Rabu, 07 Oktober 2009

Malaysia adik yang nakal

Bulan ini media di Indonesia gaduh mengulas ulah Malaysia yang memasukkan tari pendet dari Bali dalam iklan pariwisatanya.Dengan memasukkan tari Bali tersebut masyarakat Indonesia berpendapat Malaysia mengklaim budaya Indonesia tersebut menjadi milik Malaysia.Harian SOLOPOS juga gencar memberitakan kemarahan rakyat Indonesia baik dalam rubrik berita maupun dalam rubrik Kriing Suara Warga.Semuanya sah-sah saja dalam era kebebasan berpendapat.Semua kebakaran jenggot.Saya yakin sekarang suasana sudah cukup reda dan kita dapat berfikir jernih dalam melihat permasalahan.
Secara kebetulan bulan ini materi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas 6 membahas mengenai ASEAN yang di dalamnya membahas mengenai negara Malaysia. Jujur saja saya mengalami kesulitan menerangkan secara berimbang kepada anak didik perihal Malaysia.Karena fikiran anak-anak marah dengan sikap Malaysia tersebut.Sebagai pendidik saya harus benar dalam menerapkan konsep,memahami pokok permasalahan sehingga subtansi tidak menjadi bias,melenceng.Karena yang saya hadapi adalah anak kelas 6 SD usia 12 tahun.Kebencian terhadap suatu kaum jangan sampai menghilangkan sikap adil.Saya kawatir jika salah menanamkan konsep,mereka akan termakan konsep keliru yang saya tanamkan seumur hidup mereka.Saya takut meracuni pola fikir mereka.
Hal pertama yang saya katakan kepada anak didik adalah bersikap wajar. Saya berprinsip dari pada mengutuk gelap lebih baik menyalakan lilin.Saya tunjukkan berita dua surat kabar mengenai Malaysia.Yang satu memuat berita keras kepada Malaysia,yang kedua memuat berita yang berimbang dalam memahami permasalahan.Saya juga menekankan bahwa meski Indonesia dan Malaysia satu rumpun suku bangsa,namun memiliki sejarah yang berbeda.Sejarah Indonesia mengenal perjuangan gigih anak bangsa sejak zaman VOC hingga Agresi Militer II Belanda.Indonesia juga memiliki sejarah panjang meyatukan ribuan suku bangsa,bahasa dalam ikrar Sumpah Pemuda.Proses proklamasi kemerdekaan Indonesia menempatkan anak muda berjibaku menghadapi detik-detik bersejarah yang kelak menentukan perjalanan sejarah bangsanya.Kita lebih unggul sebagai sebuah bangsa.
Kepada anak didik saya memberi ilustrasi sejarah.Malaysia tidak mengalami hal seperti yang rakyat Indonesia alami.Kemerdekaan Indonesia diraih tanpa ada satupun anak bangsa yang tahu kapan kemerdekaan itu akan datang.Yang ada hanya berjuang dan terus berjuang untuk kemerdekaan itu.Sementara kemerdekaan Malaysia adalah hal yang terberi oleh penjajah Inggris dan rakyat sudah mengetahui kapan kemerdekaan itu hadir yaitu tanggal 31 Agustus 1957.Tidak ada cucuran keringat pahlawan,isak tangis mereka yang ditinggal mati di medan laga dan tidak ada air mata yang menetes saat Malaysia meraih kemerdekaan.Konferensi Asia Afrika di Bandung memberi berkah kepada Malaysia untuk meraih kemerdekaannya.Karena kolonialis barat kepepet mau tak mau mereka yang masih menjajah bangsa di Asia dan Afrika harus memberikan kemerdekaan itu kepada yang berhak.
Tak usah emosi
Saya mengatakan kepada anak didik agar tidak ikut-ikutan gusar dengan ulah Malaysia.Nasionalisme sebagai sebuah sikap tidak harus ikut diukur dalam kadar kegeraman menghadapi sebuah isu yang mencabik-cabik harga diri,namun.tetap ada sikap rsaional yang harus mengawalnya.Ia sebuah negara yang mengalami krisis identitas.Andaikan Malaysia dalam promosi pariwisatanya dengan menampilkan barongsai,maka yang akan marah bukan Indonesia tetapi negara China karena kesenian barongsai adalah kesenian khas rakyat negeri China.Atau berpromosi dengan menampilkan seni debus khas Tamil atau Taipunsan ujung-ujungnya ada protes dari suku Tamil di Medan dan India.Berpromosi menampilkan budaya Dayak di Sabah dan Serawah juga akan mendatangkan protes dari suku Dayak di Kalimantan Indonesia.Serba repot meski penduduk Malaysia terdiri suku bangsa Melayu,China,India,Tamil dan Dayak di Sabah Serawak.
Mengapa marah?.
Bangsa ini ,tercermin dari para pemimpinnya gemar bersikap aksi reaksi.Tidak pernah berfikir mencari akar permasalahannya.Karikatur di Harin SOLOPOS tanggal 1 September 2009 menjadi bukti bahwa kita hanya macan ompong yang Cuma dapat mengaum.Kita lemah dalam menghargai dan mengapresiasi sebuah produk kebudayaan.Saat ada bangsa lain yang mengais budaya kita semua gegeran,namun ujung-ujungnya ger-geran lucu.Kita tidak pernah berusaha melindungi budaya kita baik yang tangible atawa intangible.Mematenkan budaya itu sehingga membuat bangsa lain berfikir seribu kali untuk mengakuinya.
Pemimpin kita mudah marah sehingga ditiru rakyatnya.Mereka baru bereaksi setelah permainan berlangsung separuh waktu.Serba sia-sia.Sebab esensi dari permasalahan yang sebenarnya sudah kabur dan melenceng jauh ditengah hiruk pikuk sikap menghujat mencari benarnya sendiri.Tidak ada kearifan yang muncul.Tidak ada perasaan melihat ke dalam diri,instrospeksi.Yang ada adalah sikap menyalahkan orang lain.
Mengapa marah?.Sebuah pertanyaan retorik,tak perlu memerlukan jawaban.Kita tidak pernah memproteksi diri untuk menghadapi kemungkinan buruk.Pulau Jemur yang diklaim sebab kita abai dengan keberadaan pulau itu.Kita tidak pernah berfikir bahwa kejadian serupa akan terjadi lagi terhadap pulau Miangas di ujung utara pulau Sulawesi dan pulau Mapia di tapal batas dengan samudera Pasifik.Mereka tidak pernah kita angap bagian integral dari Indonesia.Mereka sosok liyan yang jeritannya tidak kita dengar,keluhannya tidak kita perhatikan,keberadaannya kita abaikan dan harapannya tidak pernah kita penuhi.Deja Vu.
Saya mengelaborasi kejadian panasnya rakyat Indonesia atas Malaysia kepada anak didik secara ndagel dengan mengatakan kalau tidak segera dipatenkan maka kekayaan kuliner Solo seperti Soto Triwindu,Timlo,Srabi Notosuman,Nasi Liwet Wongso Lemu,Cabuk Rambak,Tengkleng akan diklaim Malaysia.Tujuannya agar anak tahu bahwa perhatian akan hal-hal kecil jika kita berikan pada saat yang tepat akan melahirkan sesuatu yang besar.Begitu juga sebaliknya.
Sindrom anak nakal
Mari bermetafora.Malaysia ibarat adik kita yang masih kecil.Kadang kala membuat jengkel kita,dilain waktu bertingkah lucu.Saat dia membuat kita jengkel ada keinginan untuk menjewer telingannya.Di balik itu ada rasa sayang nanti dia menangis dan tidak baik didengar oleh para tetangga.Namun sebagai adik kecil kadang ia berbicara jujur apa adanya kepada sang kakak.Mainan yang tergeletak dibiarkan saja, oleh adik kecil akan diopeni karena sudah tidak berguna bagi kakak.Saat adik memungut mainan milik kakak,terjadi keributan.Padahal adik tahu bahwa mainan itu sudah dicampakkan.Alasannya meski tidak diurus mainan itu tetaplah milik kakak. Permasalahannya sang kakak mengalami sindrom orang dewasa yaitu tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan.Semua kesalahan selalu ditimpakan kepada sang adik.
Kita tinggalkan sindrom orang dewasa.Mulailah peduli akan hal-hal kecil.Jangan merasa paling benar,paling pintar.Malaysia bagaimanapun nakalnya tetap kita perlukan.Ada jutaan TKI dan TKW baik yang legal atau yang illegal,istilah mereka pendatang haram yang memberi hidup dan penghidupan kepada anak bangsa bernama Indonesia.Mereka pergi ke sana karena kehidupan mereka itu akan tetap berlangsung jika mereka datang ke Malaysia.Di negeri tumpah darah yang mereka bela tidak memberi apapun selain janji.Ibarat laron meraka mencari terang benderang cahaya.Ibarat semut mereka mendekati gula.Meski terkadang mereka sampai menjemput kematian.Berhentilah menghujat.Mari nyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar