Senin, 23 Agustus 2010

ALAS:AMRIH LANGGENG ANANING SUMBER

Bagi Anda yang berasal dari wilayah lereng Gunung Muria sebelah utara yang meliputi wilayah Kecamatan Bangsri,Keling di Kabupaten Jepara dan wilayah Kecamatan Cluwak,Dukuhseti,Tayu,di Kabupaten Pati pada dasa warsa 60 an sampai 90 an pasti mengenal dan pernah menyaksikan pentas wayang kulit dengan dalang Ki Soetoyo atau populer dengan nama Dalang Toyo.Ia seorang kepala desa atau petinggi Desa Dukuhseti yang nyambi menjadi dalang.Mirip dengan Bupati Sragen Untung Sarono dan Bupati Wonogiri Begug Purnomosidhi,hanya beda kelas dan beda motivasi.Saat itu hanya orang kaya dan mampu yang mampu nanggap wayang Dalang Toyo.
Ia mendalang tanpa pretensi dengan membawa pesan dari pejabat tertentu.Ia dengan caranya sendiri mendalang menyampaikan pesan yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat.Waktu acara limbukan dan goro-goro ia isi dengan membahas sebuah wacana untuk disampaikan kepada penonton pertunjukan wayangnya setelah bertanya kepada warga desa dimana ia pentas ndalang.
Satu yang paling saya ingat waktu ia pentas sedekah bumi di rumah Kepala Desa Blingoh Kecamatan Keling Jepara dengan lakon Begawan Sukmoadhiluwih.Ia memberi pencerahan kepada rakyat jelata dengan mengapa bencana kekeringan saat kemarau dan tanah longsor saat musim hujan melanda sebuah desa?.Permasalahan itu tidak ia bahas dengan bahasa langit yang sulit dicerna warga desa,namun bahasa wong cilik (ini bukan istilah parpol) yang mampu menggugah kesadaran mereka.
Dialog antara Punokawan yang celelekan dan Begawan Sukma Adhiluwih yang waskita,membahas mengapa kejadian bencana itu datang menghamiri?.Begawan Sukmoadhiluwih memberikan sebuah tamsil bahwa hutan yang dalam Bahasa Jawa “alas” sejatinya adalah dari sebuah singkatan othak athik gathuk khas dalang :Amrih Langgeng Ananing Sumber.Dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia kurang lebih menjamin lestarinya sumber air. Hutan yang lestari akan menyebabkan sumber air (tuk) juga lestari.Sebaliknya jika hutan tidak lestari,maka bencana akan menyapa karena air tidak lestari dalam tanah akibat tidak ada pohon yang menahan tanah yang mampu menyerap air.
Mengapa bencana banjir secara rutin menimpa wilayah Jawa Tengah?.Satu jawaban pasti yaitu bahwa rakyat sudah tidak lagi mau bersahabat dengan alam.Alam mereka rusak,hutan mereka jarah.Padahal hutan disamping menjadi paru-paru dunia,juga menjadi penahan air hujan sehingga tidak meluncur deras.Banjir bandang yang menimpa Kecamatan Tayu di Pati yang sampai mampu menjebol jembatan kereta api yang melintas di atas Kali Tayu pada tahun 2006 adalah bukti bahwa hutan di Gunung Muria telah habis di jarah.Sejarah banjir itu tidak pernah terjadi sebelumnya.
Keserakahan Blandhong
Tahun 1998,saat gelombang reformasi melanda bangsa ini,disamping telah menamatkan kekuasaan tiran selama 32 tahun,juga telah menamatkan riwayat hidup hutan di Gunung Muria dan ratusan ribu pohon jati di wilayah KPH Pati yang terletak sebagian besar wilayah Kabupaten Jepara.Hutan Gunung Muria habis dan hutan jati berusia ratusan tahun di wilayah Kecamatan Bangsri,Keling,Donorojo habis dalam sekejap akibat penjarahan oleh penduduk tanpa mampu dihalangi oleh petugas polisi hutan dan polisi sipil.
Warga dengan peralatan seadanya merubah wajah hutan,membabat tanaman jati yang tadinya berdiri tegak,menjadi lahan nestapa hingga kini.Mereka tanpa ampun mengambil seluruh isi hutan,menebang kayu untuk dijadikan ladang,dalam bahasa lokal disebut nemer dan pohon jati dalam berbagai ukuran dan usia.Agar tidak ketahuan saat ada razia,mereka menempatkan harta jarahan itu dalam kubangan lumpur sawah,tegalan dan tempat-tempat rahasia lainnya.Penjarahan itu menghasilkan juragan meubel dadakan.Ada yang berlatar belakang guru,pegawai pos,pegawai pemerintah daerah,dan lain-lain.
Hutan di Gunung Muria dan pohon jati yang hijau royo-royo saat musim penghujan,dan merangas kering saat kemarau tinggal cerita saja.Seorang sinder di wilayah Gajah Biru menggambarkan perilaku penjarahan jati saat itu adalah bencana dari segala bencana dalam rentang panjang kariernya sebagai petugas jaga wana.Ia tidak melihat wajah manusia saat itu,namun bagai iblis ngejawantah,iblis yang menjelma karena nyaris tanpa aturan.
Hutan jati di Kembang,Cepogo,Keling,Jlegong,Banyumanis Kabupaten Jepara yang mampu mensuplai kebutuhan pengusaha meubel di Jepara saat ini merana dan menambah nestapa para saudagar karena mereka mengalami kesulitan bahan baku sebab hanya mengandalkan suplai dari Cepu,Randublatung di Blora atau Jatirogo Tuban.
Air bukanlah musuh.Ia kawan yang memberi hidup dan melanggengkan kehidupan.Jika sekarang air menuntut balas dengan menempati tempat manusia,karena tempat mereka sudah ditempati oleh manusia.Ia menuntut keadilan dengan menjadikan dirinya sebagai bencana dalam wujud banjir dan air rob.
Hutan atau alas tempat mereka sudah tidak ada.Padahal hutan adalah rumah mereka.Rob yang melanda Kota Semarang tanpa mampu diatasi oleh pejabat justru membuat pening pejabat,adalah sebagian kecil dari kemarahan air.Rumah mereka digusur dengan cara ditimbuni tanah untuk dijadikan rumah mewah.Karena rumahku kamu tempati,maka akupun menempati rumahmu mungkin itu gerutunya.Banjir yang melanda wilayah Kayen,Sukolilo dan Juwana adalah kiriman dari hulu yang hutannya telah habis dibabat manusia.
Keseimbangan jika mampu dijaga,akan membuat indah kehidupan.Alas,jika merupakan singkatan Amrih Langgeng Ananing Sumber seharusnya tidak dibuat nestapa.Sumber air hilang,mata air tidak ada karena berubah menjadi air mata.Biarkan hutan langgeng,karena hutanlah penjaga dan teman setia air.Hutan yang lestari akan menjamin ananing sumber,adanya sumber air.
Kita belum telat untuk berbuat sesuatu,mewariskan kepada anak cucu kita kehidupan yang lebih baik.Air adalah sumber kehidupan.Dewa Ruci menyuruh Bima mencari tirta amerta agung.Artinya mencari air kehidupan.Kita hanya dapat mewariskan kehidupan yang baik jika air tersedia.Mas Gurnito dari Komunitas Sedulur Sikep di Sukolilo Pati menentang pembangunan pabrik semen karena pabrik semen tidak mewariskan kehidupan,namun bencana karena pabrik merusak ekosistem alam yang pada akhirnya menghilangkan sumber air.
Negeri ini kaya karena kita punya Perhutani dan Inhutani yang diberi amanat mengelola hutan seisinya.Jika keduanya tidak mampu mengelola,artinya mereka tidak amanah.Maka jangan kaget jika suatu saat kelak rakyat akan meminta kembali amanat itu dengan mengelola kembali isi hutan sebagaimana nenek moyang mereka dahulu mengelola hutan.Alasannya sederhana yaitu saat hutan dikelola nenek moyang mereka,tidak ada bencana dan hutan malah lestari,kehidupan tidak terancam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar