Kamis, 04 Juni 2009

Pendidikan itu mencerdaskan,kebudayaan itu mencerahkan

Saat beberapa guru yang tergabung dalam wadah Forum Canthing Solo yang bergiat dalam ranah pendidikan dan kebudayaan meluncurkan situs/website saya setengah ditodong untuk mengisi laman untuk yang pertama kali. Aneh juga mengapa saya,karena saya bukanlah orang yang tepat.Namun atas nama esprit de corp saya menulis sebisanya dan sekenanya mengupas pendidikan dan budaya secara pendek di laman tersebut, dan artikel ini hendak mengelaborasi tulisan saya itu.
Forum itu berdiri dengan idealisme penuh khas seorang guru yang setiap hari bergulat dengan anak,mengawal anak sehingga terhindar dari hal-hal buruk yang kelak akan membebani bangsanya.Jadi forum ini perlu diapresiasi.Sebab pendidikan dan kebudayaan tidak semata-mata urusan kerja otak kanan dan kiri agar seimbang.Pendidikanlah yang akan menuntun sebuah bangsa.Lewat kebudayaan sebuah bangsa dapat belajar untuk terus bertahan,mencipta dan memberi warna kepada kehidupan.
Pendidikan itu mengawal bangsa
Pendidikan itu mencerdaskan pasti semua fihak percaya.Pendidikan mengubah sebuah hal dari yang paling sederhana-katakanlah yang paling sederhana-mengenal huruf dan angka,dari tidak tahu menjadi tahu sampai yang rumit yaitu mengenal sistem nilai mana yang baik dan buruk dan lain-lain.Jika dirujuk lebih jauh pendidikan adalah usaha untuk membuat jati diri sebuah bangsa tampak dimata bangsa lain dan bangsa sendiri.Dari pendidikan kita tahu sampai seberapa jauh peradaban suatu bangsa hadir,berkembang dan bertahan.Pendidikan juga mencerminkan nilai keunggulan sebuah bangsa atas bangsa lain.Dalam persfektif agama,hampir semua agama menyuruh umatnya untuk menuntut ilmu.
Pendidikan yang mencerdaskan memberi roh yang akan menuntun anak bangsa.Mengapa hal pertama yang ditanyakan oleh Kaisar Hirohito pasca kekalahan Jepang dari Sekutu adalah seberapa banyak jumlah guru yang masih selamat?.Artinya pendidikan sebagai hal utama.Kaisar Hirohito memiliki keyakinan bahwa kebangkitan bangsa Jepang dari keterpurukan akan diraih jika pendidikan yang menjadi prioritas.Pendidikan akan menemukan mata rantai terputus yang akan mengurai dari mana reputasi bangsa hendak diraih kembali.Maka tak mengherankan Jepang mampu muncul sebagai kekuatan ekonomi,tehnologi dan industri,perdagangan dengan tidak melepaskan satu hal pun yang merupakan ciri bangsa Jepang.Pendek kata pendidikan mengawal bangsa Jepang.
Pendidikan ibarat bangunan yang tidak pernah paripurna/unfinished building.Ia harus terus dipercantik,baca:ditingkatkan mutunya dengan menambah aneka ornament,merehabilitasi yang rusak.Mempercantik sebuah bangunan tidak sama dengan membuat bangunan baru karena memerlukan investasi yang mahal.Cukuplah merawat yang ada,menambah hal-hal kecil jika dipandang perlu.Untuk kasus di Indonesia,kebijakan kependidikan jauh dari semangat kontinuitas.Maka tak heran jika kebijakan secara tambal sulam.Akibatnya pendidikan di Indonesia gagal menuntun bangsanya meretas tantangan masa depan.Lulusan lembaga pendidikan tidak mandiri dan hadir sebagai generasi penyusu.
Kecerdasan sebagai hasil dari sebuah proses pendidikan dapat mengawal bangsa memasuki perubahan zaman dan dinamika peradaban.Ia menjadi inheren dalam diri bangsa yaitu keunggulan,kemajuan,naiknya harkat dan martabat serta lahirnya kebanggaan.Syair lagu Kebangsaan Indonesia Raya berbunyi bangunlah jiwanya bangunlah badannya seolah menjadi kompas penunjuk arah yang hendak dituju.Jika jiwa sudah terbangun,terisi maka tidak sulit untuk merentas kehidupan yang lebih baik dalam aspek badaniah.
Dengan pendidikan,cita-cita sebuah bangsa digantungkan.Tak ada generasi cerdas yang lahir tanpa pendidikan.Tak ada bangsa maju yang mengabaikan pendidikan.Melihat Indonesia yang maju dan bangsa Indonesia yang cerdas harus dari kaca mata pendidikan. Kecerdasan yang mampu mengawal itu meliputi kecerdasan spiritual,emosional dan intelegensia.Tidak dapat dilihat dari satu aspek saja.Perubahan perilaku adalah hasil dari pendidikan.
Kebudayaan itu mencerahkan
Sebuah kebudayaan akan mengawal fungsi luhur kemanusiaan.Budaya mampu mengolah rasa dan bathin , menjadi katarsis kehidupan.Ia menghadirkan pencerahan karena kebudayaan melewati proses jatuh bangun.Kebudayaan bukan sebuah komoditi yang bersifat komersial berbasiskan perhitungan untung rugi.Itulah mengapa banyak budayawan menolak ketika kebudayaan disatukan dalam satu atap bersama pariwisata berwujud Departemen Pariwisata Seni dan Budaya.
Mengelola kebudayaan sebagai bagian dari industri pariwisata menjadikan kebudayaan mandeg,berhenti karena pariwisata bertujuan menjaring dan mendatangkan orang untuk menikmati sebuah keorisionallitas sebuah kebudayaan.Padahal kebudayaan memiliki fitrah berkembang,dieksplorasi terus seiring peradaban manusia.Kebudayaan sebagai daya tarik sebuah industri pariwisata adalah pragmatisme dan akan menjadikan pemilik budaya itu gagal memperoleh pencerahan.Aneh juga jika zaman ini,misalnya,masih mengharapkan suku-suku di Papua harus tetap mengenakan koteka agar kelihatan primitif agar menarik minat turis yang berujung datangnya devisa dalam bentuk dolar.
Sebuah kebudayaan yang mampu memberi pencerahan jika ia bebas berkembang,tidak dipasung.Bayangkan saja jika kita mendengar gending Sinom Parijoto atau palaran, antara pesinden dan niyaganya tidak boleh ber-improvisasi lewat kata-kata saat nyenggaki suara sinden meski kadang terasa vulgar.Akan kering dan pendengar akan bosan.Kekeringan sebuah budaya harus dihindari.Menyaksikan tarian jaipong tanpa 3G yaitu goyang,geyol dan gitek terasa aneh.Tapi atas nama norma dan moral yang dibungkus lewat UU Anti Pornografi dan Pornoaksi 3 G ingin dihilangkan.Maka lahirlah perlawanan dari pelaku budaya.Mereka melawan aturan itu karena dalam kebudayaan peraturannya satu yaitu tidak ada peraturan.Semua mengalir alami.
Tidak melanggar pakem jika Ki Manteb Sudarsono atau Ki Enthus Susmono melakukan terobosan dalam pekeliran yang mereka mainkan.Kebudayaan akan ditinggalkan jika ia dibelenggu.Melarang penonton musik dangdut untuk bergoyang ibarat disuruh menggiring angin,mustahil.Dahulu semua dalang dan pelaku budaya dikumpulkan,diberi indoktrinasi oleh penguasa tentang apa itu budaya bangsa yang adi luhung.Yang timbul kemudian adalah hilangnya roh bangsa sebagai pemilik sah budaya itu.
Kita kadang kala lupa bahwa otak kita perlu dicharge lagi dengan produk bernama kebudayaan.Otak yang dicharge artinya diberi hidangan agar kembali segar.Pentas wayang orang,ketoprak,wayang kulit,musik dangdut,campursari yang serba gratis ditempat becek dengan sanal jepit,festival musik dengan tiket selangit,dari tempat mewah wangi dihadiri oleh penikmatnya dengan satu tujuan yaitu memberi energi baru bagi jiwa yang sudah kering.
Mampukan pendidikan dan kebudayaan mengawal sebuah bangsa (Indonesia) menjadi bangsa yang cerdas dan tercerahkan?.Bisa dan tidak.Saat pendidikan,kebudayaan tidak diberi cap apapun,hadir dengan ketelanjangannya maka ia akan terus dan bisa bertahan menjadi pengawal.Ketelanjangan sebuah pendidikan itu artinya biarkan pendidikan berjalan apa adanya.Tidak direcoki dengan kebijakan yang tidak perlu.Ia mampu tumbuh besar dan menjadi pengawal dengan menghilangkan niat membonsai ,memagari dengan aneka aturan.
Kebudayaan juga harus hadir dengan ketelanjangannya.Biarkan masyarakat yang menjadi pengawalnya.Tanpa direkayasa,tanpa didekte.Biarkan kebudayaan itu berkembang dan berubah seiring perubahan zaman.Jika sebuah perubahan sampai kesebuah suku yang paling terbelakang kehidupannya jangan dihalangi.Ia akan menemukan sebuah kebudayaan yang memberikan pencerahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar