Senin, 23 Agustus 2010

RASA KEADILAN YANG TERKOYAK

Jengah juga rasanya menyaksikan berita di berbagai media yang menempatkan berita tentang pegawai Ditjen Pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan dan makelar kasus di jajaran kepolisian sebagai head line news.Kejengahan adalah gambaran akumulasi dari rasa jengkel,benci,(mungkin juga) iri akibat suguhan berita yang itu-itu saja.Kita jengkel karena kita merasa sebagai salah satu wajib pajak yang baik, jujur,dan taat namun merasa dikadali terus menerus tanpa tahu harus berbuat apa.Kita benci sebab kejadian itu menjadi antitesa atas semua kampanye pentingnya kesadaran membayar pajak yang ditulis dalam kalimat perintah super besar antara lain:Orang Bijak Taat Pajak!,Bayar Pajak dan Awasi Penggunaannya ,Hari Gini Belum Punya NPWP:Apa Kata Dunia?.Bahkan jangan-jangan kita ini iri kepada Gayus (dan gayus-gayus yang lain) yang sudah kaya raya seraya berkata mengumpat,”Kampret mengapa dia bisa memanfaatkan kesempatan,sementara saya kagak bisa!”.
Saya hendak berhitung.Gayus yang sebagai PNS Ditjen Pajak Golongan Pangkat III A dengan gaji plus uang renumerasi sebesar Rp 12.000.000,00 / bulan perlu waktu 2166,7 bulan atau 180,5 tahun untuk mendapatkan uang 26 milyar sebagaimana tersimpan di rekening bank milik dia dengan syarat ia dan keluarganya tidak menggunakan uang gajinya itu untuk mencukupi keperluannya.Jadi kalau dia sekarang mampu memperoleh penghasilan sebanyak itu maka ini luar biasa.Hal yang tidak mampu dilakukan oleh PNS-PNS lain inilah yang tadi saya katakan membuat kita jengah.
Kejengahan kedua adalah keterlibatan aparat penegak hukum dalam proyek kong kalingkong ini.Dan mereka bukan berasal dari kalangan ecek-ecek,sebab konon ada perwira menengah dan tinggi kepolisian.Kejengahan yang melibatkan aparat kepolisian akan membuat kita berguman,”Semprul mengapa seorang perwira tinggi mau mengorbankan reputasi dan nama baik institusi untuk mendapat cipratan uang haram itu?”. Sebagai gambaran untuk menjadi perwira tinggi sulitnya minta ampun.Kalau dalam satu angkatan di Akpol ada 250 taruna yang lulus dengan pangkat Ipda maka dalam kurun waktu 25 tahun dan mereka semua pensiun kemudian hanya ada kurang lebih 30 orang yang lolos sampai perwira tinggi baik bintang satu sampai bintang empat atau hanya 12% saja yang mampu meraih bintang.Sebab piramida semakin mengerucut dan seleksinya sangat ketat.Untuk menjadi perwira yang mumpuni kelak,mereka harus menempuh aneka pendidikan baik pendidikan kecakapan internal seperti pendidikan reserse di Megamendung Bogor,pendidikan Lalu Lintas di Tangerang Banten dan lain-lain hingga Sespim,Sespati dan Lemhanas dengan biaya yang sangat besar baik material maupun non material serta penugasan di penjuru wilayah dalam wujud tour of duty dan tour of area.Jadi aneh juga kalau tahapan yang demikian sulit dilalui dan diraih ini harus berakhir nista gara-gara berkolaborasi dengan penjahat.Atau jangan-jangan mereka baru apes.
Melik ngendong lali
Kalau masyarakat marah,geram tentu saja beralasan.Mereka marah sebab aparatur penegak hukum diberikan keprcayaan untuk menjaga lumbung pangan dari gangguan tikus,lha ini koq malah menjadi tikus yang ngrikiti lumbung itu.Penyebab dari sikap lali aparat yang mestinya bertindak mengamankan namun justru menjadi bagian dari komplotan brigade malin adalah mereka terserang sindrom penyakit melik nggendong lali alias keinginan menyebabkan lupa.Siapa yang tidak ngiler melihat uang milyaran rupiah di depan mata?.Dengan uang mereka akan luwes untuk meraih pangkat dan jabatan lebih tinggi,membahagiakan anak bini,sampai nyuwargake orang tua.Keinginan untuk memiliki menyebabkan orang lupa.Kemarahan itu juga terjadi akibat institusi kepolisian melokalisir kejahatan ini seolah hanya masalah internal berupa pelanggaran kode etik saja. Lalu orang menduga bahwa esprit de corp yang kental di kepolisian akan menyebabkan yang bersangkutan lolos dari jerat hukum.
Kadang kita tidak habis fikir.Masyarakat awam itu takut luar biasa dengan aparat kepolisian meski meraka mencintai kepolisian.Ada anekdot kalau ada orang yang jatuh di depan kantor kepolisian,mereka lebih memilih pura-pura tidak sakit saat ditanya oleh polisi yang piket dan memilih tempat lain untuk menikmati rasa sakit itu.Tidak setiap orang disambut ramah di kantor kepolisian.Lihatlah tidak setiap mobil dapat melintas atau parkir di depan kantor Polres atau Polda.Waktu masih di Jakarta saya harus rela jalan kaki jauh dari perempatan CSW depan Sekretariat Jenderal ASEAN di timur Mabes Polri ke perempatan kantor pusat PLN di barat Mabes Polri untuk mencegat bus kota karena bus yang melintas di depan Mabes Polri di jalan Trunojoyo tidak boleh berhenti.Jadi kalau sampai Gayus mampu bermain dengan para Jenderal di jajaran kepolisian dan dijemput oleh jenderal bintang tiga dari Singapura tentu ia memiliki daya linuwih.Apa daya linuwih yang dimiliki oleh Gayus?.Daya itu adalah semangat berbagi sebab tidak setiap orang mau berbagi dan Gayus mampu sebab uang 26 milyar tentu terlalu besar untuk dinikmati oleh Gayus seorang diri.Mari berimajinasi saat mereka membuat skenario mengatur perkara ini!.Di ruang yang dingin di hotel KC (mungkin Kartika Candra) semuanya duduk berhadapan di meja yang penuh makanan lezat dengan aneka coretan berisi angka-angka siapa mendapat berapa dan strategi membuat alibi.Klop sudah.
Hukum di Indonesia yang katanya bersemboyan every body equal before the law di mata para aparatur penegak hukum berubah menjadi every body equal before the law,asspecially for those who can effort it.Banyak kejanggalan dalam penegakan hukum di Indonesia.Di Banyumas ada Mbok Minah,di Karanganyar ada Lanjar yang tidak berdaya di mata hukum dan hampir mengalami nasib tragis jika tidak ada kekuatan civil society yang menekan aparat penegak hukum agar mereka memperoleh perlakuan yang adil di depan hukum.Meminjam istilah Almarhum Prof.DR.Sajtipto Raharjo dari Undip hukum sudah dapat di beli sehingga rasa keadilan menjadi terusik dan terkoyak.Hukum hanya keras terhadap rakyat kecil yang tidak mampu,namun demikian lemah terhadap kalangan atas yang mampu membayar pengacara agar mengatur jaksa,hakim dan polisi.KUHP diubah Kurang Uang Hukuman Penjara atau Kasih Uang Habis Perkara dan Hakim akronim dari Hubungi Aku Kalau Ingin Menang.Mantan Hakim Agung Bismar Siregar berseloroh bahwa kalimat awal dalam setiap amar putusan pengadilan tidak lagi berbunyi”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”tetapi telah berubah menjadi”Demi Uang”.
Kelaziman di tengah-tengah ketidaklaziman yang menyeruak sekarang ini adalah akibat dari hukum yang tidak tegak.Lazimnya aparatur penegak hukum berada dalam garda depan dan menempatkan pelaku kejahatan sebagai musuh yang harus dibasmi,namun menjadi tidak lazim saat ini karena mereka malah memilih berteman dengan penjahat.Ibarat sleeping with enemy.
Kita jadi simpati dengan aparat di tingkat bawah yang masih banyak yang jujur karena terkena getah dengan apa yang terjadi di level atas.Saat jaksa Tri Urip tertangap KPK semua mata tertuju pada aparatur kejaksaan sampai-sampai mereka malu memakai baju seragam saat berangkat ke kantor.Sekarang ini mata masyarakat tertuju kepada pegawai pajak dengan banyak pertanyaan penuh sleidik dan curiga.Inilah namanya karena nila setitik rusak susu sebelanga,sebab masyarakat mengeneralisasi bahwa semua pegawai pajak mirip Gayus.Jawaban untul menghilangkan sikap itu ada;ah dengan semakin banyak menangkap gayus-gayus yang lain.Gayus Tambunan tertangkap,horas!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar