Kamis, 26 November 2009

Tanggap ing sasmita

Solopos,12 November 2009
Dalam sebuah pentas ketoprak di daerah Jepara dengan lakon Sunan Kalijaga,Kanjeng Sunan Kalijaga bertemu dengan seekor ular yang hendak menelan katak.Kanjeng Sunan Kalijaga lalu berteriak,”Hu…hu…hu!” sambil mengibaskan jubah.Lalu ular itu kaget dan melepaskan mangsanya.Sang katak yang tidak kalah kaget matur kepada Kanjeng Sunan mengapa beliau berkata hu.Jawab Kanjeng Sunan hu artinya huculna atau lepaskan!.Sang katak menjadi mahfum.Lalu sang ular matur hal yang sama.Kanjeng Sunan menjawab bahwa hu artinya huntalen atau telanlah.Kanjeng Sunan sedang berdakwah hakekat,makrifat dan syariat kepada makluk hidup tidak terkecuali dengan binatang.Mereka yang memiliki hakekat,makrifat dan syariat pasti memperoleh pencerahan hidup/inlightment.
Kewaskitaan ,intellectual wisdom seorang Sunan pasti sangat tinggi dengan derajat ilmu yang sundul langit dan keluhuran budi pasti hanya dapat dipahami oleh mereka yang juga memiliki derajat yang sama.Katak dan ular tidak mampu memahami kewaskitaan Kanjeng Sunan.Namun yang jelas katak lolos maut dan ular,sebagai mahkluk dengan kasta lebih tinggi jadi terbuka hatinya dan harus belajar membaca isyarat yang bakal terjadi.Kanjeng Sunan tidak berdosa andai ular jadi menelan katak atau dilepaskan.
Tanggap ing sasmita,atau peka terhadap tanda-tanda adalah berjalannya indera keenam manusia untuk mambaca keadaan sekelilingnya.Kepekaan terhadap sebuah hal yang menyaru dalam berbagai bentuk,macam dan isyarat adalah pertanda terasahnya hati dan bersihnya nurani.Tanpa hati yang terasah dan nurani yang bersih jangan harap mereka mampu membaca tanda-tanda itu.
Apa jadinya jika sebuah lembaga DPR,yang merupakan wakil rakyat,membawa aspirasi rakyat tidak tanggap ing sasmita dengan berjalan menuruti kemauannya sendiri?.Saat rakyat marah karena lembaga kepolisian diatur-atur oleh segelintir orang untuk menyelamatkan segelintir orang,namun DPR dibela,diapresiasi kinerjanya?.Kemana telinga mereka semua itu sehingga menjadi Humas Polri?.
Opini publik adalah hal yang mendasar untuk didengar jika seorang penguasa tidak ingin terjungkal dari kursi kekuasaan.Melawan opini publik artinya melawan arus besar.Seberapa kekuatan yang mereka miliki untuk mampu menahan kekuatan arus tersebut?. Mengapa anggota Komisi III DPR malah melawan arus utama pendapat rakyat?.Jawabanya sangat sederhana mencari selamat,sebab DPR juga lembaga yang korup.Jadi mirip semboyan bus kota,sesama bus kota dilarang saling mendahului. Sulit mengharapkan mereka menjadi penyeimbang dan bersikap kritis.
Sikap waskita seharusnya dimiliki oleh pejabat negeri ini dari presiden hingga jajaran paling bawah pemerintahan.Saat facebooker bertemu di Bundaran HI dan berteriak KPK…Hidup!,Cicak….Berani!,SBY….Bangun! sejatinya pesan/sasmita yang disampaikan sangat jelas yaitu keberpihakan kepada rakyat banyak bukan pada segelintir orang.KPK harus tetap hidup karena tinggal institusi inilah yang mampu membawa koruptor ke penjara.Cicak harus berani sebab ia adalah lambang kelemahan rakyat jelata.SBY harus bangun sebab selama ini rakyat tidak “melihat” SBY.Mereka itu rakyat yang memiliki kekuasaan yang diamanahkan pejabat itu. Vox populi vox Dei,suara rakyat itu suara Tuhan.
Praktisi dan pakar komunikasi mengatakan bahwa dalam sebuah negara demokrasi setidaknya ada tiga kekuatan yang harus didengar oleh penguasa.Pertama adalah opini publik yang terbangun oleh media masa yang bebas,kedua rumor/gosip politik dan yang ketiga adalah parodi politik.Masing-masing memiliki kekuatan dahsyat yang mampu menurunkan atau menaikkan seseorang.
Media masa dengan berbagai macam jenisnya mampu membuat opini publik bersatu.Saat Bibit dan Chandra Hamzah ditahan oleh Polri maka opini publik terbangun mengerucut bahwa langkah tersebut meski dibenarkan oleh hukum namun rakyat sudah berpendapat bahwa langkah itu adalah upaya pelemahan KPK.Rakyat tahu bahwa kepolisian adalah lembaga korup,dan rakyat percaya dengan kinerja KPK selama ini yang sukses dalam menggayang koruptor.Maka mereka tidak terima dengan langkah kepolisian yang menahan komisioner KPK,jutaan facebooker memberi dukungan kepada dua pimpinan KPK.
Kekuatan kedua adalah gossip politik.Semakan besar gossip politik melanda sebuah negara,maka semakin besar pula ketidakpastian di negara tersebut.Dalam kasus KPK gossip yang beredar adalah kepolisian dan kejaksaan gerah dengan langkah KPK dan selalu mendapat apresiasi rakyat,sementara kepolisian dan kejaksaan tidak mendapatkan hal yang sama.Gosipnya yaitu perkara yang masuk ke kepolisian dan kejaksaan semuanya dapat diatur skenarionya.Buktinya adalah banyaknya terdakwa yang bebas di pengadilan,di SP3 oleh kejaksaan.Bukti lain adalah rekaman pembicaraan Anggoro yang disadap KPK.
Kekuatan terakhir yaitu parodi politik.Parodi adalah humor.Dan sifat humor adalah memperlemah ketajaman.Memparodikan tokoh politik ibarat memberi persfektif lain atas sebuah kasus yang menimpa seseorang tokoh politik.Ia jenaka namun menohok dengan telak.Istilah “cicak vs buaya” adalah contoh dari parodi karikatural yang tidak akan mampu dilarang oleh seorang Kapolri atau Menkominfo.
Istilah cicak vs buaya sudah merasuk dalam sendi dan denyut jantung rakyat,jadi tak akan ada sebuah kekuatan yang mampu menghadang.Penggunaan percakapan Anggodo dengan seseorang menjelma menjadi nada sambung pribadi.Parodi akan semakin bernilai jika keadaan sebuah negara masih tidak berjalan sesuai kehendak.Parodi akan kehilangan daya gigit jika negara dijalankan secara normal.Mereka yang memparodikan sesuatu yang normal akan berhadapan dengan rakyat yang puas dengan keadaan.
Ketika rakyat menyaksikan acara dengar pendapat antara Kapolri dengan Komisi III yang penuh puji dan sanjung,maka DPR menuai kecaman.Sebabnya adalah antara realitas masyarakat dengan yang dikatakan oleh DPR jauh menyimpang.Ada crowded di ruang Komisi III bukan karena mikropon yang macet,tetapi lebih dari pada itu yaitu DPR tidak tanggap ing sasmita dengan berbicara menurut retorikanya sendiri.Mereka bekerja jauh dari hakekat,makrifat dan syariat maka keblinger jadinya.
Rakyat mencintai institusi KPK,kepolisian dan kejaksaan serta menginginkan kedua lembaga ini diperkuat sehingga kredibel dan profesional dalam memberantas korupsi.Yang diserang rakyat selama ini bukan institusi tetapi oknum.Kasihan polisi dan jaksa yang jujur sebab mereka terkena imbas.Saya berharap Kanjeng Sunan Kalijaga muncul saat dengar pendapat DPR dengan KPK,Kapolri dan Jaksa Agung dalam minggu ini seraya berkata ”Hu!” kepada KPK, kepolisian dan kejaksaan.Apa artinya “hu” itu Kanjeng Sunan Kalijaga?.Hukumlah koruptor dan mereka yang salah!.Lalu Kanjeng Sunan juga berkata,”Hu..!” kepada anggota DPR.Mereka bertanya,”Apa artinya Kanjeng Sunan?”.Kanjeng Sunan Kalijaga menjawab”Huuuuuuuuu!”.

Mempertimbangkan Pilkada Solo

Suara Merdeka,5 November 2009
Suhu politik di Kota Solo mulai menghangat terkait dengan pemilihan walikota tahun 2010.Semua partai politik sudah mulai sibuk bermanuver untuk menimang-nimang atau mencari calon yang akan diadu.Semua bisa dipahami karena hajatan pilwalkot tinggal 1 tahun.KPUD Kota Surakarta sudah mulai tahapan pilkada mulai bulan September 2009.Tulisan semoga menambah energi bagi Jokowi agar tidak ragu untuk maju. Eman-eman jika kepemimpinan yang bagus berhenti di tengah jalan.
Yang menjadi pusat perhatian bagaimana dengan incumbent Walikota Joko Widodo.Apakah ia akan maju lagi atau tidak.Kalau maju kendaraan apa yang akan digunakan?.Karena dalam berbagai kesempatan berbicara dengan media ia mengisyaratkan tidak maju lagi dan memilih kembali ke dunia bisnis.Dalam kesempatan lain secara eksplisit belum mengungkapkan secara terbuka karena lebih berkonsentrasi dengan tugas membangun kota yang menurutnya belum sesuai dengan target dan harapannya.
Dalam ranah politik statement Jokowi adalah test the water.Untuk mengetahui bagaimana respon publik.Siapa lawan yang akan dihadapi dan bagaiamana strategi untuk meraih kemenangan.Apabila respon masyarakat mengatakan masih menginginkan figur Jokowi maka ia akan maju.Namun faktor dan pertimbangan keluarga juga harus diperhatikan.Kepada kalangan dekat Jokowi mengatakan,perhatian dia kepada keluarga yang harus diutamakan.Tidak mungkin Jokowi maju tanpa restu dan dukungan keluarga.
Jika dalam perpolitikan nasional ada fenomena SBY yang meski - secara anekdot-dipasangkan dengan sandalpun akan jadi,maka dalam politik lokal Solo ada Jokowi.Siapapun pendampingnya dan partai manapun yang mengusung dapat dipastikan akan menang.Masyarakat kota Solo sudah mengetahui kiprah dan kinerjanya dalam menata wajah kota.Ia membangun kota,bukan merusaknya.Ia memperbaiki dan memberdayakan warga kota sehingga rakyat banyak merasa diuwongke.Ia merangkul semua elemen dalam membangun kota.
Jika wajah kota adalah cermin wajah pemimpinnya,maka Solo yang semakin cantik dalam bersolek maka itulah wajah Jokowi. Monumen Banjarsari sebelum tahun 2003 yang kumuh tak tertata karena pedagang klitikan oleh Jokowi kawasan itu ditata,pedagang dipindah setelah mengadakan 54 kali pertemuan ke Pasar Notoharjo dengan prosesi bedhol pasar.Padahal 3 walikota sebelumnya sudah menyerah.Pasar tradisional ia benahi sehingga mampu menyumbang retribusi melebihi super market modern.
Prestasi terbesar Jokowi bukan pada hal-hal yang bersifat fisik,namun non fisik yaitu kemauan memberdayakan warga kota sehingga merasa memiliki kota dan berujung rasa memiliki walikota.Ini modal yang tidak setiap kepala daerah mampu meraih dan memilikinya.Ia partisan namun semua warga dari berbagai macam warna bendera ikut memiliki.
Keberhasilannya dalam menata,telah menjadi preseden bagi para kepala daerah yang lain di Indonesia.Maka tidak mengherankan jika Majalah Tempo menempatkan Jokowi sebagai salah satu dari 10 kepala daerah Tahun 2008 yang visioner, banyak inovasi dan terobosan calon pemimpin yang menjanjikan.(Tempo 22/12/08)).Pendekatannya dalam membangun Kota Solo menjungkir balikkan paradigma kepala daerah yang mengangap bahwa setiap kekumuhan kota harus diselesaikan dengan cara menggusur yang berujung kepada kekerasan.
Para pedagang informal yang umumnya merusak wajah kota, ia ajak berdialog mencari jalan keluar.Jarang ada berita penggusuran di kota Solo yang disertai dengan tindakan kekerasan Ia tak ingin menempuh cara gampang: panggil polisi dan tentara, lalu usir pedagang itu pergi.Ia beralasan dagangan itu hidup mereka,bukan cuma perut sendiri, tapi juga keluarga, anak-anak.Satpol PP/Reksapraja ia ubah penampilannya sehingga jauh dari kesan sangar.
Jokowi-Rudy maju
Duet Jokowi-Rudy telah menemukan chemistry sebagai pasangan saling melengkapi.Jokowi memiliki modal manajemen,Rudy memiliki modal massa PDIP yang sangat militan.Mereka saling memahami tugas,wewenang dan tanggung jawab jabatan.Tak ada berita miring tentang mereka dalam memimpin kota,misalnya rebutan wewenang,tidak saling melangkahi.Mereka menjadikan Kota Solo menjelma dari kota identik sumbu pendek menjadi kota yang aman.Hal ini ditunjukkan secara demonstratif oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia saat berkunjung ke Solo yang tanpa pengawalan blusukan di Solo.
Majunya Jokowi-Rudy memberikan persepsi kepada khalayak bahwa citra mereka memberikan rasa aman,setidaknya bagi kalangan masyarakat marjinal yang selama ini diberdayakan.Kaum ini paling takut tentang keberlanjutan mata pencaharian mereka jika Jokowi-Rudy tidak maju.Karena mereka selama ini yang senantiasa dibela oleh Jokowi-Rudy.Mereka ngayomi dan ngayemi warganya.Mereka kuwatir andai Jokowi tidak maju,periuk nasi meraka akan terguling,asap dapur mereka tidak ngebul.
Jokowi-Rudy menempatkan teladan dan kejujuran di urutan pertama,sabar mendengar rakyat, dan bekerja mencapainya.Keduanya tidak memiliki ambisi atas sebuah jabatan.Maka ditengah euforia otonomi daerah yang menjadikan kepala daerah ibarat raja-raja kecil,Jokowi-Rudy tetap berpijak di bumi.Tidak pernah membuat kontroversi.
Ada keinginan bahwa Jokowi tidak hanya berhenti berprestasi sebagai Walikota Surakarta.Modal politik yang dia miliki sangat besar,maka rakyat Solo bermimpi Jokowi tampil di pentas nasional karena kapasitas dan kapabilitas yang ia miliki.Setidaknya kursi gubernur Jawa Tengah dalam pilgub 2013 dari PDIP kalau ia mau.Solo terlalu kecil bagi Jokowi.
Bagaimana jika Jokowi keukeuh tidak maju lagi dalam pilwalkot?.Apakah PDIP akan mencalonkan Rudy?.Tampaknya Rudy tidak mau.Sebagai orang Jawa Rudy memegang teguh harmoni sehingga komitmen untuk maju bersama atau tidak dalam pilwalkot bersama Jokowi tidak surut.Jika Rudy tidak maju tanpa Jokowi bukan karena ketakutan tidak terpilih,karena resistensi-misalnya alasan agama.Tetapi lagi-lagi masalah harmoni tidak ada yang saling selingkuh menghianati pasangannya.
Jokowi harus didorong untuk maju lagi karena satu periode jabatan belumlah cukup untuk memperbaiki kota Solo.Masih banyak hal yang belum diselesaikan dan umumnya pekerjaan besar. Masih ada kemiskinan: 29.764 keluarga, 105.603 jiwa (2007) yang harus dientaskan.Inilah alasan yang paling rasional.Ia mendapat dukungan dari partai pengusung dan yang paling penting arus utama warga masyarakat ada dibelakang dia.Rakyat melihat Jokowi dengan hati,maka Jokowi juga harus melihat rakyatnya dengan hati.
Mengapa harus berhenti jika ia bisa maju?.Berhenti saat berada di puncak sebagai sesuatu kelaziman.Namun dalam karier politik berhenti sebagai walikota belum dikatakan puncak karier.Jalan di depan masih sangat panjang.Dari pada mundur maju,majulah Jokowi!.

Rabu, 07 Oktober 2009

Malaysia adik yang nakal

Bulan ini media di Indonesia gaduh mengulas ulah Malaysia yang memasukkan tari pendet dari Bali dalam iklan pariwisatanya.Dengan memasukkan tari Bali tersebut masyarakat Indonesia berpendapat Malaysia mengklaim budaya Indonesia tersebut menjadi milik Malaysia.Harian SOLOPOS juga gencar memberitakan kemarahan rakyat Indonesia baik dalam rubrik berita maupun dalam rubrik Kriing Suara Warga.Semuanya sah-sah saja dalam era kebebasan berpendapat.Semua kebakaran jenggot.Saya yakin sekarang suasana sudah cukup reda dan kita dapat berfikir jernih dalam melihat permasalahan.
Secara kebetulan bulan ini materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas 6 membahas mengenai ASEAN yang di dalamnya membahas mengenai negara Malaysia. Jujur saja saya mengalami kesulitan menerangkan secara berimbang kepada anak didik perihal Malaysia.Karena fikiran anak-anak marah dengan sikap Malaysia tersebut.Sebagai pendidik saya harus benar dalam menerapkan konsep,memahami pokok permasalahan sehingga subtansi tidak menjadi bias,melenceng.Karena yang saya hadapi adalah anak kelas 6 SD usia 12 tahun.Kebencian terhadap suatu kaum jangan sampai menghilangkan sikap adil.Saya kawatir jika salah menanamkan konsep,mereka akan termakan konsep keliru yang saya tanamkan seumur hidup mereka.Saya takut meracuni pola fikir mereka.
Hal pertama yang saya katakan kepada anak didik adalah bersikap wajar. Saya berprinsip dari pada mengutuk gelap lebih baik menyalakan lilin.Saya tunjukkan berita dua surat kabar mengenai Malaysia.Yang satu memuat berita keras kepada Malaysia,yang kedua memuat berita yang berimbang dalam memahami permasalahan.Saya juga menekankan bahwa meski Indonesia dan Malaysia satu rumpun suku bangsa,namun memiliki sejarah yang berbeda.Sejarah Indonesia mengenal perjuangan gigih anak bangsa sejak zaman VOC hingga Agresi Militer II Belanda.Indonesia juga memiliki sejarah panjang meyatukan ribuan suku bangsa,bahasa dalam ikrar Sumpah Pemuda.Proses proklamasi kemerdekaan Indonesia menempatkan anak muda berjibaku menghadapi detik-detik bersejarah yang kelak menentukan perjalanan sejarah bangsanya.Kita lebih unggul sebagai sebuah bangsa.
Kepada anak didik saya memberi ilustrasi sejarah.Malaysia tidak mengalami hal seperti yang rakyat Indonesia alami.Kemerdekaan Indonesia diraih tanpa ada satupun anak bangsa yang tahu kapan kemerdekaan itu akan datang.Yang ada hanya berjuang dan terus berjuang untuk kemerdekaan itu.Sementara kemerdekaan Malaysia adalah hal yang terberi oleh penjajah Inggris dan rakyat sudah mengetahui kapan kemerdekaan itu hadir yaitu tanggal 31 Agustus 1957.Tidak ada cucuran keringat pahlawan,isak tangis mereka yang ditinggal mati di medan laga dan tidak ada air mata yang menetes saat Malaysia meraih kemerdekaan.Konferensi Asia Afrika di Bandung memberi berkah kepada Malaysia untuk meraih kemerdekaannya.Karena kolonialis barat kepepet mau tak mau mereka yang masih menjajah bangsa di Asia dan Afrika harus memberikan kemerdekaan itu kepada yang berhak.
Tak usah emosi
Saya mengatakan kepada anak didik agar tidak ikut-ikutan gusar dengan ulah Malaysia.Nasionalisme sebagai sebuah sikap tidak harus ikut diukur dalam kadar kegeraman menghadapi sebuah isu yang mencabik-cabik harga diri,namun.tetap ada sikap rsaional yang harus mengawalnya.Ia sebuah negara yang mengalami krisis identitas.Andaikan Malaysia dalam promosi pariwisatanya dengan menampilkan barongsai,maka yang akan marah bukan Indonesia tetapi negara China karena kesenian barongsai adalah kesenian khas rakyat negeri China.Atau berpromosi dengan menampilkan seni debus khas Tamil atau Taipunsan ujung-ujungnya ada protes dari suku Tamil di Medan dan India.Berpromosi menampilkan budaya Dayak di Sabah dan Serawah juga akan mendatangkan protes dari suku Dayak di Kalimantan Indonesia.Serba repot meski penduduk Malaysia terdiri suku bangsa Melayu,China,India,Tamil dan Dayak di Sabah Serawak.
Mengapa marah?.
Bangsa ini ,tercermin dari para pemimpinnya gemar bersikap aksi reaksi.Tidak pernah berfikir mencari akar permasalahannya.Karikatur di Harin SOLOPOS tanggal 1 September 2009 menjadi bukti bahwa kita hanya macan ompong yang Cuma dapat mengaum.Kita lemah dalam menghargai dan mengapresiasi sebuah produk kebudayaan.Saat ada bangsa lain yang mengais budaya kita semua gegeran,namun ujung-ujungnya ger-geran lucu.Kita tidak pernah berusaha melindungi budaya kita baik yang tangible atawa intangible.Mematenkan budaya itu sehingga membuat bangsa lain berfikir seribu kali untuk mengakuinya.
Pemimpin kita mudah marah sehingga ditiru rakyatnya.Mereka baru bereaksi setelah permainan berlangsung separuh waktu.Serba sia-sia.Sebab esensi dari permasalahan yang sebenarnya sudah kabur dan melenceng jauh ditengah hiruk pikuk sikap menghujat mencari benarnya sendiri.Tidak ada kearifan yang muncul.Tidak ada perasaan melihat ke dalam diri,instrospeksi.Yang ada adalah sikap menyalahkan orang lain.
Mengapa marah?.Sebuah pertanyaan retorik,tak perlu memerlukan jawaban.Kita tidak pernah memproteksi diri untuk menghadapi kemungkinan buruk.Pulau Jemur yang diklaim sebab kita abai dengan keberadaan pulau itu.Kita tidak pernah berfikir bahwa kejadian serupa akan terjadi lagi terhadap pulau Miangas di ujung utara pulau Sulawesi dan pulau Mapia di tapal batas dengan samudera Pasifik.Mereka tidak pernah kita angap bagian integral dari Indonesia.Mereka sosok liyan yang jeritannya tidak kita dengar,keluhannya tidak kita perhatikan,keberadaannya kita abaikan dan harapannya tidak pernah kita penuhi.Deja Vu.
Saya mengelaborasi kejadian panasnya rakyat Indonesia atas Malaysia kepada anak didik secara ndagel dengan mengatakan kalau tidak segera dipatenkan maka kekayaan kuliner Solo seperti Soto Triwindu,Timlo,Srabi Notosuman,Nasi Liwet Wongso Lemu,Cabuk Rambak,Tengkleng akan diklaim Malaysia.Tujuannya agar anak tahu bahwa perhatian akan hal-hal kecil jika kita berikan pada saat yang tepat akan melahirkan sesuatu yang besar.Begitu juga sebaliknya.
Sindrom anak nakal
Mari bermetafora.Malaysia ibarat adik kita yang masih kecil.Kadang kala membuat jengkel kita,dilain waktu bertingkah lucu.Saat dia membuat kita jengkel ada keinginan untuk menjewer telingannya.Di balik itu ada rasa sayang nanti dia menangis dan tidak baik didengar oleh para tetangga.Namun sebagai adik kecil kadang ia berbicara jujur apa adanya kepada sang kakak.Mainan yang tergeletak dibiarkan saja, oleh adik kecil akan diopeni karena sudah tidak berguna bagi kakak.Saat adik memungut mainan milik kakak,terjadi keributan.Padahal adik tahu bahwa mainan itu sudah dicampakkan.Alasannya meski tidak diurus mainan itu tetaplah milik kakak. Permasalahannya sang kakak mengalami sindrom orang dewasa yaitu tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan.Semua kesalahan selalu ditimpakan kepada sang adik.
Kita tinggalkan sindrom orang dewasa.Mulailah peduli akan hal-hal kecil.Jangan merasa paling benar,paling pintar.Malaysia bagaimanapun nakalnya tetap kita perlukan.Ada jutaan TKI dan TKW baik yang legal atau yang illegal,istilah mereka pendatang haram yang memberi hidup dan penghidupan kepada anak bangsa bernama Indonesia.Mereka pergi ke sana karena kehidupan mereka itu akan tetap berlangsung jika mereka datang ke Malaysia.Di negeri tumpah darah yang mereka bela tidak memberi apapun selain janji.Ibarat laron meraka mencari terang benderang cahaya.Ibarat semut mereka mendekati gula.Meski terkadang mereka sampai menjemput kematian.Berhentilah menghujat.Mari nyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan.

De radikalisasi paham ke-Islaman.

Kebijakan kepolisian yang hendak menempatkan personilnya memantau dan mengawasi kegiatan dakwah di masjid dan pesantren mendapat tanggapan negatif dan penolakan dari kalangan umat dan pemimpin Islam.(SOLOPOS,24/8/09).Penolakan bukan pada aspek tujuan melainkan kepada cara-cara yang dipakai.Kebijakan itu disamping sangat berlebihan,kontraproduktif ,juga tidak akan membawa hasil sebagaimana yang diharapkan.Baik dalam sudut pandang pihak kepolisian,belum tentu baik bagi umat Islam.Bahkan ada yang melihat model Orde Baru digunakan oleh Kepolisian RI.
Kebijakan tersebut mengambarkan kegagapan berfikir dan kebuntuan bertindak institusi kepolisian dalam menghadapi ancaman terorisme di Indonesia,yang menurut mereka tumbuh dan berkembang lewat aktifitas dakwah di masjid dan pendidikan model pesantren.Ini cara berfikir instant dan khas alur berfikir pemimpin republik ini yang selalu mengambil solusi cepat sebagai reaksi nir-kedalaman,nir-pemahaman masalah yang sesungguhnya. Dakwah itu bil hikmah atau dengan kebijaksanaan mengapa harus di awasi?.Kenapa pula harus di inteli?.
Sinisme dan penolakan rencana tersebut sudah mulai terasa dari khotbah Jum’at di beberapa masjid.Mereka mengatakan sangat baik penempatan personil kepolisian di masjid agar para polisi itu bergaul dengan orang alim di masjid dan pesantren daripada mereka bergaul dan menjadi backing perjudian,prostitusi dan narkotika dan tempat hiburan malam.Kalau perlu jangan cuma satu atau dua orang tapi semua anggota kepolisian mendatangi masjid-masjid dan pesantren-pesantren untuk dicuci otak agar menjadi polisi yang lebih baik.
Jika tujuannya adalah untuk memantau segala bentuk kegiatan dakwah,ceramah dan pengajian di masjid dan pesantren agar tidak menanamkan paham ke-Islaman yang radikal,maka kebijakan itu jauh pangang dari api.Mencurigai bahwa masjid dan pesantren sebagai embrio lahirnya gerakan Islam radikal hanya menghabiskan waktu tanpa ada hasil apapun.Sebab kegiatan dakwah adalah dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar yang tidak selayaknya dicurigai kepolisian.Menyuruh personil kepolisian untuk memantau kegiatan dakwah tersebut sama saja pimpinan Polri menyuruh anak buahnya memakai ikat pingang/sabuk namun tidak menyuruh memakai celana.Pekerjaan sia-sia dan akan ditertawakan oleh umat Islam sendiri karena sangat berlebihan.
Umat Islam akan menjadi semakin terpojok yang berujung pada timbulnya sikap perlawanan balik.Umat Islam akan membandingkan setiap langkah yang diambil oleh kepolisian.Tindakan polisi yang cepat menelusuri adanya 80 traksaksi keuangan yang mencurigakan dan akan digunakan oleh teroris untuk melakukan tindakan terror dari Pusat Pelaporan Analisis Traksaksi Keuangan/PPATK.(Tempo Interaktid,15/8/09).Namun tindakan itu tidak secepat langkah polisi dalam menanggapi laporan PPATK tentang 15 rekening bernilai milyaran rupiah milik anggota polisi yang dicurigai dari hasil korupsi.(Tempo Interaktif,27/7/05).Padahal terorisme dan korupsi sama-sama kejahatan yang luar biasa/extra ordinary crime.
Umat Islam banyak yang berpendapat bahwa polisi tidak adil dalam bersikap terhadap mereka yang beraliran keras.Perlakuan mereka kapada orang yang dicurigai sangat berlebihan.Polisi menangkap tersangka tanpa memberi akses kepada keluarga atau pengacara untuk mengetahui keberadaannya.Maka jangan harap umat akan mengikuti ajakan kepolisian untuk membantu tugas-tugas kepolisian.Polisi mereka pandang tidak lebih dari pada antek asing dalam mengamankan kepentingan negara barat.Umat Islam juga memandang bahwa pasca runtuhnya komunisme yang ditandai dengan bangkrutnya Uni Sovyet,sasaran barat berikutnya adalah memerangi umat Islam dan kepolisian RI menjadi bagian dari rencana besar pihak barat
De radikalisasi
Banyak kalangan yang meminta agar kepolisian RI mengubah pendekatan dalam menghadapi ancaman terror dari kalangan Islam radikal,yaitu dengan cara pendekatan de radikalisasi,mengembangkan dialog dan menjauhkan sifat curiga mencurigai.Cara ini lebih baik dan tidak akan melahirkan perlawanan balik dari mereka,sebab mereka dirangkul dan didengar keinginannya.Bukan hanya tugas kepolisian untuk ini.Karena sangat mustahil akan berhasil jika kepolisian berkerja sendiri tanpa melibatkan ormas Islam.
Tanpa bermaksud mengecilkan,pemahaman ilmu agama yang dimiliki oleh kepolisian tidak seberapa jika dibandingkan dengan ilmu agama yang mereka kuasai.Mereka memiliki doktrin yang kuat serta dilandasi semangat jihad yang berapi-api dan militan.Kematian adalah pintu yang mereka tuju sebagai mujahid.Dengan melibatkan ormas Islam-NU,Muhammadiyah,PERSIS masyarakat lebih percaya,dari pada polisi ujug-ujug datang bertablig di depan mereka.
Kalangan umat Islam sendiri menyadari ada sebagian kecil dari mereka yang memiliki paham keras dan cenderung radikal namun mereka meminta kelompok ini jangan dimusuhi dan diberi label/cap.Paham ini hanya stigma dari pihak lain karena tidak ada yang salah jika seseorang hendak mengamalkan ajaran agama yang dianut sebagaimana cara Rasulullah.Ini sama dengan stigma kepada beberapa kelompok garus keras yang diberikan oleh rezim Orde Baru yaitu Islam fundamentalis.Stigma ini sama beratnya dengan stigma ex anggota PKI.Karena akan berakibat buruk kepada yang bersangkutan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.Kejadian atas intrograsi pasangan suami istri di Balaraja Tangerang oleh masyarakat hanya karena si suami berjenggot,celana cingkrang sementara si istri bercadar adalah buktinya.(Kompas,23/8/09)
De radikalisasi adalah pintu utama untuk memutus sikap radikal.Bukan malah dengan cara memata-matai,mencurigai mereka.De radikalisasi bukan menyangkut doktrin keimanan/aqidah,dan ritual beribadah/syariah karena aqidah dan syariah sudah merupakan sesuatu yang paten dan digariskan lewat firman Allah dalam Al Quran dan Sunah Rasul.Menghilangkan sikap radikal tidak dengan cara memata-matai aktifitas keagamaan di masjid.Untuk mematikan sebuah pohon bukan dengan cara memotong dahan dan rantingnya,tetapi dengan mencabut hingga ke akar-akarnya.
Memberdayakan umat
Sekarang ini umat Islam ditinggal oleh para pemimpinya yang sibuk mengejar syahwat kekuasaan.Partai politik menarik tokoh panutan agama ke kubangan politik praktis.Para capres dan cawapres seolah tidak afdhol jika tidak sowan ke kiai minta suwuk.Ujung-ujungnya minta restu dan dukungan dari basis massa sang tokoh.Rakyat/umat ibarat menjadi komoditi yang ditransaksikan.Umat tidak diberdayakan sebagaimana mestinya.Padahal mereka memiliki energi positif jika dikelola dan diberdayakan.Sebaliknya akan menjelma sebagai kekuatan destruktif jika keberadaan mereka dikesampingkan.
Ketika mereka kehilangan pemimpin,kesempatan ini digunakan oleh kalangan garis keras untuk menanamkan pengaruh lewat ceramah dan pengajian.Maka jangan salahkan rakyat jika menerima nilai-nilai radikal yang dibawa secara personal lewat ceramah di masjid atau majlis taklim dan melakukan pembiaran jika ada teroris. Anak muda adalah kelompok yang mereka sasar karena minimnya pemahaman agama yang menyeluruh dan mudah terpesona.Maka jangan heran jika diberi bedil kaum muda akan mau maju perang setelah mendengar ceramah-ceramah agama dari mereka.Radikalisme timbul karena pemahaman agama yang sepotong-sepotong,maka untuk menghilangkan sikap radikal tersebut carilah potongan-potongan yang lain agar menjadi utuh klop.Bukan dengan cara mengawasi kegiatan dakwah.

Kaki palsu buat KPK

Gagasan SOLOPOS,7 Oktober 2009
Presiden SBY akhirnya menunjuk 3 pelaksana tugas KPK menyusul penonaktifan 3 anggota yang menjadi terdakwa dan tersangka dalam beberapa kasus.Ketua KPK Antasari Azhar sudah menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Dirut PT.Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain.Lalu dua angota KPK yakni Bibit Samat Riyanto dan Chandra Hamzah yang menjadi tersangka kasus penyuapan P.T..Masaro yang berubah menjadi kasus penyalahgunaan wewenang dalam hal pencabutan cekal terhadap Djoko Sugiarto Chandra.
Hari Senin,5 Oktober 3 pelaksana tugas KPK sudah ditunjuk oleh Presiden sebagaimana amanat Perppu No.4 Tahun 2009 yaitu mantan angota KPK Tumpak Hatorangan Panggabean,mantan orang dalam KPK Waluyo dan aktifis LSM Mas Achmad Santosa.Penunjukan nama pelaksana tugas KPK yang sudah direkomendasikan oleh Tim Lima mengalami beberapa kali penundaan dengan alasan Presiden SBY sibuk berkonsentrasi mengatasi bencana alam gempa bumi di Sumatera.Untuk kasus ini publik yang menolak Perppu menggugat dimana letak kegentingan memaksa yang melandasi keluarnya Perppu tersebut jika Presiden menunda-nunda waktu.
Saat nama sudah muncul timbul penolakan atas nama Mas Achmad Santosa yang disampaikan oleh pengacara Hotman Paris Hutapea karena ada konflik kepentingan yaitu istri Mas Achmad Santosa,Lelyana Santosa merupakan pengacara di kantor pengacara Todung Mulya Lubis yang juga anggota tim lima dan pengacara Salim Grup.(Detikcom,5/10/2009). Dua pimpinan KPK yang masih tersisa yaitu Haryono Umar dan Muhammad Yasin mendesak apabila Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah tidak terbukti bertindak kriminal maka Plt KPK harus mundur dan mereka harus direhabilitasi nama baik dan kehormatannya.
Ada banyak alasan yang melatar belakangi penunjukan 3 nama tersebut dan banyak alasan penolakan atau penerimaan nama tersebut.Yang menjadi pokok permasalahan adalah sampai kapan KPK dijadikan sirkus yang tidak enak ditonton,dan sampai kapan upaya pengkriminalisasi komisioner KPK akan berakhir.
KPK adalah anak kandung reformasi.Setiap upaya pelemahan KPK artinya menghianati semangat reformasi.Lembaga ini dibentuk sebagai respon atas korupsi yang sedemikian mewabah yang tidak cukup jika hanya ditangani oleh kejaksaan dan kepolisian.Lalu dibuatlah lembaga ad hoc yang bertugas menangani kasus korupsi.Langkah KPK yang membawa beberapa mantan pejabat negara,pengusaha kakap bahkan kalangan dalam istana memperoleh apresiasi masyarakat.Namun banyak juga yang dibuat gerah oleh prestasi spektakuler KPK tersebut.Sehingga mereka berupaya untuk menjadikan KPK macan ompong yang dikebiri kewenangannya yang berakibat hilangnya kejantanan dalam menangani kasus korupsi di Indonesia.Polemik RUU Tipikor yang menghilangan beberapa kewenangan KPK yakni dalam hal penuntutan dan penyadapan adalah bagian strategi besar untuk membonsai KPK.Juga komposisi jumlah hakim pengadilan Tipikor yang lebih banyak berasal dari hakim karier.
Kaki jinjit
Saat KPK hanya dijalankan oleh 2 orang pimpinan KPK maka hal itu ibarat berdiri dan berjalan dengan kaki jinjit.Seberapa lama kaki yang jinjit itu akan kuat menahan beban?.Saya jadi ingat pada tahun 1998 saat berkunjung ke Pesantren Maslakhul Huda Kajen Pati dan bertemu dengan pengasuh pesantren Kiai Haji Muhammad Sahal Mahfudz yang juga Rois Aam PBNU.Beliau kepada penulis memberikan secarik kertas dengan sebuah kalimat dalam bahasa Jawa,”Dhuwur yo dhuwur,nangin aja jinjit!”.Artinya boleh berdiri namun jangan jinjit.Kalimat ini juga diberikan kepada Almarhum Jenderal M.Yusuf saat menjadi Menhankam/Pamgab tahun 1978-1983.Jangan memaksakan diri untuk sebuah hal yang kita tidak mampu menangani sendiri.
Berdiri dan berjalan dengan posisi kaki jinjit tidak akan sekuat dan bertahan lama jika dibandingkan berdiri dengan dua kaki atau kaki lengkap.Begitu juga saat KPK hanya dijalankan oleh 2 orang pimpinan.Mereka ibarat berjalan dan berdiri dengan kaki jinjit.Ada kekawatiran mereka tidak mampu mengendalikan KPK dan mampu bertahan menghadapi gempuran aparatur yang lain yang merasa tersaingi kewenangannya dan para koruptor.Lebih dari itu semua adalah menghadapi gerak langkah koruptor yang menggunakan tangan-tangan kekuasaan lembaga lain untuk melumpuhkan KPK.
Kalangan yang paling bergembira melihat totonan KPK adalah para koruptor.Saat ada revalitas penyidikan antara penyidik Polri dan kejaksaan di satu sisi dengan penyidik KPK di sisi lain,koruptor sangat gentar terhadap penyidikan KPK.Sebab dalam UU mengenai KPK tidak ada istilah SP3 yang sangat mereka (koruptor) sukai.Bahkan saat sampai tahap penuntutan di pengadilan Tipikor nyaris tidak ada kasus yang gagal dibuktikan di pengadilan sehingga koruptor melenggang bebas.Ini prestasi KPK yang patut diacungi jempol.Sebab di pengadilan umum banyak terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan oleh hakim.Muaranya satu yaitu buruknya sistem peradilan kita.Hakim yang korup dan jaksa yang gemar bermain-main dengan pasal-pasal KUHP hingga bertransaksi pekara antara terdakwa yang diwakili pengacara-hakim dan jaksa marak di pengadilan umum.
Kaki palsu KPK
Presiden setelah konsultasi dengan MA,DPR dan MK akhirnya mengeluarkan Perppu No.4 tahun 2009 yang bertujuan melengkapi pimpinan KPK sehingga genap 5 orang.Ini ibarat menyuruh KPK berhenti berdiri dengan kaki jinjit dan berdiri dengan kaki lengkap.Namun pelaksana tugas KPK ini ibarat memberi kaki palsu.Kita kawatir bahwa kaki palsu ini tidak cukup kuat untuk berjalan dan tidak kuat untuk berlari.Kaki palsu itu juga kawatir tidak menyatu dengan tubuh.
Akankah kita tetap berharap banyak kepada KPK meski dengan kaki palsu akan terus melaju?.Jawabannya bisa ya dan tidak.3 nama pelaksana KPK adalah pribadi yang memiliki reputasi dan integritas.Tumpak Hatorangan Panggabean mantan anggota KPK yang memiliki reputasi bagus baik saat menjadi jaksa maupun selama menjadi pimpinan KPK.Usia yang 66 tahun menjadi persoalan karena betentangan dengan UU KPK dimana batas maksimal usia pimpinan KPK adalah 65 tahun.Namun anggota Tim 5 yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden Dr.dnan Buyung Nasution berdalih ada kegentingan memaksa sehingga faktor usia harus dikesampingkan.(Detikcom,5/10/2009).
Reaksi terhadap terpilihnya Mas Achmad Santosa lebih kuat baik yang setuju atau tidak.Umumnya dengan alasan yang subyektif terkait posisi sang istri yang berprofesi sebagai pengacara untuk kasus BLBI keluarga Salim (Solopos,6/10/2009).Tidak salah jika kita memberikan kesempatan kepadanya untuk membuktikan bahwa ia professional dan tidak berbenturan kepentingan selama menjabat pelaksana pimpinan KPK.Sebenarnya jika kita mau jujur,latar belakang dia sebagai aktifis LSM/NGO sangat mendukung posisi ini.Jangan perdebatkan siapa mereka,namun lihatlah apa yang akan mereka lakukan selama di KPK.
Jangan matikan KPK
Publik akan marah jika upaya sistematis untuk mematikan atau melemahkan KPK terus berlangsung seperti saat ini.Korupsi adalah kejahatan yang luar biasa/extra ordinary crime dan rakyat tahu akibat yang ditimbulkan dari ulah koruptor.Mereka adalah korban maraknya korupsi di negeri iniKemarahan itu beralasan karena prestasi KPK dalam pemberantasan korupsi sangat besar dan mampu memberi efek jera.Rakyat harus terus dibangun kesadarannya bahwa ada upaya yang sistematis agar pemberantasan korupsi tidk berjalan baik.Mereka itu adalah pihak yang diuntungkan dari lemahnya penanganan korupsi di Indonesia yaitu keluarga koruptor,pejabat yang korup.Jangan matikan dan perlemah KPK.

Rabu, 15 Juli 2009

Memutus lingkaran setan kekerasan MOS

GAGASAN SOLOPOS,13 JULI 2009
Masa orientasi studi (MOS) di sekolah lanjutan, mulai digelar seiring dengan masuknya siswa baru. Tak jarang, pelaksanaan MOS diwarnai kekerasan. Kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan yang terjadi hingga kini adalah cermin bahwa ada yang salah dalam tata cara pengasuhan anak didik di sekolah dari SMP hingga perguruan tinggi.
Kekerasan itu ibarat lingkaran setan yang sulit diputus dan selalu datang merasuk ke relung jantung lembaga pendidikan. Kegiatan itu biasanya dilakukan oleh senior. Di bangku kuliah, yang melakukan kadang malah bermasalah dengan studinya. Julukan mereka Mapala: mahasiswa paling lama. Dari semuanya itu, intinya adalah perpeloncoan dari senior kepada junior. Melihat singkatannya saja sudah membuat bulu kuduk merinding.BullyingKesalahan pola pengasuhan dari sekolah dengan membiarkan setiap tindak kekerasan antara senior dan junior menjadikan tujuan baik kegiatan itu melenceng dari tujuan awal. Karena tiadanya kontrol ketat dari sekolah maka kegiatan itu berubah menjadi arena balas dendam. Pada galibnya, setiap tindak kekerasan akan melahirkan tindak kekerasan baru. Pembiaran itu berlangsung terus menerus tanpa ada niat untuk mengakhiri. Tidak ada yang baru dalam kegiatan orientasi studi di sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Junior didandani sejelek mungkin. Si senior berteriak sekencang mungkin dengan mata melotot galak melebihi penggambaran ibu tiri dalam sinetron kita. Aktivitas hanya sebatas menyanyi dan menari. Pokoknya semakin aneh semakin asyik dan menyenangkan buat mereka yang terlibat. Junior yang melanggar aturan atau tidak hormat kepada senior, akan kena hukuman dari yang paling ringan seperti menari hingga yang bersifat fisik berat seperti push up dan berlari. Ada tindakan yang menghina dan melecehkan harkat dan martabat kemanusiaan secara sistematis dalam kegiatan itu.Lembaga pendidikan gagal menjadikan dirinya sebagai pusat keunggulan, pusat transfer ilmu pengetahuan dan agen perubahan. Padahal lembaga pendidikan adalah tempat menyemai benih-benih intelektualitas yang lebih mengutamakan olah pikir, mengasah daya nalar bukan dengan mengedepankan kekerasan. Celakanya, siswa atau mahasiswa disuruh mewarisi perilaku primitif itu dan bahkan berusaha untuk melestarikannya. Sikap antisosial yang tercermin dari kegiatan perpeloncoan di lembaga pendidikan menurut psikiater Limas Sutanto adalah ajang proyeksi impuls-impuls agresi, kekerasan, balas dendam, kebutuhan untuk menguasai, dan kebutuhan untuk disanjung yang bersarang di dalam jiwa sebagian murid senior dan sebagian pendidik (Kompas, 21/7/2003). Artinya ada proses premanisasi/bullying dalam masa orientasi siswa baru. Sampai separah itukah anak-anak kita yang masih berseragam SMP/SMA? Jika benar maka hanya satu hal yang bisa kita lakukan yaitu menghilangkan secara total segala bentuk kegiatan untuk penyambutan siswa baru apapun nama dan bentuknya. Meskipun pada 1997, sudah ada larangan dari pemerintah, namun larangan itu tidak berpengaruh karena tidak ada sanksi jelas kepada para pelanggarnya.Apakah ada yang lebih penting yang harus dilakukan oleh senior kepada junior saat hendak memperkenalkan Wawasan Wiyatamandala dari sekedar memelonco? Ada, yaitu berlaku penuh kesantunan kepada orang lain, terutama kepada yang lebih kecil dan lebih lemah daripada kita, dan bersungguh-sungguh untuk menjadikan keberadaan kita sebagai pengindah kehidupan orang lain. Kemarahan maupun balas dendam bukanlah sebuah jawaban yang utama jika kita ingin dihargai dan dipandang ada oleh orang lain. Pada perspektif realistis, kita tidak akan pernah melihat sekolah memiliki waktu yang tersisa untuk diisi dengan acara yang hanya merangkum ingar-bingar proyeksi jiwa nan tertekan dalam manifestasi bentak-membentak, hardik-menghardik, memberikan serbaneka tugas tetek bengek yang tidak relevan dengan tugas pokok merealisasikan pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik dan bermakna untuk setiap muridnya (Limas Sutanto, 2003).Mata yang melotot tajam bukan apa-apa, lengkingan suara kemarahan senior saat masa orientasi studi adalah ciri dari sikap bebal. Mengapa? Mereka tidak memiliki apa-apa selain melotot dan berteriak membentak. Itulah kebanggaan mereka. Jadi, pandanglah mereka yang melotot dan berteriak itu dengan sikap hina agar tidak ikut mengulang di kemudian hari kepada yang lain. Perilaku itu menghina sisi mulia sebuah makhluk bernama manusia.Melatih kecerdasanKembalikan lembaga pendidikan sebagai tempat untuk mengasah kepekaan emosi dan empati. Lembaga pendidikan dalam berbagai tingkatan adalah tempat menyemai generasi yang mengutamakan pendekatan akal, nalar. Ketika kekerasan yang diutamakan untuk meraih sebuah simpati dari orang lain (junior) maka esensi pendidikan orientasi akan hilang. Proses perpeloncoan adalah kegiatan yang menghilangkan akal sehat. Jika masa orientasi adalah masa untuk menuntun maka mengapa tidak dilakukan dalam bentuk kegiatan yang bersifat ilmiah? Semestinya lewat MOS, junior mendapatkan pengalaman belajar dan pendidikan pertama di sekolah baru mereka secara baik, benar dan bermakna.Jika tujuan masa orientasi itu untuk menuntun, membimbing junior oleh senior mengenai kehidupan bersekolah yang baru, masih banyak hal yang dapat dilakukan. Bakti sosial ke rumah yatim piatu, ke sasana wreda adalah kegiatan yang mampu mengasah kepekaan. Bisa pula berupa mencabut paku yang menempel di pohon karena perilaku kurang ajar kaki tangan para Caleg dan Capres saat Pemilu. Atau dalam bentuk karya ilmiah yang mengasah inteligensia. Semua itu mudah, sederhana, jauh dari unsur kekerasan dan memberi dampak langsung. - Oleh : Rumongso, Guru SD Djama’atul Ichwan Solo

Sabtu, 13 Juni 2009

Naik kelas, naik tensi, naik beban

SOLOPOS,10 Juni 2009.
Saat pendidikan menjadi ketidakpastian, yang menjadi korban dari ketidakpastian itu adalah pihak sekolah, orangtua dan murid. Ketidakpastian yang setiap tahun datang menyapa tidak pernah berubah menjadi sebuah kepastian agar ketiga pihak tadi memasuki tahun ajaran baru dengan tenang dan pasti.
Mengapa hal itu terjadi? Jawabannya sangat sederhana yaitu mengelola pendidikan dengan kedangkalan makna. Pendidikan adalah sebuah proses menyeluruh, jadi melihat pendidikan harus dengan seluruh aspek. Ketidakpastian yang selalu menghantui dunia pendidikan jangan diharapkan membuat dunia pendidikan Indonesia maju dan sejajar dengan negara lain.Selalu berubahMemasuki tahun ajaran baru, guru selalu diliputi dan dihinggapi tanda tanya besar. Ada apa dengan tahun ajaran nanti? Apakah ada hal yang berubah dan berbeda dengan tahun ajaran kemarin? Kalau ada lantas perangkat pembelajaran apa lagi yang harus saya siapkan? Pertanyaan ini selalu menghantui sebab guru adalah korban pertama atas kebijakan yang tidak berkesinambungan. Setiap hal baru selalu membawa konsekuensi. Kebijakan kependidikan baru juga demikian. Yang merepotkan adalah kebijakan baru dalam dunia pendidikan tidak mudah diimplementasikan sebagaimana pada bidang yang lain. Saya ambil contoh dalam perubahan kurikulum yang diambil tanpa ada sosialisasi memadai kepada guru. Sosialisasi (jika ada) tidak pernah menyentuh hal mendasar mengapa kebijakan itu diambil. Maka, ketika hal itu diterapkan, para guru tergagap-gagap bukan pada ketidaksiapan mengajar dengan berbekal kurikulum baru, melainkan kesiapan administrasi pengajaran baik dalam bentuk penyiapan rancangan pembelajaran, program semester, pemilihan buku penunjang baik untuk anak didik maupun untuk guru. Karena semua berubah, parameter yang digunakan juga harus berubah mengikuti arah perubahan itu.Kelihatannya sangat sederhana, namun implementasinya sangat kompleks. Materi pelajaran tidak banyak berubah, jadi guru tidak tergagap, yang berubah adalah dasar pijakan yang akan diterapkan kepada anak didik dan disosialisasikan kepada orangtua dan dipertanggungjawabkan secara etik profesi. Membuat anak pintar, cerdas adalah perkara mudah. Yang terasa sulit adalah perangkat untuk menjadikan anak menjadi cerdas. Ketika kurikulum berubah maka alokasi waktu, bentuk evaluasi, penyiapan perangkat praktikum, aspek penilaian anak juga berubah. Ini hanyalah sebagian kecil dari sejumlah kerikil yang ada di hadapan guru.PungutanSetiap tahun ajaran baru, orangtua dihadapkan pada rasa cemas. Mereka harus mencari sekolah baru untuk anaknya hingga mengawal anak yang naik kelas. Kecemasan itu menyangkut uang yang harus disiapkan. Dalam hal pungutan, tidak ada perbedaan antara sekolah negeri dengan swasta. Sekolah negeri yang semestinya steril dari aneka pungutan, praktiknya tetap ada dengan dibungkus berbagai nama. Orangtua juga menghadapi anak yang setiap tahun ajaran baru berarti buku baru, sepatu baru dan seragam baru.Apa lagi untuk di Kota Solo, ada dasar hukum sebagai acuan untuk memindahkan uang dari kantong orangtua ke kantong sekolah yaitu Surat Edaran Walikota No.422.1/875 tanggal 29 April 2009 yang merupakan revisi atas Surat Edaran Walikota No.422.1/1.749 tanggal 20 Juni 2008. SE No.422.1/875 dengan jelas memberi batasan kepada pihak sekolah tentang pengecualian kepada keluarga miskin. Spirit SE ini bagus karena mendasarkan rasa keadilan. Menyamakan orang miskin dengan orang kaya sangat tidak adil. Biarkan orang yang kaya dan mampu mengeluarkan uang untuk sekolah. Masyarakat tinggal mengawal pelaksanaan SE itu tepat sasaran atau meleset.Biaya pendidikan sebenarnya murah dan sudah dibebaskan di sekolah negeri dengan adanya BOS dari pemerintah namun tetap ada pungutan di tengah jalan seperti untuk seragam dari sepatu sampai baju, buku paket, study tour, kenang-kenangan dan lain-lain. Komposisi pungutan di tengah jalan tidak sebanding dan jauh lebih besar dengan biaya resmi yang ditanggung oleh BOS yang hanya menanggung biaya sekolah minus biaya fasilitas sekolah.Ada sekolah yang mewajibkan anak membeli peralatan seragam berlogo sekolah dari koperasi seperti sabuk, kaus kaki, yang ujung-ujungnya dijual dengan harga mencekik leher. Mengapa tidak memberi kesempatan dan membebaskan orangtua membeli di luar sekolah, kecuali seragam olahraga dan baju batik yang memiliki ciri khusus identitas sekolah? Objek pendidikanBuku paket sekolah juga memberatkan. Banyak guru yang menjadi agen penerbit. Banyak penerbit yang setiap tahun berganti materi, halaman buku sehingga buku bekas kakak tidak dapat dipakai oleh sang adik. Mereka juga memakai segala macam cara pendekatan kepada pihak sekolah agar memakai buku terbitan mereka. Padahal sekolah sudah membebaskan orangtua untuk mencari di luar. Mata rantai inilah yang harus diputus dan dihilangkan. Kalau semua bisa dihilangkan, niscaya denyut jantung orangtua tidak berdetak kencang.Murid ibarat kelinci percobaan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Kebijakan yang diambil secara tidak transparan dan kerangka tujuan yang jelas menjadikan anak didik menjadi korban. Inilah yang menjadi pokok permasalahan mengapa banyak pihak antara lain di parlemen, pengamat pendidikan dan praktisi pendidikan senantiasa menyerang setiap kebijakan yang diambil oleh Menteri Pendidikan Nasional meskipun kebijakan itu bagus. Pengambilan keputusan bukan atas pertimbangan yang menempatkan anak sebagai subjek pendidikan tetapi lebih pada pertimbangan politis semata. Lihatlah bagaimana kebingungan 315 siswa SMA Negeri 2 Ngawi dan 140 siswa SMA Negeri Wungu Kabupaten Madiun menyeruak manakala mereka diminta mengulang UN tanpa mengetahui apa kesalahan mereka (Kompas, 5/6). Aduh! Tak cukupkah satu korban dari murid atas kebijakan UN ini?Beban itu harus tetap dipikul oleh sekolah, orangtua dan anak didik. Jangan harap akan lahir rasa empati melihat beban itu dari jajaran Menteri Pendidikan Nasional karena mereka tidak peduli dan tidak mau tahu sebab hanya mengejar target seperti robot.Yang kita inginkan sekarang adalah tampilnya pihak yang betul-betul punya hati, mau mendengar, concern dan memandang pendidikan secara menyeluruh bukanya parsial. Siapa mereka? Mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak gemar menghembuskan angin surga dan bersemangat asal bapak senang (ABS), tetapi pribadi-pribadi mau menampilkan kepahitan dunia pendidikan meskipun menyakitkan agar kelak membawa manisnya pendidikan

Kamis, 04 Juni 2009

Pendidikan itu mencerdaskan,kebudayaan itu mencerahkan

Saat beberapa guru yang tergabung dalam wadah Forum Canthing Solo yang bergiat dalam ranah pendidikan dan kebudayaan meluncurkan situs/website saya setengah ditodong untuk mengisi laman untuk yang pertama kali. Aneh juga mengapa saya,karena saya bukanlah orang yang tepat.Namun atas nama esprit de corp saya menulis sebisanya dan sekenanya mengupas pendidikan dan budaya secara pendek di laman tersebut, dan artikel ini hendak mengelaborasi tulisan saya itu.
Forum itu berdiri dengan idealisme penuh khas seorang guru yang setiap hari bergulat dengan anak,mengawal anak sehingga terhindar dari hal-hal buruk yang kelak akan membebani bangsanya.Jadi forum ini perlu diapresiasi.Sebab pendidikan dan kebudayaan tidak semata-mata urusan kerja otak kanan dan kiri agar seimbang.Pendidikanlah yang akan menuntun sebuah bangsa.Lewat kebudayaan sebuah bangsa dapat belajar untuk terus bertahan,mencipta dan memberi warna kepada kehidupan.
Pendidikan itu mengawal bangsa
Pendidikan itu mencerdaskan pasti semua fihak percaya.Pendidikan mengubah sebuah hal dari yang paling sederhana-katakanlah yang paling sederhana-mengenal huruf dan angka,dari tidak tahu menjadi tahu sampai yang rumit yaitu mengenal sistem nilai mana yang baik dan buruk dan lain-lain.Jika dirujuk lebih jauh pendidikan adalah usaha untuk membuat jati diri sebuah bangsa tampak dimata bangsa lain dan bangsa sendiri.Dari pendidikan kita tahu sampai seberapa jauh peradaban suatu bangsa hadir,berkembang dan bertahan.Pendidikan juga mencerminkan nilai keunggulan sebuah bangsa atas bangsa lain.Dalam persfektif agama,hampir semua agama menyuruh umatnya untuk menuntut ilmu.
Pendidikan yang mencerdaskan memberi roh yang akan menuntun anak bangsa.Mengapa hal pertama yang ditanyakan oleh Kaisar Hirohito pasca kekalahan Jepang dari Sekutu adalah seberapa banyak jumlah guru yang masih selamat?.Artinya pendidikan sebagai hal utama.Kaisar Hirohito memiliki keyakinan bahwa kebangkitan bangsa Jepang dari keterpurukan akan diraih jika pendidikan yang menjadi prioritas.Pendidikan akan menemukan mata rantai terputus yang akan mengurai dari mana reputasi bangsa hendak diraih kembali.Maka tak mengherankan Jepang mampu muncul sebagai kekuatan ekonomi,tehnologi dan industri,perdagangan dengan tidak melepaskan satu hal pun yang merupakan ciri bangsa Jepang.Pendek kata pendidikan mengawal bangsa Jepang.
Pendidikan ibarat bangunan yang tidak pernah paripurna/unfinished building.Ia harus terus dipercantik,baca:ditingkatkan mutunya dengan menambah aneka ornament,merehabilitasi yang rusak.Mempercantik sebuah bangunan tidak sama dengan membuat bangunan baru karena memerlukan investasi yang mahal.Cukuplah merawat yang ada,menambah hal-hal kecil jika dipandang perlu.Untuk kasus di Indonesia,kebijakan kependidikan jauh dari semangat kontinuitas.Maka tak heran jika kebijakan secara tambal sulam.Akibatnya pendidikan di Indonesia gagal menuntun bangsanya meretas tantangan masa depan.Lulusan lembaga pendidikan tidak mandiri dan hadir sebagai generasi penyusu.
Kecerdasan sebagai hasil dari sebuah proses pendidikan dapat mengawal bangsa memasuki perubahan zaman dan dinamika peradaban.Ia menjadi inheren dalam diri bangsa yaitu keunggulan,kemajuan,naiknya harkat dan martabat serta lahirnya kebanggaan.Syair lagu Kebangsaan Indonesia Raya berbunyi bangunlah jiwanya bangunlah badannya seolah menjadi kompas penunjuk arah yang hendak dituju.Jika jiwa sudah terbangun,terisi maka tidak sulit untuk merentas kehidupan yang lebih baik dalam aspek badaniah.
Dengan pendidikan,cita-cita sebuah bangsa digantungkan.Tak ada generasi cerdas yang lahir tanpa pendidikan.Tak ada bangsa maju yang mengabaikan pendidikan.Melihat Indonesia yang maju dan bangsa Indonesia yang cerdas harus dari kaca mata pendidikan. Kecerdasan yang mampu mengawal itu meliputi kecerdasan spiritual,emosional dan intelegensia.Tidak dapat dilihat dari satu aspek saja.Perubahan perilaku adalah hasil dari pendidikan.
Kebudayaan itu mencerahkan
Sebuah kebudayaan akan mengawal fungsi luhur kemanusiaan.Budaya mampu mengolah rasa dan bathin , menjadi katarsis kehidupan.Ia menghadirkan pencerahan karena kebudayaan melewati proses jatuh bangun.Kebudayaan bukan sebuah komoditi yang bersifat komersial berbasiskan perhitungan untung rugi.Itulah mengapa banyak budayawan menolak ketika kebudayaan disatukan dalam satu atap bersama pariwisata berwujud Departemen Pariwisata Seni dan Budaya.
Mengelola kebudayaan sebagai bagian dari industri pariwisata menjadikan kebudayaan mandeg,berhenti karena pariwisata bertujuan menjaring dan mendatangkan orang untuk menikmati sebuah keorisionallitas sebuah kebudayaan.Padahal kebudayaan memiliki fitrah berkembang,dieksplorasi terus seiring peradaban manusia.Kebudayaan sebagai daya tarik sebuah industri pariwisata adalah pragmatisme dan akan menjadikan pemilik budaya itu gagal memperoleh pencerahan.Aneh juga jika zaman ini,misalnya,masih mengharapkan suku-suku di Papua harus tetap mengenakan koteka agar kelihatan primitif agar menarik minat turis yang berujung datangnya devisa dalam bentuk dolar.
Sebuah kebudayaan yang mampu memberi pencerahan jika ia bebas berkembang,tidak dipasung.Bayangkan saja jika kita mendengar gending Sinom Parijoto atau palaran, antara pesinden dan niyaganya tidak boleh ber-improvisasi lewat kata-kata saat nyenggaki suara sinden meski kadang terasa vulgar.Akan kering dan pendengar akan bosan.Kekeringan sebuah budaya harus dihindari.Menyaksikan tarian jaipong tanpa 3G yaitu goyang,geyol dan gitek terasa aneh.Tapi atas nama norma dan moral yang dibungkus lewat UU Anti Pornografi dan Pornoaksi 3 G ingin dihilangkan.Maka lahirlah perlawanan dari pelaku budaya.Mereka melawan aturan itu karena dalam kebudayaan peraturannya satu yaitu tidak ada peraturan.Semua mengalir alami.
Tidak melanggar pakem jika Ki Manteb Sudarsono atau Ki Enthus Susmono melakukan terobosan dalam pekeliran yang mereka mainkan.Kebudayaan akan ditinggalkan jika ia dibelenggu.Melarang penonton musik dangdut untuk bergoyang ibarat disuruh menggiring angin,mustahil.Dahulu semua dalang dan pelaku budaya dikumpulkan,diberi indoktrinasi oleh penguasa tentang apa itu budaya bangsa yang adi luhung.Yang timbul kemudian adalah hilangnya roh bangsa sebagai pemilik sah budaya itu.
Kita kadang kala lupa bahwa otak kita perlu dicharge lagi dengan produk bernama kebudayaan.Otak yang dicharge artinya diberi hidangan agar kembali segar.Pentas wayang orang,ketoprak,wayang kulit,musik dangdut,campursari yang serba gratis ditempat becek dengan sanal jepit,festival musik dengan tiket selangit,dari tempat mewah wangi dihadiri oleh penikmatnya dengan satu tujuan yaitu memberi energi baru bagi jiwa yang sudah kering.
Mampukan pendidikan dan kebudayaan mengawal sebuah bangsa (Indonesia) menjadi bangsa yang cerdas dan tercerahkan?.Bisa dan tidak.Saat pendidikan,kebudayaan tidak diberi cap apapun,hadir dengan ketelanjangannya maka ia akan terus dan bisa bertahan menjadi pengawal.Ketelanjangan sebuah pendidikan itu artinya biarkan pendidikan berjalan apa adanya.Tidak direcoki dengan kebijakan yang tidak perlu.Ia mampu tumbuh besar dan menjadi pengawal dengan menghilangkan niat membonsai ,memagari dengan aneka aturan.
Kebudayaan juga harus hadir dengan ketelanjangannya.Biarkan masyarakat yang menjadi pengawalnya.Tanpa direkayasa,tanpa didekte.Biarkan kebudayaan itu berkembang dan berubah seiring perubahan zaman.Jika sebuah perubahan sampai kesebuah suku yang paling terbelakang kehidupannya jangan dihalangi.Ia akan menemukan sebuah kebudayaan yang memberikan pencerahan.

S.E. Walikota bukan kitab suci

Dalam seminggu terakhir ini masyarakat Surakarta dibuat reasah dengan terbitnya Surat Edaran Walikota No.422.1/875 tanggal 29 April 2009 yang merupakan revisi atau ralat atas Surat Edaran Walikota No.422.1/1.749 tanggal 20 Juni 2008.Tetapi Walikota membantah SE itu sebagai ralat tetapi sebagai respon atas PP No.48 yang memiliki kedudukan hukum lebih tinggi.(SOLOPOS,13/5/2009).Normal saja.Dalam kalimat yang sedikit filosofis ada ungkapan bahwa yang tidak berubah di dunia adalah perubahan itu sendiri.Dan Surat Edaran Walikota bukan kitab suci yang tidak boleh diubah.
Dalam kaidah Hukum Administrasi Negara tidak ada yang salah dengan kedua SE tersebut.Seorang pejabat negara berhak mencabut,mengubah dan atau membatalkan SK atau SE yang telah terbit.Maka selalu ada dictum dalam setiap SK/SE bahwa apabila dikemudian hari bila perlu akan diadakan revisi.Meskipun dua SE itu memiliki subtansi yang berbeda.
Jika ternyata SE yang terakhir memancing reaksi negatif dari masyarakat sebagai sesuatu yang lumrah.Begitu juga dengan reaksi anggota Dewan juga hal yang jamak.Kalau anggota Dewan tidak memberi reaksi malah aneh karena mereka anggota parlemen harus bicara.Parle artinya bicara.Hanya saja kalimat yang mereka sangat sarkatis misalnya walikota plin plan.Secara etika tidak patut karena kalimat verbal mereka dikutip oleh media dan menjadi santapan semua kalangan.
Saya dapat membayangkan bagaimana suasana hati Walikota saat menandatangani SE tersebut.Pasti galau, bergejolak membayangkan resiko dan reaksi negative masyarakatnya.Namun sebagai pemimpin keputusan harus tetap diambil meskipun tidak populer dan apapun resikonya.Meminjam istilah Wapres Jusuf Kalla,kalau tidak mau mengambil dan menghadapi resiko jangan jadi pemimpin.
Ijinkan saya untuk kasus ini berfihak kepada Walikota,dan kepada pembaca jangan lantas menyebut saya sebagai humas Pak Wali.Jangan membuat dikotomi bahwa Surat Edaran No .422.1/1.749 tanggal 20 Juni 2008 sebagai pro rakyat dan Surat Edaran Walikota No.422.1/875 tanggal 29 April 2009 sebagai anti rakyat.Saya berpendapat lain yaitu bahwa Surat Edaran No .422.1/1.749 tanggal 20 Juni 2008 pro orang kaya dan Surat Edaran Walikota No.422.1/875 tanggal 29 April 2009 pro kesetaraan.
Permasalahan yang mendasar adalah kurangnya sosialisasi oleh pihak Pemerintah Kota terhadap masyarakat.Dengan sosialisasi masyarakat akan mengetahui latar belakang sebuah kebijakan,dan pemerintah dapat menangkap suasana bathin rakyatnya.Spirit dari kedua SE itu adalah demi kemajuan pendidikan di kota Solo.
Saya termasuk yang percaya bahwa pendidikan adalah sebuah investasi yang mahal.Jer basuki mawa bea.Jadi aneh kalau hendak basuki tetapi tidak mau keluar bea.Maka saya tidak percaya dengan pendidikan gratis.Pendidikan gratis hanyalah mimpi.(Rumongso,SOLOPOS 2/5/2009).Sebagai sebuah investasi maka ia memerlukan pendanaan yang mahal.Namun pendidikan adalah investasi yang BEP/Break Event Point-nya sangat lama yaitu satu generasi.BEP pendidikan adalah lahirnya generasi terdidik yang memiliki kualitas tinggi dan mampu bersaing menghadapi tuntutan zaman.Dari generasi yang berkualitas itulah masa depan negeri kita titipkan.
Ketika reaksi menolak berdatangan kita bisa memaklumi.Di tengah situasi ekonomi yang suram,daya beli masyarakat yang turun,PHK juga marak merupakan momentum yang kurang tepat.Mereka yang bersuara menolak memiliki argument.Tetapi jika disaring semua pendapat itu mengerucut pada reaksi sesaat yaitu melihat permasalahan dari kaca mata sekarang.Jika kita memiliki visi ke depan akan sebuah dunia sebuah pendidikan yang maju tentu reaksinya akan berbeda.
Menghakimi Walikota tidak perlu.Ia memang bukan fihak yang paling tahu akan segala permasalahan rakyatnya.Tetapi ia yang bertanggung jawab terhadap masa depan rakyatnya.Saat mengeluarkan Surat Edaran No .422.1/1.749 tanggal 20 Juni 2008 spirit yang ada yaitu memberikan akses seluas-luasnya kepada warga kota akan kebutuhan pendidikan.Maka ia melarang sekolah untuk memungut uang dalam bentuk apapun dari orang tua siswa.Ini tidak adil karena menyeragamkan semua strata ekonomi rakyat.Yang paling diuntungkan adalah orang kaya dan mampu secara ekonomi.Mereka inilah yang paling keras bersuara memprotes dengan mengatasnamakan rakyat miskin.
Adil itu tidak harus sama.Menyamakan antara orang miskin yang jelas-jelas tidak mampu membayar uang sekolah dengan mereka yang memiliki kemampuan jelas tidak adil.Yang pertama sulit untuk mendapatkan Rp 10.000,00 sedangkan golongan kedua sangat mudah membuang Rp 10.000,00.Mengapa disamakan?.
Surat Edaran Walikota No.422.1/875 tanggal 29 April 2009 yang memberi wewenang kepada fihak sekolah untuk memungut uang dari orang tua siswa dengan pengecualian bagi keluarga yang tidak mampu mengandung spirit kesetaraan.Sangat naïf jika ini dinilai tidak pro rakyat.Biarkan yang kaya mengeluarkan uang untuk mensubsidi kalangan yang kurang mampu karena dalam prakteknya banyak masyarakat yang memiliki semangat menyantuni.
Sekarang bola ada di tangan sekolah.Ketika Surat Edaran No .422.1/1.749 tanggal 20 Juni 2008 menghadirkan ketidakpastian maka kepastian ditengah ketidak pastian itu hilang dengan terbitnya Surat Edaran Walikota No.422.1/875 tanggal 29 April 2009.Mampukan fihak sekolah negeri mengimplementasikan kebijakan itu secara tepat menyasar sebagaiamana diamanatkan.
Masyarakat banyak yang harus mengawal menejemen sekolah yaitu Kepala Sekolah,Wakil Kepala Sekolah dan guru ditambah Komite Sekolah.Titik rawan setiap kebijakan adalah dalam tataran implementasi di lapangan.
Mengawal apakah memang yang memperoleh pengecualian pembebasan uang pungutan itu memang dari kalangan mereka yang tidak mampu atau tidak?.Jika ternyata dalam praksis lapangan banyak kalangan mampu yang seharusnya tidak berhak namun karena kedekatanya dengan kelangan pengambil keputusan justru mendapat pembebasan,maka menjadi tugas kita bersama untuk ramai-ramai memprotesnya.
Bagaimana dengan penggunaan uang pungutan dari orang tua?.Inilah titik rawan kedua.Dalam birokrasi Indonesia hal yang paling mahal dan sulit ditemukan adalah accountability alias pertanggungjawaban.Saya yakin banyak uang yang masuk ke sekolah.Jika tidak ada pengawasan maka potensi akan penyelewengan itu sangat besar.Kata pepatah Jawa:melik nggendong lali artinya keinginan akan mengakibatkan lupa. Penyelewengan yang sistemik karena melibatkan berbagai fihak.Kemana uang pungutan itu digunakan dan diperuntukan harus jelas.Menghindarkan praktek mark up atas belanja dan anggaran fiktif yang mamakai uang pungutan siswa juga harus menjadi kemauan bersama jika semangat SE Walikota tepat sasaran dan dunia pendidikan lepas dari praktek korup.
Kalau ada hal yang membuat saya skeptis akan implementasi dari Surat Edaran Walikota No.422.1/875 adalah apakah Bawasda mau dan mampu mengawasi secara aktif kepada aparatur di lembaga pendidikan negeri?.Apakah Bawasda akan bertindak sigap menindaklanjuti setiap laporan masyarakat akan dugaan penyelewengan kebijakan dan anggaran?. Jika ternyata Bawasda tumpul dalam mangambil tindakan penyelewengan maka SE Walikota No.422.1/875 hanya macan kertas.

Caleg stress siapa peduli?.

Tidak ada peristiwa yang mampu mengharu biru suasana hati dan batin masyarakat selain peristiwa pemilihan umum yang akan memilih anggota legislatif dan puncaknya pemilihan presiden.Kehadirannya ditunggu,namun saat datang membuat jengkel.Dari suasana kampanye riuh redam,bising dan membuat hukum tak berlaku,sampai suasana saling curiga antar warga.
Saat tahapan pemilu dimulai,publik sudah diteror secara visual berupa gambar – gambar penuh senyum simpatik yang secara ironis disertai kata-kata menghamba yaitu mohon doa restu,pilihlah saya.Atau kalimat jumawa semisal siap mengabdi untuk rakyat,membela wong cilik.Biasanya semakin gurem sebuah partai,semakin bombastis kalimat yang di bawa.Karena sedari awal sudah yakin tak bakal terpilih.Menjadi politisi dengan modal janji.
Gambar dan kalimat yang menteror itu laksana hantu yang membuat bulu kuduk merinding.Tetapi dengan seketika alam bawah sadar kita dituntun untuk melenyapkan hantu itu agar pergi dan tidak melakukan lagi kegiatan meneror.Maka timbullah sikap vandalisme dengan mencoret-coret gambar atau merobek dan mencampakkan ke tempat sampah.
Publik yang tidak mengenal secara pribadi sang caleg lalu mengambil ancang-ancang.Secara verbal dengan mengatakan,”Emang gue pikirin!”.Secara aksional mereka bersumpah untuk tidak memilih mereka.Perlawanan ini dilakukan sebagai jawaban atas teror gambar wajah dan penggunaan kalimat-kalimat yang menyertainya.
Ketika pemilu berlalu,hasil sudah diketahui kekalahan sudah di depan pintu dan kemenangan sudah dalam genggaman maka fase kedua dari euphoria pemilu dimulai.Mereka yang menang tidak usah dibahas dalam tulisan ini.Karena sebagaimana kata Sir Alex Ferguson kepada para pemainnya,lupakan setiap kemenangan agar tidak terlena,sebab pertandinganbesar berikutnya siap menunggu.
Memahami sebuah kekalahan lebih sulit dari pada menerima kekalahan itu.Saat peluit akhir kompetisi ditiup mau tidak mau,siap tidak siap,bagi yang kalah maka kekalahan harus diterima.Meminta tanding ulang sia-sia.Yang sulit yaitu memahami arti kekalahan itu.Untuk faham atas kekalahan,maka semua rekaman peristiwa harus diputar ulang.Ketika ketemu apa tujuannya maka bukalah rekaman itu.Lihatlah apa niat awal mereka.Jika niatnya adalah demi syahwat kekuasaan maka kekalahan laksana pisau yang menyayat.
Ketika seorang caleg terjun ke dunia politik bukan atas dasar panggilan hati,maka kekalahan ibarat palu godam.Bayangan terlalu melambung tinggi.Menikmati prevelage,kekebalan hukum karena untuk dapat menyidik seorang anggota dewan harus seijin gubernur,mendagri bahkan presiden.Pokoknya serba indah,serba menyenangkan.
Pemahaman yang keliru atas kekalahan,katakanlah dalam sebuah kompetisi seketat pemilihan umum di Indonesia yang konon jumlah calegnya sampai angka 1,5 juta dalam berbagai tingkatan,sangat sulit karena ongkos politik yang terlanjur mereka investasikan sangat besar.Mereka siap menang tapi tidak siap kalah.
Ketika malang tak dapat ditolak dan untung tak dapat diraih,maka politisi itu mengalami frustasi.Malu karena gagal,investasi melayang sia-sia karena bayangan akan nikmatnya kursi kekuasaan pupus.Ujung-ujungnya depresi.Caleg yang sampai pada taraf depresi-frustasi inilah yang saat awal memasuki ranah politik hanya berfikir betapa enaknya menjadi politisi.
Seorang sahabat,yang maju menjadi caleg DPRD Kota bahkan sudah berandai-andai tentang hal apa yang akan ia lakukan terkait dengan sebuah masalah yang menyita pehatian khalayak ramai.Penulis yang kebetulan pendidik berkesimpulan terhadap analisisnya manarik kesimpulan bahwa ia mengalami kepribadian yang terbelah,split personality.Ibarat cicak hendak menelan kaleng,brisik tapi tak akan mampu menelan.
Stres yang menghampiri caleg akan menambah sinisme masyarakat.Ketika pada awal mereka memperkenalkan diri dengan tujuan agar rakyat tahu dan berkenan memilih,masyarakat sudah apriori.Memang dia bisa apa?.Saat kampanye mereka hadir ibarat sinterklas membawa aneka macam bantuan baik yang natura maupun non nantura,rakyat tambah apriori.Wah nanti setelah jadi anggota dewan akan menjadi kapal keruk.Karena bantuan yang diberikan bukan atas dasar sikap filantrofis-berderma yang harus,sekali lagi harus dilandasi sikap tulus dan jauh dari sikap riya’.Ada pamrih agar mereka yang diberi bantuan akan memberikan suaranya kepada yang bersangkutan.
Caleg model ini rupanya tidak pernah membaca koran.Andai mereka membaca rubrik,katakanlah Kring Solopos,pasti tahu membaca arah angina karena masyarakat di akar rumput sudah kampanye gratis di rubrik tadi antara lain jangan pilih politisi yang gemar membagi uang,atau ambil uangnya tapi jangan pilih orangnya.Kog nekat juga ya terserah.Akhirnya sebagaimana terjadi di beberapa daerah banyak caleg yang bertingkah aneh.Mengambil kembali semua bantuan yang telah mereka salurkan.Menutup pasar,memblokade jalan.
Memahami kekalahan,andaikan bisa,adalah satu tahap meraih sebuah kemenangan.Kekalahan atau bahkan kegagalan menghadirkan sikap keteladanan yang berasal dari dalam diri.Saat kegagalan tiba menyapa ia menjelma menjadi kawan sejati yang akan mengingatkan kita untuk melihat diri apa adanya.Kegagalan bukan hanya sukses yang tertunda sebagaimana kata pepatah lawas.Kegagalan juga merupakan kemenangan diri atas nafsu yang membelenggu.Ia mengingatkan kita.namun kita berlagak pilon tak mau mendengar,paling tahu.
Saat gambar diri di pasang disertai kata-kata bijak bestari dengan tujuan meng-kamuflase-kan diri,saat itu sebenarnya kegagalan sudah mendekat.Mereka,para caleg yang tidak bisa apa-apa datang lewat kata-kata seolah hendak menjelma menjadi pahlawan.Mereka yang memaksa diri untuk tersenyum manis agar yang memandang merasa nyaman tenteram hatinya telah menghina fitrah mereka.Senyum itu bahasa kalbu yang tak seorangpun atau tehnologi yang dapat merekayasa.Karena senyum para caleg itu menggoda,maka khalayak juga menggoda.Lantas timbulah vandalisme sebagaimana disinggung di awal tulisan ini.
Yang repot adalah stress yang diderita oleh caleg terpilih menjadi anggota dewan.Mereka inilah yang perlu diwaspadai setiap gerak langkahnya.Karena stress dan depresi yang menghampiri caleg terpilih,rakyat jua yang akan menanggung ongkos atau biaya untuk menyembuhkan.Memang tak harus masuk ke RSJ seperti mereka yang gagal.Implikasinya hanya pada tak adanya kesuaian antara kata dengan perbuatan.
Yang depresi karena gagal sebab memikirkan modal yang terbang dan tak dapat kembali.Padahal semua dibiayai dengan menjual asset.Yang depresi karena terpilih memikirkan bagaimana mengembalikan modal.Ongkos yang ditanggung rakyat sangat mahal.Mari menghitung a la Kwik Kian Gie!.
Rata-rata seorang caleg DPRD Kabupaten/Kota yang mengeluarkan modal Rp.400 juta.Biaya itu antara lain untuk sosialisasi,penggalangan massa dan uang untuk memelihara loyalitas massa.Karena sebagaimana banyak disingung dalam kajian perilaku pemilih di Indonesia mempunyai karakter yang cair,mengambang.Loyalitas ada jika ada uang yang masuk.Idiologi hanya di mulut bukan di hati.Dengan masa jabatan 5 tahun artinya mereka mendapat 60 X uang gaji.Istilah mereka uang kehormatan.
Rata-rata uang kehormatan yang mereka terima sebagaimana mengacu pada Permendagri maksimal 6 juta untuk anggota biasa dan 9 juta untuk unsur pimpinan. Jika 6 juta dikalikan 60 bulan maka anggota DPRD hanya memperoleh 360 Juta.Uang itu ada yang harus disisihkan untuk partai dan konstituen.Kalau di pusat masih untung karena ada hak pensiun.
Hukum ekonomi mana yang mampu menjelaskan tentang sebuah investasi yang siap rugi tetapi banyak diminati oleh setiap orang?.Jawabanya:jadilah anggota dewan seperti yang dikatakan oleh Muhammad Basuki mantan ketua DPRD Kota Surabaya yang dipecat karena berkoar perihal cara mengisi periuk nasi anggota dewan.
Caleg stress baik yang terpilih atau gagal memang ibarat makan buah simalakama.Semua membuat bingung.Apapun yang mereka lakukan hanya akan menjadi beban.Yang depresi karena kalah menjadi beban,minimal beban keluarga yang bersangkutan.Yang depresi karena menang menjadi beban rakyat banyak,karena mereka akan mencari sumber apa saja yang mampu menutup investasi yang keluar.Tak usah dibahas.Nanti akan membuat merah telinga mereka.
Mengapa dapat terjadi depresi?.Politik tanpa rasio akan menjerumuskan.Politik tanpa etika ibarat koboi mabuk.Guru besar etika dari STF Driyarkara,Dr.Frans Magnis Suseno/Romo Magnis sampai harus menulis buku etika politik untuk memagari politisi agar tak menyimpang.Buya Syafi’i Ma’arif mewanti-wanti jangan terjun ke dunia politik jika tujuannya semata kenikmatan,tak dapat menyesuaikan antara laku dengan lakak.

Rabu, 13 Mei 2009

Teror atas sebuah tulisan

Tulisan saya tanggal 2 Mei 2009 di Harian Umum SOLOPOS berjudul Mengembalikan pendidikan yang dicuri sedikit banyak memancing polemik.Ada yang pro dan ada yang kontra.Saya sih menganggapnya biasa saja.Gak ada yang istimewa.Lain kepala lain isinya meski rambut sama hitamnya.(Maaf bagi yang sudah ubanan).
Saya melihat mereka yang menilai negatif atas tulisan saya adalah mereka yang tidak mengerti dan tidak tahu fungsi sebuah media massa.Lucu banget dan naïf sebenarnya kalau sampai tidak ngeh fungsi gagasan,opini di surat kabar.
Sebuah media massa itu berfungsi menyuarakan suara masyarakat.Ia menjadi jembatan yang menghubungkan anatara mereka yang di “sono” dengan kita yang “di sini”.Ketika sebuah tulisan ditangapi dengan semangat terror maka mereka yang suka melakukan teros itu perlu ditatar agar jangan meneror atau meneror secara elegan.Opo tumon ada terror secara elegan?.Ada.Yaitu membantah dengan tulisan pula.Jangan sampai tulisan dibalas dengan ancaman.Itu mah zadul banget.Haree gini masih suka terror.
Terkait usulan agar saya menulis yang esooy geboy,saya gak mau nuruti perintahnya.Kalau saya menuruti sama saja saya mengikuti irama permainan mereka.
Media massa itu bertujuan mulia.Ia adalah pilar ke empat dalam sebuah negera demokratis.Ceeilee…..Sok intelek banget.
Pilar pertama adalah lembaga eksekutif yang dikelola dengan baik/GCG:Good Coorporate Gavoernence.Lembaga Yudikatif yang adil dan mandiri.Lembaga Legislatif yang berfihak kepada rakyat.Dan yang terakhir adalah pers sebagai cirri masyarakat madani/civil society.
Masyarakat yang dirugikan dengan pelayanan publik yang amburadul,bertele-tele dapat menulis dapat menulis keluhan di media massa.Ngurus SIM banyak pungli ngadu saja sama media massa.nah..inilah fungsi control dari per situ.ia menyuarakan aspirasi masyarakat banyak.Maka jangan apriori dengan pers.Tulisan harus dibalas dengan tulisan.Jangan tulisan dibalas dengan terror.
Kembali kepada terror atas tulisan saya.
Saya berpendapat bahwa misi saya berhasil.Misi mengusik mereka yang selama ini memiliki semangat mengambil tanpa mau memberi kepada dunia pendidikan.Siapa mereka?.Ya koruptor di departemen pendidikan.
Saat mereka terusik itulah yang meyakinkan saya bahwa apa yang saya tulis itu benar.
Kalau gak benar ngapain marah-marah.
Pada hari Senin,4 Mei SOLOPOS mengupas habis masalah korupsi pendidikan.Jadi saya mendapat amunisi baru.Saya tidak tahu apakah SOLOPOS juga mendapat telepon seperti saya.Mungkin tidak karena SOLOPOS terlalu besar untuk diteror.
Seorang penguasa dapat menggunakan kekuasaannya untuk membendung laut,samudera.Tetapi tak akan mampu membendung fikiran seseorang.
Penguasa mampu menggunakan kekuasaannya untuk menutupi sebuah gunung tetapi tak akan mampu menutup sebuah kebenaran.
Teror atas tulisan menandakan kekerdilan fikiran.Mereka tidak menghargai isi fikiran yang tertuang dalam sebuah tulisan.Kekerdilan fikiran inilah yang harus dilenyapkan jika jagad pemikiran ingin maju.
Kepada penulis yang berstatus PNS,jangan pernah takut untuk mengugkap kebenaran lewat tulisan.Sejauh kebenaran yang disuarakan,dan keberfihakan kepada mereka yang lemah tidak ada alasan untuk takut terhadap atasan,kolega.Sinisme bahkan diasingkan dari rekan harus ditanggapi sebagai hal lumrah.Mereka inilah yang perlu juga disadarkan.
Hidup itu sebuah pilihan.Menulis untuk mengungkapkan sebuah kebenaran aalah pilihan sulit.Saat kita lahir kita memang sama dalam keadaan tidak membawa apa-apa.Karena manusia tidak bisa memilih nasib atau takdir,biarkanlah mereka yang memilih menjadi penulis dihargai.Juga yang suka tersinggung dengan tulisan harus dihargai.Sahabat yang sinispun harus dihargai.Inilah hidup.
Kalau teror yang ini saya suka yaitu ….toreroret tero-teroret…teroret ro jreng ….
EPISTO ERGO SUM.

Jumat, 08 Mei 2009

My fallen angel

Malaikat kecilku Azhar Muhammad Hanief.
Surakarta,3 April 2007

Sabtu, 02 Mei 2009

Blonek alias Blogger Nekat

Saya seorang guru sekolah dasar.Mengajar di SD Djama'atul Ichwan Sala.Blogg ini saya dedikasikan untuk kemajuan dunia pendidikan.
Menjadi blogger dengan modal nekat.Tidak memiliki komputer atau laptop.Untuk menulis harus rental atau pinjam di sekolah.Harus menebalkan telinga dari ocehan teman-teman.Gak masalah.Anggap saja nyanyian sinden atau Waljinah yang merdu.
Mendidik dengan hati saya pilih sebagai judul blogg ini dengan harapan anak didik akan ada dihati,kelak mereka jika telah dewasa akan bertindak dengan hati.

Mengembalikan pendidikan yang dicuri

Tulisan ini bukan hasil dari sebuah kontemplasi. Untuk bisa menjadi orang yang kontemplatif diperlukan kejernihan jiwa, olah pikir dan hati yang tertata. Bukan juga hasil dari penerawangan karena saya bukan dukun.
Karena saya guru yang setiap hari bergelut dengan pendidikan, tulisan ini semacam testimoni atau kesaksian dari pelaku pendidikan. Dengan testimoni, ada keintiman antara pemberi kesaksian dengan subjeknya. Testimoni bukan pula ngudarasa karena ngudarasa cenderung mengeluh mengeluarkan unek-unek.Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) meluncurkan program StAR Initiative—Stollen Asset Recovery Initiative atau Program Inisiatif Pengembalian Aset Yang Dicuri oleh para pemimpin negara/pemerintahan yang berjiwa korup.Dengan program STAR itu, mereka yang secara sukarela mengembalikan aset negara yang dicuri, akan dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Artikel ini diilhami oleh program PBB itu. Saat pengambilan sumpah pejabat , wajah mereka kelu, tegang, mungkin karena saat mengucapkan sumpah yang terlintas adalah bagaimana cara agar posisi yang diduduki akan memberikan keuntungan untuk mengembalikan modal yang telah keluar untuk mendapat jabatan tersebut. Di Indonesia, tidak ada jabatan yang gratis, no free lunch (tak ada makan siang gratis). Jadi, ya, korupsi, termasuk di dunia pendidikan.Aset pendidikan yang dicuri itu meliputi aset fisik dan nonfisik. Yang fisik berwujud korupsi uang yang seharusnya untuk anak didik. Yang nonfisik berupa sistem hukum yang tidak berpihak kepada rakyat, sehingga membuat rakyat semakin sulit memperoleh dan mengakses pendidikan dan tercerabutnya anak-anak dari sistem pendidikan atau sekolah yang menyenangkan.Pendidikan dijalankan oleh birokrat yang sibuk berbicara tanpa henti, tetapi malas untuk mendengar dan bertanya. Ketika pejabat di bidang pendidikan sibuk berbicara maka ia kehilangan kepekaan. Kemalasan mendengar rakyat akan melahirkan tiran. Malas bertanya kehilangan kecerdasan dan sikap kritis.Bertanya, menurut mantan CEO Harley Davidson, Rich Teerlink, merupakan sarana kepemimpinan yang memiliki derajat dan efektivitas lebih tinggi. Dengan bertanya, kebenaran akan teruji. Dengan mendengar, akan lahir sikap waskita. Dengan diam, hati akan terasah. Kata Jalaludin Rumi, dalam diam ada pembicaraan yang abadi.Ki Hadjar Dewantara pasti termenung bahkan menangis jika masih hidup, menyaksikan pendidikan melenceng dari rel yang sebenarnya. Sesanti Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani dengan kedalaman arti yang luar biasa dan bersifat wingit, oleh birokrat yang bermental korup diubah menjadi Ing ngarsa numpuk bandha, Ing madya wani dosa, tut wuri padha korupsi. Tengoklah banyaknya pejabat atau mantan pejabat yang dihukum karena mereka mengorupsi uang buku ajar yang semestinya menjadi hak rakyat. Ini ironis sekali. Perilaku korup, menurut sastrawan peraih Nobel Rabindranath Tagore, ibarat mencuri dan mengambil nasi dari periuk-periuk rakyat. Ia nista dan menghina kehidupan. Jika anggaran tidak dikorup, artinya anak-anak dapat bersekolah. Dengan menyenyam pendidikan, mereka bisa menjalani kehidupan lebih baik.Sebuah contoh, dugaan korupsi dana buku ajar SD-SMP-SMA di sebuah kota senilai Rp 3,7 miliar. Andai saja uang tersebut tepat peruntukannya, untuk membeli buku seharga Rp 20.000/eksemplar, maka akan terbeli sebanyak 185.000 eksemplar buku yang bisa dimanfaatkan oleh siswa. Mengapa banyak gedung sekolah roboh, reyot dan telantar? Karena gedung dibangun asal-asalan. Dana alokasi khusus (DAK) untuk rehabilitasi gedung senilai Rp 70 juta, yang sampai dan diterima oleh kepala sekolah hanya Rp 43 juta. Asumsinya, jika plafon anggaran yang Rp 70 juta itu diterima utuh, akan mewujud bangunan kokoh. Dicuri oleh sistemPendidikan yang menjadi hak setiap warga negara akhirnya menjadi barang mewah. Tidak semua warga bisa menjangkau karena mahalnya biaya pendidikan. UU Badan Hukum Pendidikan adalah embrionya. UU BHP sangat jauh dari semangat memberikan pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Maka, tidak heran jika banyak kalangan menolak UU tersebut.Memang di setiap tempat dibangun gedung sekolah. Tetapi tidak setiap anak dapat masuk sekolah, tidak setiap orangtua mampu menyekolahkan anak mereka. Mengapa dapat terjadi? Bukan karena rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, melainkan mahalnya biaya pendidikan. Angka putus sekolah di Indonesia sekitar 12 juta anak. Politisasi pendidikan dengan jargon pendidikan gratis justru menjadi racun untuk masyarakat. Pendidikan gratis ibarat mimpi. Rakyat ingin mutu meski harus membayar. Contohnya adalah sekolah swasta favorit dan mahal tetap menjadi rebutan orangtua karena ada jaminan mutu. Tetapi, sekolah-sekolah negeri banyak yang gulung tikar atau digabung karena kualitas yang rendah. Gejala apa ini? Bukan karena suksesnya program KB sehingga kekurangan murid. Tetapi orangtua sudah sadar akan mutu pendidikan yang baik.Dicuri sekolahPelaku pencurian yang ketiga adalah lembaga pendidikan tempat anak menuntut ilmu. Pencuri ini tidak kentara, tetapi sangat buruk dampaknya terutama terhadap tumbuh kembang sang anak. Ketika anak-anak kehilangan kegembiraan dalam belajar, saat sekolah memberikan target terlalu tinggi, saat itu pula sekolah menjelma menjadi penjara untuk anak-anak.Pendidikan harus dijalani oleh anak-anak dengan penuh kegembiraan. Gembiranya anak-anak saat menuntut ilmu itulah, kata para sufi, yang dapat membuat malaikat tersenyum. Bersekolah harus ditempuh dengan kegembiraan. Ia ibarat taman bunga yang menarik kupu-kupu untuk datang. Itulah sebabnya Ki Hadjar Dewantara menamakan “taman” bukan sekolah.Bersekolah akan penuh kegembiraan jika pengajaran adalah sebuah art (seni) dari sang guru. Bukan pengajaran sebagai ”kiat” dari sang guru. Mendidik sebagai art akan menyentuh hati anak dan akan mendahulukan proses dari pada hasil. Sementara mendidik sebagai ”kiat” hanya menyentuh otak anak yang akan mengutamakan hasil.Sekolah memberikan beban yang melebihi batas dan kemampuan anak. Tak heran jika anak melihat sekolah sebagai penjara. Atas nama tuntutan kurikulum, materi yang diberikan terlalu tinggi. Atas nama peningkatan peringkat sekolah, anak didik digenjot melebihi kemampuan dan tugas perkembangan usianya.Anak didik ibarat pohon. Jika ada anak yang bodoh dalam belajarnya, nakal tingkah lakunya, semua ibarat ranting kering. Melihat ranting bukan berarti melihat pohon. Karena ranting, kata Gede Prama, bukanlah pohon. Anak juga demikian. Lihatlah anak secara utuh sesuai dengan tingkat umur dan kemampuannya. Jika ada anak yang kurang dalam satu hal, jangan divonis kurang secara keseluruhan.Ada nilai lebih yang belum terlihat dan belum tergali. Anak cerdas, jika dididik secara tidak tepat, dia tidak akan berkembang. Sebaliknya, anak yang memiliki kekurangan akan berubah baik jika dididik secara tepat. Kembalikanlah pendidikan yang dicuri kepada anak didik. Semoga! (SOLOPOS,2 Mei 2009)

Corruptio Ergo Sum

Descrates bilang,”Coginto ergo sum”.Aku berfikir maka aku ada.Perkatan Descrates sengaja diplesetkan menjadi”Coruptio ergo sum”. Aku korupsi,maka aku ada.Mohon maaf kepada Descrates.Petuah Desdrates yang diplesetkan itulah yang digunakan oleh para anggota DPR.Secara tidak langsung rakyat diuntungkan.Aku korupsi maka aku ada.Rakyat mengenal aku.Kalau aku tidak korupsi,maka aku tak ada dan rakyat tak mengenal aku.Hampir seluruh rakyat Indonesia tidak akan mengenal wakil mereka,jika anggota DPR tidak tersangkut perkara korupsi.Karena mereka ada yang tertangkap tangan menerima suap,mata rakyat terbelalak.Lalu mereka mengenal nama wakilnya saat menjadi pesakitan.Maka wahai anggota DPR,korupsilah agar kalian dikenal rakyat yang kalian wakili!.Dalam disertasi Doktor di UGM,anggota DPR Idrus Marham membuat analisa bahwa hanya 10 % anggota DPR yang memiliki kompetensi,kapabilitas dan kredibilitas layaknya seorang politisi.Artinya ada 90% anggota yang tidak memiliki kompetensi ,kapabilitas dan kredibilitas.Yang 90 % itu hanya memiliki jiwa bromocorah,makelar anggaran,calo jabatan publik ,pemalas,tukang selingkuh dan manipulator ulung.Mereka juga memiliki sifat angkuh,tidak memiliki etika.Betul kata Gus Dur bahwa DPR sama dengan anak TK.Artinya mereka belum memiliki sikap dan akal sempurna layaknya orang dewasa.Jadi jangan salahkan rakyat jika mereka bilang anggota DPR tidak bisa membedakan antara satpam dengan seorang profesional dengan reputasi segudang.Karena daya nalarnya belum sampai.Produk yang dihasilkan dari lembaga tanpa yang kompetensi,kapabilitas dan kredibilitas menjadi bahan tertawaan dan penolakan publik.Banyaknya uji materi UU di Mahkamah Konstitusi dan ditolak rakyat mengindikasikan bahwa out put DPR jauh dari harapan rakyat banyak.Mereka membuat UU bergantung dari sudut pandang kepentingan pribadi,partai dan kelompoknya.Jika aneka sorotan negatif itu keluar dari rakyat yang diwakili,karena publik sendiri sudah muak dengan sepak terjang anggota DPR yang 90% tadi.Foto ruangan sidang yang kosong,anggota DPR yang sibuk baca koran,main telpon/sms,nitip absen sidang semakin menambah rasa geregetan rakyat.Rasa malu menjadi barang langka di gedung dewan.Partai politik juga menjadi rumah besar para koruptor.Karena banyak partai politik yang justru melindungi anggotanya yang terlibat korupsi dengan dalih azas praduga tak bersalah/presumtion of inoncence.Sepak terjang nggota DPR yang mendapat predikat “Yang Terhormat” semenjak zaman Orde Baru hingga Orde Reformasi selalu menjadi sorotan negatif rakyat yang diwakilinya.Rakyat sangat sulit menemukan sisi positif anggota DPR kita.Maka sampai kapanpun rakyat akan tetap mereka ibarat begudal dengan bungkus politisi.Pada zaman Orba,DPR mendapat predikat sebagai tukang stempel pemerintah.Hal ini mengacu pada karakter angota DPR yang hampir selalu bisa dipastikan akan memberikan persetujuan kepada setiap kebijakan pemerintah.RAPBN diketok oleh DPR tanpa ada satupun angka rupiah yang berubah.Ibarat koor setuju.Ada juga stempel negatif bahwa anggota DPR Cuma bisa 4 D yaitu datang,duduk,dengar,duit.Pada era Reformasi istilah 4 D diganti dengan DTTP,datang tanda tangan,tidur,pergi.Sampai ada anekdot bahwa penyebab bubarnya grup lawak Srimulat karena kalah lucu dengan anggota DPR yang berkantor persis di samping gedung Srimulat.Juga mengenai diusirnya para penjual kaca cemin di depan gedung DPR karena mereka malas bercermin diri,untuk melihat tengkuk (baca:aib) sendiri, cuma melihat tengkuk orang lain.Semua berita negatif itu tidak membuat DPR alergi.Pada zaman Reformasi,ketika kekuasaan DPR sangat besar,DPR seolah mendapat angin.Adagium kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah,marak digedung DPR.Semua hal remeh temeh dipermasalahkan,sementara hal-hal krusial dan memiliki subtansi tinggi bagi kepentingan publik di kesampingkan.Etos pedagang.Survey Transparansi Internasional Indonesia menempatkan DPR sebagai lembaga paling korup bersama dengan lembaga kepolisian,partai politik dan pengadilan.Indeks persepsi masyarakat itu langsung dibantah rame-rame oleh yang bersangkutan.Bantahan demi bantahan yang keluar dari mulut semakin menguatkan dugaan dan persepsi publik tentang korupnya mereka.Semakin kuat penolakan dari dalam DPR semakin kuat pula persepsi khalayak banyak.Tak ada api tak ada asap.Di Indonesia ini investasi untuk menjadi wakil rakyat sangat besar.Kampanye visi dan misi calon anggota dewan tidak akan dapat menarik minat pemilih jika tanpa ada gizi yang menyertai.Akibatnya mereka mengeluarkan uang untuk mendapat suara rakyat.Ibarat dagang mareka harus balik modal yang sudah diinvestasikan.Jadi rakyat juga punya andil melahirkan mental korup anggota DPR.Logika dagang inilah yang mendorong meraka melakukan apa saja,termasuk melakukan korupsi dan menerima suap agar modal kembali.Syukur-syukur dapat untung..Akibatnya bagi DPR suara rakyat bukan suara Tuhan.”Voc populi voc Dei” yang harus didengar.Bagi anggota DPR,suara rakyat,suara setan.Karena sudah terbeli.Tingkat pendapatan anggota DPR RI sangat tinggi dibandingkan dengan rata-rata pendapatan orang Indonesia.Sekitar 60 juta yang mereka bisa bawa pulang.Bandingkanlah dengan gaji seorang guru besar berkepala botak dengan masa kerja 35 tahun hanya mendapatkan gaji sebesar 4-5 juta/bulan.Seorang prajurit TNI/Polri dan PNS harus menunggu 25 tahun agar dapat hidup layak.Itupun setelah mengikuti aneka tugas,pendidikan,dan mutasi yang sangat berat.Mengapa harus korupsi jika mereka sangat hidup dengan sejahtera?.Semua berpulang pada sikap dan mental,serta gaya hidup mereka.Mereka makan siang dari hotel ke hotel.Mobil juga harus yang built up luar negeri.Beli baju dari butik terkenal.Sepatu juga buatan luar negeri.Bahkan ada seorang angota DPR yang memakai setelan jas merk Brioni seharga Rp 40.000.000,-.Setara dengan harga satu rumah rakyat yang diwakilinya.Inilah yang membuat mereka lupa daratan.Ujung-ujungnya korupsi,menjadi makelar proyek yang dibiayai APBN dan menjadi calo jabatan di BUMN.Skeptisme rakyat atas perbaikan kinerja dan mentalitas DPR akan berpengaruh semakin banyaknya angka golongan putih pada pemilu.Publik percaya jika memeka ikut pemilu,maka suara yang mereka berikan akan memilih calon koruptor di lembaga legislatif.Perlawanan itu timbul karena ketidakpercayaan rakyat kepada wakilnya.Pemilu tidak membawa perubahan langsung atas kehidupan mereka.Rasa bosan karena dalam tahun berjalan selalu ada pemilihan umum baik untuk memilih bupati/walikota,gubernur,DPR dan puncaknya pada pemilihan presiden.Dari semua kegiatan pemilihan itu pemenangnya adalah golongan putih.Kembali soal banyaknya politisi Senayan yang ditangkap KPK,publik disadarkan tentang mentalitas busuk politisi kita. Menjadi politisi bukan dianggap sebagai wahana ber-khidmad untuk bangsa dan negara,melainkan sebagai sarana untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan mengatas namakan rakyat.Jika dinegara lain menjadi kaya dahulu,lalu beralih profesi menjadi seorang politisi,maka di Indonesia yang terjadi kebalikannya.Menjadi politisi dahulu,lalu menjadi kaya.Karena saat menjadi politisi itulah mereka mendapatkan privelage,antara lain kemudahan akan akses modal dan kekuasaanPolitisi Indonesia membangun jejaring/network dalam rangka mendapatkan modal.Idealnya jaringan itu digunakan untuk memperkuat basis massa yang bersangkutan.Anggota DPR di Indonesia justru melupakan basis massa pendukung saat kursi kekuasaan sudah diraih.Mereka baru ingat dengan konstituennya saat menjelang pemilihan umum. Rakyat muak.Dalam berbagai kesempatan,para pakar membuat analisa bahwa ada kesalahan dalam proses rekrutmenanggota DPR.Mereka bukan berasal dari para kader loyal dan militan sebuah partai.Tetapi para pemodal yang berinvestasi di bidang politik.Rakyat sangat sulit menemukan rekam jejak mereka.Yang rakyat tahu para pemodal sudah berada dan mendekat disekeliling tokoh partai.Pendek kata,kolusi!.Andai ada pola pengkaderan yang jelas,maka tak akan ada politisi abal-abal,kutu loncat .(SOLOPOS,17 Maret 2009)

Guru Profesi Tuna Kuasa

Dimanakah letak kekuasaan seorang guru?.Pertanyaan yang cukup menggelitik berkenaan beberapa kejadian aktual akhri-akhir ini.Di Medan ada Komunitas Air Mata Guru yang terbentuk akibat melaporkan adanya kecurangan UAN di sekolah sehingga beberapa guru mendapatkan sanksi dari pengurangan jumlah jam mengajar hingga menjadi guru non job.Bahkan ada yang dipecat.Di SMP Negeri Gatak Sukoharjo sepuluh orang guru dimutasi karena melaporkan adanya penyelewengan yang dilakukan oleh kepala sekolah.(SOLOPOS 12 Agustus 2008).Mengapa masih saja terjadi sikap takut jika ada guru yang bersuara berani membongkar ketidakberesan keadaan di sekitarnya?.Apa yang ditakutkan dari seorang guru yang bersikap jujur terhadap suatu masalah?.Guru jarang menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.Ia berkuasa tetapi tuna kuasa.Kekuasaan guru berada dalam lingkup yang sangat sempit.Berada di dalam kelas.Kekuasaan untuk menghukum atau memberi hadiah kepada anak.kekuasaan memberikan nilai akademik baik dan buruk kepada anak didik.Pendek kata merah hitamnya anak terletak pada guru.Orang tua menyerahkan sepenuhnya keadaan anak kepada guru dan sekolahnya.Dengan kekuasaan itu apa yang dapat dibanggakan oleh guru.Karena kekuasaan yang tidak membanggakan,maka guru jarang menggunakan kekuasaan yang dia miliki.Lalu apa yang ditakutkan?.Ketakutan terbesar kepada guru manakala guru berani turun gunung untuk bertindak atas sebuah penyimpangan.Di Jakarta ribuan guru bantu demo ke gedung DPRD karena nasibnya tidak jelas.Ia bertindak karena dalam keadaan terdesak.Turun ke jalan artinya ada kegiatan belajar mengajar yang dikorbankan.Anak didik ditinggalkan di sekolah untuk urusan nasib.Guru adalah orang yang sadar akan hak dan kewajibannya.Demo seorang guru ibarat sedang mengajar kepada khalayak banyak yaitu hak harus dituntut setelah kewajiban dijalankan.Tidak ada fihak yang dihujat atau disakiti,tak ada bangunan yang dirusak.Kalau sampai guru demo dengan mogok mengajar,maka pemerintah sudah panas dingin.Berbda jika yang mogok kerja dari kalangan sopir.Penguasa dapat mengerahkan sopir cadangan.Semuanya dapat digantikan.Tetapi jika guru mogok mengajar,apakah ada orang per orang yang dapat menggantikan?.Tidak bisa.Anak-anak pasti akan menolak guru pengganti.Hakekat GuruPada masyarakat yang menganut pola hubungan patronase,guru ibarat lautan budi tepian ilmu.Tempat bertanya atas sesuatu masalah,dan menjadi muara atas semua nilai kebajikan.Bahkan pada masyarakat pedesaan yang masih kental pola kehidupan paguyuban,guru tidak cuma dituntut pandai dalam mendidik anak,tetapi juga dituntut sebagai penuntun ke arah jalan terang bagi masyarakatnya.Mereka melihat guru sebagai sosok yang memiliki kewaskitaan dalam melihat sesuatu hal.Ia menjadi sosok yang didengar titahnya laksana seorang raja.Guru adalah profesi yang sedikit cemooh.Masyarakatjuga ada yang tdaik rela jika ada guru yang dicemoo.Orang menjadi sungkan meski kurang berkenan..Guru adalah profesi yang dituntut untuk tidak boleh salah dan keliru.Apalagi sampai berbohong.Jika guru salah menerapkan sebuah konsep,keliru dalam memahami dan menilai sebuah rumusan,maka bisa fatal.Apalagi jika sampai berbohong menyembunyikan kebenaran.Dokter jika salah memberikan resep obat,paling-paling yang jadi korban cuma satu orang.Yaitu si pemakai obat yang salah resep.Tetapi jika guru yang salah dalam memberikan sebuah system nilai kepada anak didik,maka anak satu kelas akan menjadi korban menelan pil kesalahan. Ia juga tidak boleh berbohong.Karena satu kebohongan akan melahirkan kebohongan yang lain. Artinya ada derajat yang lebih tinggi pada profesi keguruan dibandingkan dengan profesi yang lain.Ia berbeda karena menjadi guru bisa berarti menjadi”liyan/other” dalam suatu komunitas.Yang lain boleh saja makan,minum,merokok sambil berjalan.Untuk seorang guru hal itu tabu untuk dilakukan.Berpakaian kaos singlet saat di luar rumah,tidak boleh untuk guru.Keluar rumah harus dalam keadaan rapi,meskipun tidak dituntut berpakaian mewa.Inilah yang dimaksud menjadi”liyan” tadi.Menjadi guru adalah panggilan hati dan jiwa,sebagaimana menjadi seorang pastor dalam agama Katholik atau seorang Bhiksu Budha yang rela untuk hidup berselibat agar menjadi penggembala umat yang baik,atau menjadi seorang serdadu yang berani melaksanakan kontrak mati lebih baik pulang tinggal nama dari pada gagal dalam tugas.Jika bukan karena panggilan hati,seorang guru hanya bisa mengeluh,seorang pastur atau bhiksu akan keluar dari dunianya,dan seorang tentara akan desersi meninggalkan tugas.Menjadi guru artinya juga siap hidup bersahaja nirharta seperti yang di tulis penyair Hartoyo Andangjoyo dalam puisi Dari Seorang Guru Kepada Muridnya.Guru dan kekuasaanMelihat kasus mutasi di SMP I Gatak Sukoharjo,kaca mata orang luar akan melihat bahwa faktor suka dan tidak suka sangat jelas terlihat.Ada ketidakadilan yang nyata.Kita tidak mempermasalahkan mutasi itu.Yang kita permasalahkan adalah prosesnya yang tidak adil dan fair.Jika karena membongkar borok atau penyakit dianggap sebagai sikap membangkang kepada pimpinan,maka sekolah secara keseluruhan akan terjerumus pada jurang yang paling dalam.Memutasikan seorang guru karena ia berbicara tentang kebenaran di satu sisi berhasil,tetapi di sisi lain masyarakat akan memberikan stigma negatif kepada sekolah yang ditinggalkan.Ada filosofi dalam Bahasa Latin,Veritas premitur non opprimitur yang artinya kebenaran memang dapat ditekan,tetapi tak akan dapat dihancurkan.Guru yang tuna kuasa dihadapkan pada tembok kuat bernama kekuasaan.Lalu yang terjadi adalah lomba adu kuasa antara guru dengan kepala sekolah.Karena mutasi sudah di-endorsment oleh penguasa daerah,maka tinggal guru yang menggigit perasaan sendiri.Guru menjadi fihak yang kalah.Kuasa versus tuna kuasa.Yang dilupakan oleh penguasa adalah doktrin primus inter pares atau yang lebih tinggi dari yang sederajat antara guru dengan kepala sekolah.Guru adalah guru,dan kepala sekolah juga guru.hanya saja karena sesuatu hal,ia di tinggikan setingkat lebih tinggi sebab jabatannya itu.Tetapi akarnya tetap,yaitu guru.Ketika seorang guru diangkat menjadi kepala sekolah dengan segenap kewenangannya,maka terjadi pergeseran orientasi.Sebagai guru ia dituntut untuk terus dan terus mencari kebenaran/truth searching,sedangkan sebagai pejabat ia harus mencari kekuasaan/power searching.Kebenaran itu nisbi,kekuasaan itu relative.Agar dapat menjadi sesuatu yang eksak dan dapat diterima semua fihak,harus didasarkan pada nilai atau norma bersama/common sense.Mencari kebenaran dan mencari kekuasaan jika digabungkan dapat menjelma menjadi mencari kesempurnaan hidup/Hanggayuh kasampurnaning hurip (Search of ferfect life).Karena berada di dua kutub yang berlainan,maka yang menjadi korban adalah murid dan sekolah sebagai lembaga.Memutasi 10 orang guru dalam waktu yang besamaan,pasti akan membuat roda organisasi pincang.Mutasi yang idiealMutasi seorang pegawai negeri sipil dan militer sudah jelas aturannya.Seseorang dapat dimutasi karena akan menduduki posisi dan jenjang karier lebih tinggi,tenaga dan fikirannya diperlukan di tempat yang baru atau juga bisa berupa hukuman.Jika mutasi itu sebagai sarana promosi pasti tak akan ada penolakan.Begitu uga mutasi karena tenaga yang bersangkutan diperlukan di organisasi lain bisa dimaklumi.Bahkan mutasi karena bersdikap hukuman pasti yang bersangkutan juga akan menyadari dan memahami.Namun mutasi yang didasarkan pada syak wasangka untuk menyingkirkan orang yang tidak disukai pada hakekatnya mematikan karier dan masa depan seseorang.Seorang pimpinan memiliki kekuasaan penuh dalam hal pemberian penilaian/kondite anak buahnya.Namun prinsip kehati-hatian tetap harus dijunjung tinggi.Tanpa prinsip kehati-hatian yang timbul adalah suasana kerja yang tidak kondusif dan menimbulkan gejolah bagi jalannya sebuah organisasi.Memang sulit memuaskan semua fihak.Tetapi memuaskan yang sedikit juga hal terpuji.Kekuasaan itu membutakan, ia tidak bisa mengenali kawan.Kekuasaan itu memabukkan,maka ia membuat orang mudah lupa.Dan sebagaimana kata Lord Acton,bahwa kekuasaan itu cenderung korup.Maka setiap jengkal ranah kekuasaan harus tetap di jaga,dikontrol bersama.Kekuasaan kepala sekolah dan guru harus dijaga dan diawasi oleh oleh masyarakat.Masyarakat yang abai akan menyuburkan penyelewengan.Guru yang abai terhadap segala tindakan buruk kepala sekolah akan menjadikan sang kepala sekolah sebagai tiran.Masyarakat memerlukan pendidikan yang dijalankan dengan penuh tanggung jawab.Konsep Good Coorporate Gavernance di terapkan agar sekolah tertata dan terkelola dengan baik.Peranan kepala sekolah sebagai manager tidak serta merta imun dari kritik dan pengawasan.Masalah terbesar bagi kepala sekolah dewasa ini adalah rendahnya kualitas penguasaan dasar-dasar menejemen kepemimpinan.Di sekolah ada lingkaran setan antara guru dengan kepala sekolah yang selamanya tidak akan bertemu dan menyatu.Anak buah yang kritis dianggap sok tahu.Anak buah diam dianggap bodoh.Guru juga memiliki pandangan lain.Jika kepala sekolah tegas dianggap sok kuasa.Kepala sekolah tidak tegas dianggap tidak becus memimpin.Untuk menghilangkan lingkaran setan tersebut adalah terjalinnya sikap saling menghormati antara guru dengan kepala sekolah.Tidak adigang adigung adiguna.Lembaga pendidikan yang disinyalir ada ketidakberesan pasti pengelolanya ada unsur.Mestinya lembaga steril dari unsur pamrih.Ia harus dikelola dengan semangat dan laku mesu budi/askestis.Tidak silau oleh materi.Orang yang memiliki pamrih cenderung lupa.Bila pendidikan di dalamnya ada pamrih,maka hukum dagang yang akan dijalankan.Melihat sesuatu dengan pendekatan untung rugi.Sekedar contoh,tentang pejabat pendidikan yang dijadikan tersangka karena kasus mark up buku ajar.Sungguh ironis.Mestinya pamrihnya satu yaitu majunya dunia pendidikan agar setara dengan negara-negara lain,minimal sesama ASEAN.Lembaga pendidikan juga harus dijauhkan dari politik kekuasaan.Politisasi pendidikan akan meminggirkan pendidikan,dan hanya menjadikan dunia pendidikan sebagai obyek.Dengan menjauhkan pendidikan dari politik,maka ia akan terhindar dari politisasi.Issue tentang pendidikan gratis yang dikumandangkan saat kampanye legislative,pilpres,pilgub,pilbub/pilwalkot merupakan sebuah hal yang menyesatkan masyarakat.Pendidikan gratis adalah pembodohan dan penumpulan daya kritis masyarakat.Mirip tukang obat pinggir jalan yang bisa meramu satu obat untuk ratusan penyakit.Pendidikan politik tidak sama dengan politik pendidikan.Mengakhiri artikel ini,ada baiknya kita merenungkan sebuah syair tentang mulyanya seorang guru dari Jazirah Arab.Ada orang tidak mengerti,tetapi ia tidak mengerti bahwa ia tidak mengerti,maka jauhilah dia!.Ia orang bodoh yang malas belajar.Ada orang mengerti,tetapi ia tidak menegrti bahwa ia mengerti,maka bangunkanlah dia!.Ia orang pintar yang selalu tertidur.Ada orang tidak mengerti,dan ia mengerti bahwa ia tidak mengerti,maka ajarilah dia.Ia seorang murid yang ingin pintar.Ada orang mengerti,dan ia mengerti bahwa ia mengerti,maka kumpulilah dia.Ia adalah guru!.Vivat academica,Vivent Frofesore! (SOLOPOS 27 Agustus 2008 )