Senin, 23 Agustus 2010

RSBI:RINTIHAN SEKOLAH BERTARIF NASIONAL

Lembaga manakah yang paling disorot oleh pejabat dan masyarakat terkait dengan naiknya angka ketidaklulusan dalam Ujian Nasional SMA dan SMP Tahun Pelajaran 2009/2010?.Lembaga itu adalah sekolah yang memiliki katogori RSBI.Di lapangan banyak ditemukan sekolah RSBI/SBI tidak berhasil meluluskan siswa dalam Ujian Nasional 100% yang merupakan indikator keberhasilan sebab RSBI diberikan kewenangan menarik dana dari masyarakat meskipun hingga saat ini tidak diatur berapa besaran dana itu.Wajar jika masyarakat memberi sorotan sebab dengan biaya yang mahal seharusnya ada peningkatan mutu anak didik yang berimbas kepada angka kelulusan yang harus juga tinggi.Dengan angka kelulusan 99% artinya masyarakat tetap memandang sekolah dengan predikat RSBI/SBI gagal.
Jumlah RSBI di Indonesia menurut jenjang satuan pendidikan adalah 136 SD,300 SMP,320 SMA dan 118 SMK.(Kompas,26/5/2010).Memang sangat kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan SD,MP,SMA dan SMK di Indonesia.RSBI dibentuk sebagai jawaban atas rendahnya mutu pendidikan nasional akibat tidak adanya sekolah yang memiliki standar mutu tinggi/internasional di Indonesia.RSBI adalah kenaikan tingkat dari SSN/Sekolah Standard Nasional yang didasarkan kepada beberapa komponen yang ikut menunjang proses pembelajaran di sekolah tersebut antara lain kelengkapan fisik meliputi sarana dan prasarana penunjang,kualifikasi tenaga pendidik,standar isi,standar proses,standar kelulusan dan standard pengelolaan.
Seleksi tidak transparan
Kalau masyarakat bertanya,mengapa sekolah berpredikat RSBI/SBI gagal menyumbang angka kelulusan maksimal 100% padahal masyarakat telah membayar lebih mahal kepada sekolah?.Jawaban harus dimulai semenjak proses rekrutmen calon peserta didik.Memang di tingkat SMP ada seleksi nilai rata-rata rapor siswa semenjak kelas IV SD yang tidak boleh kurang dari angka 8. Semua calon peserta diseleksi ketat meliputi tes kemampuan pelajaran MTK,BI,IPA dan pengetahuan umum,serta psikotes untuk mengukur IQ anak didik oleh lembaga psikologi.Artinya bahan baku yang didapatkan sudah tersaring sejak awal logikanya sudah bagus.Anak-anak dengan tingkat intelektuallitas yang tinggi juga sudah terbiasa bersaing sejak di SD.
Namun di titik inilah sebenarnya bom waktu itu mulai ditanam dan akan meledak tiga tahun kemudian.Bom waktu itu bernama hilangnya transparansi.Hasil seleksi calon siswa ada yang diumumkan secara terbuka,sehingga anak-anak puas meski mereka tidak diterima.Namun ada juga yang bersifat tertutup dalam amplop sehingga anak dan orang tua tidak mengetahui hasil tes peserta lain.Fase paling krusial adalah saat wawancara antara orang tua dengan pihak sekolah.Pihak sekolah menyodorkan lembar kertas berisi kesanggupan memberikan uang sumbangan dan SPP sebagai kontribusi atas biaya operasional pendidikan di RSBI yang sudah pasti tinggi dan mahal.
Semua berlangsung tertutup sebab hanya pihak orang tua dan sekolah yang tahu.Semakin tinggi jumlah uang yang ditulis maka peluang untuk diterima semakin besar.Begitu juga sebaliknya.Peluang anak cerdas dari keluarga tidak mampu menjadi sangat kecil untuk diterima di RSBI/SBI.Andai saja ada transparansi terutama dalam hal jumlah besaran uang yyang ditarik dari masyarakat,maka awan gelap yang menyeliputi proses penerimaan calon peserta didik di RSBI/SBI akan hilang.Dari sini kritik tajam masyarakat bahwa masyarakat miskin akan semakin jauh dari akses pendidikan murah dan bermutu timbul.
KBM yang biasa
Perubahan status dari Sekolah Standar Nasional/SSN menjadi Rintisan Sekolah Berstandard Internasional/RSBI tidak diikuti dengan perubahan tenaga pendidik di sekolah tersebut.Gurunya masih sama dan cara mengajarnya juga sama.Mereka memang memiliki kualifikasi pendidikan rata-rata sarjana/S1 bahkan banyak pula yang sudah pasca sarjana.Namun kualifikasi pendidikan bukan merupakan ukuran yang mampu mengukur tingkat kompetensi seorang guru dalam mengajar di depan kelas.Beruntung jika ada guru yang sudah mumpuni dalam melakukan pembelajaran,menguasai dikdaktik metodik yang bagus,mampu melaksanakan penilaian yang benar dan memiliki wawasan luas terhadap perubahan global yang mampu menjadikan guru tersebut menjadi bagian dari perubahan dan tidak tergilas oleh perubahan.Repotnya di Indonesia ini banyak guru dalam tempurung yang tidak peduli untuk meng-up grade diri terus menerus agar mampu melayani anak secara maksimal.
Saya percaya dan punya pengalaman mengajar kelompok anak bermasalah dalam belajar,bahwa anak dengan kemampuan biasa jika memperoleh pembelajaran dari guru dengan kemampuan yang luar biasa akan mampu membuat anak tersebut lahir menjadi anak dengan tingkat kemampuan yang luar biasa.Namun sebaliknya jika anak dengan kemampuan tinggi dan cerdas luar biasa jika diajar oleh guru yang biasa,maka akan membuat anak tersebut lahir menjadi anak yang biasa saja.
Proses pembelajaran yang bermutu mampu mengubah seseorang yang tidak mampu menjadi mampu.Siswa RSBI jika diasuh oleh guru dengan standard kampung maka tujuan awal pendirian RSBI akan melenceng,dan RSBI menjadi bahan cemoohan bahwa RSBI adalah Rintihan Sekolah Bertarif Internasional sebagai akibat mutu sekolah yang tidak menginternasional namun tarif yang dipatok adalah tarif internasional.RSBI akan terus disorot jika masyarakat yang dirugikan.
Ubah paradigma
Dimasa yang akan datang,RSBI/SBI tetap diperlukan dengan aturan yang sangat ketat.SBI bukan hanya monopoli satu sekolah tertentu.Status SBI bisa dicabut jika sekolah tersebut gagal memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah.Ada wacana dari seorang Walikota untuk menutup RSBI tentu bukan langkah bijak.Jika RSBI gagal dalam kelulusan,bukan sekolahnya yang ditutup namun komponennya yang dibenahi.Komponen paling utama adalah Kepala Sekolah sebagai manager dan para guru sebagai pelaksana di lapangan.Mereka sadar atas semua konsekwensi atas kegagalan mengelola RSBI jadi merekalah yang harusnya menerima sanksi.
Perubahan paradigma pembelajaran harus diubah oleh para guru di RSBI.Jika selama ini guru hanya menempatkan anak didik sebagai objek,maka harus diubah.Anak didik adalah subjek pembelajaran,sementara guru mengurangi peran sebagai subjek dengan memposisikan diri sebagai fasilitator pembelajaran.Sebagai fasilitator pembelajaran,para guru dituntut memiliki nilai lebih sebab dengan posisi sebagai fasilitator guru harus menguasai aneka persoalan baik yang berhubungan dengan materi pembelajaran maupun non pembelajaran yaitu kedinamisan anak didik akibat kemajuan dan perkembangan teknologi.
Paradigma guru yang cepat puas atas raihan sebuah prestasi akan menjadi menjadi bumerang.Rasa puas diri tidak akan mampu melecut guru memperbaiki diri dalam menyikapi perkembangan dan perubahan zaman.Kasihan anak didik dengan tingkat kecerdasan maksimal namun diasuh oleh guru dengan tingkat kecerdasan minimal.Maka yang lahir adalah anak salah asuh.JOGLOSEMAR 11 JUN 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar