Kamis, 26 November 2009

Tanggap ing sasmita

Solopos,12 November 2009
Dalam sebuah pentas ketoprak di daerah Jepara dengan lakon Sunan Kalijaga,Kanjeng Sunan Kalijaga bertemu dengan seekor ular yang hendak menelan katak.Kanjeng Sunan Kalijaga lalu berteriak,”Hu…hu…hu!” sambil mengibaskan jubah.Lalu ular itu kaget dan melepaskan mangsanya.Sang katak yang tidak kalah kaget matur kepada Kanjeng Sunan mengapa beliau berkata hu.Jawab Kanjeng Sunan hu artinya huculna atau lepaskan!.Sang katak menjadi mahfum.Lalu sang ular matur hal yang sama.Kanjeng Sunan menjawab bahwa hu artinya huntalen atau telanlah.Kanjeng Sunan sedang berdakwah hakekat,makrifat dan syariat kepada makluk hidup tidak terkecuali dengan binatang.Mereka yang memiliki hakekat,makrifat dan syariat pasti memperoleh pencerahan hidup/inlightment.
Kewaskitaan ,intellectual wisdom seorang Sunan pasti sangat tinggi dengan derajat ilmu yang sundul langit dan keluhuran budi pasti hanya dapat dipahami oleh mereka yang juga memiliki derajat yang sama.Katak dan ular tidak mampu memahami kewaskitaan Kanjeng Sunan.Namun yang jelas katak lolos maut dan ular,sebagai mahkluk dengan kasta lebih tinggi jadi terbuka hatinya dan harus belajar membaca isyarat yang bakal terjadi.Kanjeng Sunan tidak berdosa andai ular jadi menelan katak atau dilepaskan.
Tanggap ing sasmita,atau peka terhadap tanda-tanda adalah berjalannya indera keenam manusia untuk mambaca keadaan sekelilingnya.Kepekaan terhadap sebuah hal yang menyaru dalam berbagai bentuk,macam dan isyarat adalah pertanda terasahnya hati dan bersihnya nurani.Tanpa hati yang terasah dan nurani yang bersih jangan harap mereka mampu membaca tanda-tanda itu.
Apa jadinya jika sebuah lembaga DPR,yang merupakan wakil rakyat,membawa aspirasi rakyat tidak tanggap ing sasmita dengan berjalan menuruti kemauannya sendiri?.Saat rakyat marah karena lembaga kepolisian diatur-atur oleh segelintir orang untuk menyelamatkan segelintir orang,namun DPR dibela,diapresiasi kinerjanya?.Kemana telinga mereka semua itu sehingga menjadi Humas Polri?.
Opini publik adalah hal yang mendasar untuk didengar jika seorang penguasa tidak ingin terjungkal dari kursi kekuasaan.Melawan opini publik artinya melawan arus besar.Seberapa kekuatan yang mereka miliki untuk mampu menahan kekuatan arus tersebut?. Mengapa anggota Komisi III DPR malah melawan arus utama pendapat rakyat?.Jawabanya sangat sederhana mencari selamat,sebab DPR juga lembaga yang korup.Jadi mirip semboyan bus kota,sesama bus kota dilarang saling mendahului. Sulit mengharapkan mereka menjadi penyeimbang dan bersikap kritis.
Sikap waskita seharusnya dimiliki oleh pejabat negeri ini dari presiden hingga jajaran paling bawah pemerintahan.Saat facebooker bertemu di Bundaran HI dan berteriak KPK…Hidup!,Cicak….Berani!,SBY….Bangun! sejatinya pesan/sasmita yang disampaikan sangat jelas yaitu keberpihakan kepada rakyat banyak bukan pada segelintir orang.KPK harus tetap hidup karena tinggal institusi inilah yang mampu membawa koruptor ke penjara.Cicak harus berani sebab ia adalah lambang kelemahan rakyat jelata.SBY harus bangun sebab selama ini rakyat tidak “melihat” SBY.Mereka itu rakyat yang memiliki kekuasaan yang diamanahkan pejabat itu. Vox populi vox Dei,suara rakyat itu suara Tuhan.
Praktisi dan pakar komunikasi mengatakan bahwa dalam sebuah negara demokrasi setidaknya ada tiga kekuatan yang harus didengar oleh penguasa.Pertama adalah opini publik yang terbangun oleh media masa yang bebas,kedua rumor/gosip politik dan yang ketiga adalah parodi politik.Masing-masing memiliki kekuatan dahsyat yang mampu menurunkan atau menaikkan seseorang.
Media masa dengan berbagai macam jenisnya mampu membuat opini publik bersatu.Saat Bibit dan Chandra Hamzah ditahan oleh Polri maka opini publik terbangun mengerucut bahwa langkah tersebut meski dibenarkan oleh hukum namun rakyat sudah berpendapat bahwa langkah itu adalah upaya pelemahan KPK.Rakyat tahu bahwa kepolisian adalah lembaga korup,dan rakyat percaya dengan kinerja KPK selama ini yang sukses dalam menggayang koruptor.Maka mereka tidak terima dengan langkah kepolisian yang menahan komisioner KPK,jutaan facebooker memberi dukungan kepada dua pimpinan KPK.
Kekuatan kedua adalah gossip politik.Semakan besar gossip politik melanda sebuah negara,maka semakin besar pula ketidakpastian di negara tersebut.Dalam kasus KPK gossip yang beredar adalah kepolisian dan kejaksaan gerah dengan langkah KPK dan selalu mendapat apresiasi rakyat,sementara kepolisian dan kejaksaan tidak mendapatkan hal yang sama.Gosipnya yaitu perkara yang masuk ke kepolisian dan kejaksaan semuanya dapat diatur skenarionya.Buktinya adalah banyaknya terdakwa yang bebas di pengadilan,di SP3 oleh kejaksaan.Bukti lain adalah rekaman pembicaraan Anggoro yang disadap KPK.
Kekuatan terakhir yaitu parodi politik.Parodi adalah humor.Dan sifat humor adalah memperlemah ketajaman.Memparodikan tokoh politik ibarat memberi persfektif lain atas sebuah kasus yang menimpa seseorang tokoh politik.Ia jenaka namun menohok dengan telak.Istilah “cicak vs buaya” adalah contoh dari parodi karikatural yang tidak akan mampu dilarang oleh seorang Kapolri atau Menkominfo.
Istilah cicak vs buaya sudah merasuk dalam sendi dan denyut jantung rakyat,jadi tak akan ada sebuah kekuatan yang mampu menghadang.Penggunaan percakapan Anggodo dengan seseorang menjelma menjadi nada sambung pribadi.Parodi akan semakin bernilai jika keadaan sebuah negara masih tidak berjalan sesuai kehendak.Parodi akan kehilangan daya gigit jika negara dijalankan secara normal.Mereka yang memparodikan sesuatu yang normal akan berhadapan dengan rakyat yang puas dengan keadaan.
Ketika rakyat menyaksikan acara dengar pendapat antara Kapolri dengan Komisi III yang penuh puji dan sanjung,maka DPR menuai kecaman.Sebabnya adalah antara realitas masyarakat dengan yang dikatakan oleh DPR jauh menyimpang.Ada crowded di ruang Komisi III bukan karena mikropon yang macet,tetapi lebih dari pada itu yaitu DPR tidak tanggap ing sasmita dengan berbicara menurut retorikanya sendiri.Mereka bekerja jauh dari hakekat,makrifat dan syariat maka keblinger jadinya.
Rakyat mencintai institusi KPK,kepolisian dan kejaksaan serta menginginkan kedua lembaga ini diperkuat sehingga kredibel dan profesional dalam memberantas korupsi.Yang diserang rakyat selama ini bukan institusi tetapi oknum.Kasihan polisi dan jaksa yang jujur sebab mereka terkena imbas.Saya berharap Kanjeng Sunan Kalijaga muncul saat dengar pendapat DPR dengan KPK,Kapolri dan Jaksa Agung dalam minggu ini seraya berkata ”Hu!” kepada KPK, kepolisian dan kejaksaan.Apa artinya “hu” itu Kanjeng Sunan Kalijaga?.Hukumlah koruptor dan mereka yang salah!.Lalu Kanjeng Sunan juga berkata,”Hu..!” kepada anggota DPR.Mereka bertanya,”Apa artinya Kanjeng Sunan?”.Kanjeng Sunan Kalijaga menjawab”Huuuuuuuuu!”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar