Senin, 23 Agustus 2010

SUSNO GUGAT

Dalam cerita wayang kulit dengan lakon Semar Gugat diceritakan terjadi perselisihan antara Bathara Guru yang menyamar menjadi Resi Wisuna dengan Semar dimana Bathara Guru kehilangan nalarnya karena rasa kasih sayang terhadap anaknya Bathara Kala. Semar mengalami perang tanding dengan Resi Wisuna yang tidak lain adalah Bathara Guru/adiknya sendiri, dimana Semar terkena senjata Trisara sehingga menyebabkan Semar gugat ke Sang Hyang Wenang.
Perang di palagan Alang-Alang Kumitir itu melibatkan Prabu Kresna, Wisanggeni dan Semar. Mereka bertiga berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan persoalan bangsa dan negaranya yang sedang dilanda krisis disegala bidang. Semar mengatakan pada Kresna dan Wisanggeni untuk memetik hikmah dari semua kejadian ini. Sebab ada kalanya dijaman edan ini dewa-dewa juga sama-sama ikut edan. Orang yang sadar dan ingat tiba-tiba ikut hanyut pada keadaan. “Sing iling dadi gendeng sing gendeng dadi eling”. Semar terus bertutur pada Kresna dan Wisanggeni untuk meneguhkan mereka menjadi Tri Tunggal yang dapat bersama-sama menata kembali kehidupan.
Disertai Kresna dan Wisanggeni inilah Semar melakukan gugat pada kehidupan dan mengadu pada Sang Hyang Wenang Tuhan Yang Maha Kuasa.Semar menggugat sang Batara Guru karena ketidak adilan dan kekacauan yang luar biasa telah berkobar di muka bumi. Walhasil berkat gugatan Ki Lurah Semar,keadaan di bumipun kembali aman, rakyatpun menjadi tentram, damai dan sejahtera.
Bagi kita yang akrab dengan seni pewayangan,apakah kita harus memaknai kejadian akhir-akhir ini tentang sepak terjang Komjend Polisi Susno Duaji seorang perwira tinggi kepolisian berbintang tiga dengan sederet tanda jasa dan pernah menjabat di tingkat elit kepolisian sebagai episode Susno Gugat mengacu pada lakon Semar Gugat yang ilustrasinya saya cuplik di atas?.
Lakon Susno Gugat berawal dari pencopotan jabatan Susno Duaji dari jabatan Kabareskrim di Mabes Polri terkait rekomendasi Tim 9 yang dibentuk oleh Presiden SBY untuk menyelidiki kasus penahanan dua pimpinan KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto yang sarat dengan manipulasi dan ditengarai oleh public sebagai upaya pelemahan KPK.Ia digantikan oleh Ito Sumardi.Pasca pelengseran Susno dari jabatan Kabareskrim ia menjadi perwira non job di Mabes Polri,sesuatu yang tidak lumrah sebab ia masih muda dan belum memasuki masa pensiun.Ia luntang lantung lalu ibarat kuda lepas dari kandang berlari kesana kemari,menyanyi ke sana ke sini yang merepotkan pemiliknya,baca:Mabes Polri.
Langkah menggugat yang dilakukan oleh Susno,dimulai saat ia hadir di pengadilan negeri Jakarta Selatan menjadi saksi bagi tersangka Antasari Azhar,mantan Ketua KPK yang terlibat kasus pembunuhan Nazarudin Syamsudin seorang eksekutif BUMN.Kesaksian dipandang sebagai hal yang meringankan sang terdakwa dan membuat pihak kepolisian gonjang ganjing dan merasa kecolongan. Belum cukup dengan itu,Susno mendatangi Satgas Anti Mafia Hukum yang bercerita tentang adanya makelar kasus di Markas Besar Kepolisian yang melibatkan oknum pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan,para penyidik di Direktorat II Ekonomi Bareskrim,kejaksaan dan pengadilan sehingga tersangka Gayus Tambunan dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Tangerang.Sekali lagi Mabes Polri merandang dan berusaha sekuat tenaga mencari celah agar Susno dibawa ke Propam dengan tuduhan melanggar kode etik,mangkir dari dinas dan mencemarkan nama baik.
Puncaknya adalah saat Susno hadir di rapat Komisi III DPR RI dengan tujuan meminta perlindungan hukum dan politik agar ia dapat mengungkap adanya praktek mafia hukum,makelar kasus di berbagai instansi dengan total nilai yang lebih besar dari yang ditemukan dalam rekening Gayus Tambunan.
Apakah Susno sama dengan Semar dalam hal motivasi awal yaitu demi kebaikan bersama?.Bagi mereka yang mencintai kehidupan,menghormati kemanusiaan,rasanya sangat jauh dan ibarat langit dan bumi.Semar berangkat menggugat dengan motivasi mengejar kebaikan sejati,kebersihan hati.Sementara Susno berangkat dari sikap sakit hati karena kehilangan jabatan,diasingkan dari lingkungan,dikucilkan dan menggigit perasaan sendiri.Semar mewakili seluruh warga jagad raya atau mayapada sementara Susno mewakili dirinya sendiri.Keduanya memang menuntut keadilan. Di jagad raya ini keadilan ada tiga yaitu keadilan menurut manusia,menurut penguasa dan keadilan menurut Tuhan,Gusti Kang Akarya Jagad. Keadilan yang dituntut oleh Lurah Semar adalah keadilan yang hakiki yaitu keadilan menurut titah Tuhan.
Tiji tibeh
Melihat langkah Susno,publik terbelah mensikapi.Ada yang memberi apresiasi atas keberaniannya.Namun tak sedikit yang mencibir langkah Susno.Kita jangan sampai lupa bahwa isntitusi kepolisian adalah salah satu isntitusi yang korup dalam persepsi masyarakat sebagaimana survey yang di lakukan oleh Tranparansi Internasional.Jika Susno berbicara tentang kebobrokan institusi kepolisian saat ini,maka itu semua sudah basi.Rakyat jelata sudah dari dulu tahu,hingga ada anekdot bahwa berurusan dengan kepolisian itu lapor kehilangan ayam maka akan kehilangan sapi.
Langkah dan strategi Susno adalah langkah dan strategi yang selama ini digunakan oleh para maling yang ditangkap polisi yaitu tidak mau menanggung resiko sendiri.Jurus dan ilmu atau jimat yang dipakai mati siji mati kabeh.Mereka akan bernyanyi memberitahu siapa teman mereka,dimana sembunyinya dan sudah berapa kali ia melakukan tindakan kriminal.Jika Susno kehilangan jabatan,maka pejabat yang lain juga harus kehilangan jabatan.Jika ia menderita,maka petinggi kepolisian juga harus menderita. Selagi ia hidup dalam kesengsaraan,maka mantan kolega dia tidak boleh hidup dalam kesenangan.Semuanya berhadapan dalam dua kutub yang berbeda,vis a vis.
Susno bukanlah seorang kesatria seperti Wisanggeni atau seorang resi seperti Prabu Kresno apalagi Semar.Sebab seorang satria itu mati sekali dalam hidupnya.Susno sudah “mati” berkali-kali yaitu saat ia kehilangan jabatan hakekatnya ia sudah mati.Ia hidup lagi ketika ia bersaksi di pengadilan.Ia mati lagi dan hidup lagi saat berbicara dengan Satgas Anti Mafia Hukum.Ia mati lagi dan hidup lagi begitu terus menerus.Sikap Susno itu oleh pemerintah dikampanyekan sebagai momentum bagus untuk membenahi ketidakberesan di negeri ini.Mendengar kalimat iini rakyat mau muntah sebab berapa kali momentum itu datang dan berapa kali pemerintah mengabaikan momentum itu.Seribu kali momentum hadir,jika hanya dijadikan jargon maka jangan harap perbaikan akan hadir.Yang korupsi tetap korupsi,yang manipulasi tambah jago memanipulasi.Ujung-ujungnya rakyat yang menjadi korban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar