yang dapat menyanyikan gending mocopat?.Sangat sedikit,kalau tidak boleh dikatakan tidak ada.Sebabnya adalah tidak adanya langkah yang tepat dalam merangkul kaum muda.Mereka justru dipinggirkan dari kebudayaanya.Hal ini sangat merisaukan,Karena merekalah pewaris sejati dari kebudayaan tradisional itu.Seberapa banyak event budaya yang digelar di kota Solo yang bertujuan menarik kaum muda mencintai dan kembali ke akar tradisi?.Sangat jarang.Kalau ada berlangsung di kalangan yang sangat terbatas.Lokasinyapun sangat jauh dari keterjangkauan khalayak ramai.Sebagai contoh Taman Budaya Jawa Tengah yang lokasinya sangat jauh dari pusat kota dan pusat konsentrasi masa.Taman Sriwedari juga sudah tidak menarik lagi.Kumuh dan kusam.Tidak mencerminkan sebuah balai budaya.Orang yang skeptis menyebutnya sebagai rumah kere.Padahal pada masa lalu penghuni Taman Sriwedari yang merupakan situs budaya sangat bangga akan keberadaannya sebagai rumah seniman.Sementara pentas musik popular yang menghadirkan grup band hamper tiap minggu berlangsung di kota Solo dengan penuh gemerlap dan ekspos besar dari media.Karena ada sponsor yang masuk.Mengapa hal itu tidak terjadi pada pentas seni tradisional?.Jawabnya adalah aspek komersial dan umpan balik berupa nilai tambah tidak ada.Tidak ada promosi yang meletu-letup.Tapi pentas kesenian hanya promosi dari mulut ke mulut.Sangat ironis memang.Pasang surut kebudayaan dari yang tradisional/kuno hingga yang kontemporer memang bisa terjadi dan melanda negara manapun.Dan tidak hanya kita di Indonesia saja yang kuwatir akan kelangsungan sebuah budaya. (Artikel ini dimuat di Harian Umum Joglosemar tanggal 1 Juli 2008